12. Keinginan II

705 113 48
                                    

Mia
Gue mau pergi ke rumah papa. Cuma mau bilang doang sih. Oiya balik malem karena mau mampir ke rumah gue

Jeremy sudah membaca pesan itu. Dia hanya tidak membalasnya karena yaudah cukup tau aja.

Sejujurnya Jeremy senang karena Mia mengabarinya tiap kali mau pergi keluar. Tangannya gatel mau membalas OK tapi gensingnya terlalu gede.

Masalahnya sekarang sampai jam menunjukan pukul setengah sebelas malam Mia belum juga pulang.

Dia nggak ngabarin Jeremy lagi, apakah menginap di rumah papanya atau di rumah ibunya di komplek?

Jeremy malas harus menghubungi papa Mia. Ujung-ujungnya ibu tiri Mia nanti yang pasti akan mejawabnya. Jadilah pembicaraan panjang itu gak akan selesai-selesai.

Jeremy sebenarnya bingung juga alasan papa Mia kecantol sama wanita itu. Jeremy tentu saja beberapa kali mendengar orang rumahnya menghibahi ibu tiri Mia. Bicara fakta lah.

Padahal jelas-jelas ibu Mia jauh lebih cantik, pintar dan segala-galanya. Downgrade sekali pilihanya. Apa karena sekretarisnya sendiri? Mereka tiap hari bersama jadi... ah bodo amat.

Kenapa Jeremy justru memikirkannya. Sekarang harus memikirkan tentang Mia terlebih dahulu.

Mungkinkah Mia tidur di rumah ibunya?

"Ngabarin gue apa susahnya sih! Bikin repot aja." Jeremy mendumel. Dia kesal.

Nggak mungkin kan Mia ngambek cuma karena pesannya nggak dibales?

Cih!

Jeremy memang kesal, meski begitu dia meraih jaketmya dan bergegas pergi keluar.

Jeremy menghubungi managernya terlebih dahulu. Ada urusan pribadi, dia mau pulang ke rumahnya di komplek.

Pria itu banyak bertanya tentu saja. Memastikan Jeremy pergi sama siapa dan perlukah dijemput blablabla.

Ini sudah jam 11 malam, lebih baik kalau pria itu diam dan istirahat saja. Tidak perlu berdedikasi berlebihan kepadanya. Benar kan?

Lagipula Jeremy juga memiliki mobilnya sendiri. Dia menyetir ke arah perkomplekan rumah elit tempatnya tinggal.

Melewati rumah kakeknya, rumah Mia hanya berjarak dua rumah di sebelahnya. Gerbang depan yang biasa gembokan itu ternyata tidak terkunci.

Anehnya lampu rumah itu tidak menyala. Benar-benar seperti rumah hantu. Menakutkan sekali.

Jeremy membawa mobilnya masuk ke dalam. Pintu depan terbuka, dia masuk dan memyalakan lampu rumah. Jeremy masih hapal tata letak rumah ini karena dia dulu juga terbiasa bermain di sini.

Begitu lampu menyala, Jeremy melihat sosok Mia yang tertidur pulas di sofa. Ada kemoceng yang nyaris terjatuh dari tangannya.

"Woi Mia!" Jeremy mendekati dan langsung membangunkan perempuan itu.

"Enak ya lo ngebo di sini setelah bikin gue khawatir!"

Memang kebo. Mia tak juga bangun meski Jeremy sudah mengeraskan suaranya. Dia tidak tahu kalau Mia sekebo ini saat tidur.

"Miaaa!"

Disentuh sana sini pun tetap sama. Jeremy toel-toel pundak dan hidungnya, tidak ada tanda-tanda dia akan bangun juga.

"Bahaya banget lo Mia! Gimana kalau bukan gue yang dateng!" Jeremy tak habis pikir. "Bahaya bahaya bahaya!" gumamnya kesal.

Jeremy gamau bayangin kemungkinan yang akan terjadi semisal ada pria lain yang datang ke sini dan bukan dirinya.

JEREMIAOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz