17. You're The First!

1K 145 31
                                    

Kegaduhan di kantor itu tentu saja menyebar dengan cepat diantara keluarga Ariendra.

Tersangka utama dari babak belurnya wajah Jayden tentu saja Jeremy. Bukan orang lain karena hanya Jeremy yang menemui kakaknya itu di kantor. Membuat Jayden tertahan di ruanganya dan membantalkan rapat yang sudah disusun dari jauh-jauh hari.

Mereka yang tahu menutup mulutnya.

Baik Jayden dan Jeremy sama-sama terluka. Rasanya meski sudah menghajar Jayden, Jeremy masih belum puas.

Sebenarnya dia berbuat sejauh ini untuk apa?

Menghajar kakak kandungnya sendiri yang telah membuat Mia terluka, baik fisik maupun mental.

Rasa sukanya kepada Mia apakah memang sebesar ini? Jeremy sungguh tidak mengerti.

Drttt Drrtt!

Sejak tadi ponsel milik Jeremy terus berdering di atas meja. Mia melihat nama mama yang tertera di layarnya.

Ibu Jeremy, ini bukan yang pertama. Sudah sejak tiga hari yang lalu wanita itu berusaha menghubungi Jeremy.

Jeremy mengabaikannya. Itu karena Jeremy berpikir ucapannya kepada Jayden saat itu sudah tersampaikan dengan baik.

Jeremy ingin semua orang yang bersalah kepada Mia meminta maaf. Dugaan Jeremy salah, ibu dan papanya menelpon dan meminta Jeremy mendatangi mereka dan menjelaskan semuanya.

Kejadian di kantor dan alasan Jeremy memukuli Jayden.

Konyol sekali. Bukannya mereka tahu?

Memang tidak salah lagi. Ada sesuatu yang mereka tutup-tutupi. Alih-alih memintanya menjelaskan hal yang sudah jelas terjadi, mereka seharusnya mengerti awal mula Jeremy berani berbuat seperti ini.

"Sini gue ganti perbannya. "

Mia meletakan kotak p3knya di atas meja. Dia sudah terbiasa merawat Jeremy selama beberapa hari ini.

Betapa sakit dan sesaknya Mia saat tahu Jeremy datang bersama Haris dengan tangan yang terbalut perban tebal.

Sangat disayangkan syuting Jeremy harus diundur satu minggu karena tangan Jeremy yang terluka. Karena itu Mia berusaha merawatnya dengan baik agar tidak meninggalkan bekas.

Jeremy merubah posisinya dari rebahan menjadi duduk. Tak membantah, dia menyodorkan tangan kanannya kepada Mia.

Jeremy melihat Mia yang telaten mengobatinya. Begitu sabar dan lembut. Sampai Jeremy terlalu asik menatap wajah polos itu.

"Lo pinter ngerawat luka orang lain tapi luka sendiri dibiarin sampai kaya gitu."

"Apasih, gausah mulai."

Mia agak sensi. Dia malas membahas masalah bekas lukanya. Yang terpenting sekarang adalah luka Jeremy, itu saja.

"Siapa yang mulai? Gue cuma bilang yang sejujurnya. Pasti sakit banget. Di tangan gue masih bisa bayangin tapi kalau di selangka-hmmm!"

Mulut Jeremy disumpal Mia dengan bulatan perban yang masih baru. Terbungkam sudah mulutnya yang berisik itu.

"Sumpah Mia, gue gabisa bayangin." Jeremy membuka sumbatan itu dan kembali menyerocos.

"Gausah dibayangin, otak lo pasti jadi mikir yang enggak-enggak."

Jeremy terkekeh geli. Mia tau aja yak. Ups!

Maksud Jeremy tuh dari pada dilukai mending... ekhem! Jawabannya ada di otak Jeremy.

Hening.

Mia merapikan balutannya dan tersenyum senang ketika selesai. Bisa juga dia mengobati seseorang dengan serius gini.

JEREMIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang