BAB 6

47.9K 3.6K 945
                                    

Happy reading

Tandai typo dan jangan lupa tinggalkan jejak

Tandai typo dan jangan lupa tinggalkan jejak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sea membuka matanya, ia menatap sekitarnya. Sangat gelap dan sunyi, ia mencari ponselnya. Sea takut dengan kegelapan, sehingga kini tubuhnya bergetar dan air matanya tidak bisa ditahan lagi.

"Bang Hen, Sea takut," isaknya yang tidak menemukan dimana keberadaan ponselnya.

Sea menutupi wajahnya, ia benar-benar takut sampai tidak berani untuk turun dari tempat tidurnya. Dari kecil, Sea memang takut kegelapan dan juga suara petir—meskipun ia sendiri tidak tahu apa penyebabnya, padahal dirinya tidak memiliki trauma apapun.

Ceklek...

Seseorang membuka pintu kamarnya, membuat cahaya dari luar kamar Sea ikut masuk ke dalam. Dengan perlahan, anak perempuan itu membuka matanya dan melihat siapa yang membuka kamarnya.

"Lo udah bangun?" tanya Sean yang baru pulang dari tempat tongkrongannya.

"Bang Sean?" suara Sea terdengar bergetar.

"Ck, lo kenapa lagi?" decak pemuda itu yang kini menghidupkan lampu.

Hug!

Sean tidak sempat menghindar, sehingga tubuhnya menjadi sasaran dari pelukan Sea. Pemuda itu hendak menjauhkan Sea, karena ia tidak suka disentuh. Namun terdengar isakan kecil dari adik angkatnya, Sean menurunkan lagi tangannya dan membiarkan Sea memeluknya sampai tangisannya berhenti.

"Jangan lama-lama!" kata Sean yang mulai pegal dengan posisi seperti ini.

Sea membulatkan matanya, ia langsung melepaskan pelukannya. Ini adalah kebiasaannya kalau habis menangis, karena ketakutan. Biasanya ia akan memeluk Hendery sampai perasaannya menjadi lebih tenang, tapi disini tidak ada sosok Hendery.

"Maaf, aku nggak sadar peluk bang Sean," ucapnya yang sedikit malu.

"Ck, lo kenapa nangis? Kepala lo mau pecah? Atau hidung lo bocor lagi? Nggak usah sakit-sakitan, gue nggak mau kena marah," ujar Sean yang nada suaranya seperti biasanya—galak dan tidak ada ramah-ramahnya sama sekali.

"Aku takut gelap," jawab Sea dengan jujur.

"Takut gelap ya?" tanya Sean yang kini berjalan ke arah pintu.

Pemuda itu menutup kembali pintunya, kemudian ia berjalan ke saklar lampu yang tidak mau dari Sea dan mematikan lampunya. Ia menyeringai saat merasakan remasan kuat di ujung jaketnya.

"Bang Sean, hidupin lagi lampunya. Sea takut," suara sang adik terdengar bergetar, seperti menahan tangisannya.

"Hidupin sendiri," kata Sean yang begtu yakin kalau Sea tidak akan berani bergerak sedikitpun dari tempatnya.

"Bang, ini nggak lucu. Aku beneran takut," Sea kembali menangis, ia bagaikan patung yang tidak bisa bergerak—kegelapan ini membuat dadanya menjadi sesak dan sulit untuk mengambil nafas.

The Villain's Obsessed (End)Where stories live. Discover now