16. Pukulan dan Amarah

911 149 62
                                    

Enam tahun yang lalu.

Enam tahun?!?

Dimana mereka menikmati masa remaja, menjadi murid SMA dan mengenakan seragam yang sama.

Mia, Jeremy, Karalyn, dan Sagara bersekolah di tempat yang sama. Karena kesibukan, Jeremy sudah mulai jarang bermain bersama teman-temannya.

Jeremy sudah terjun ke dunia entertaintment sejak dirinya memasuki SMP. Terhitung sudah sepuluh tahun kini dia dikenal sebagai salah artis yang punya bakat di atas rata-rata.

Alasan itu yang membuat Jeremy naik daun dengan pesat. Dan tentu saja ditambah ketampanannya yang luar biasa. Karena itu waktu kebersamaan Jeremy dan teman-temannya berkurang.

Lalu Sagara, cowok paling pintar di sekolah internasional itu tergabung dalam kelas khusus sebagai murid akselerasi yang dijadwalkan lulus hanya dalam waktu dua tahun.

Kesehariannya dipenuhi agenda belajar, membaca buku, belajar, dan membaca buku. Siklus itu berulang hingga Sagara kadang mengabaikan ajakan Mia dan Karalyn untuk bermain.

Jadi di masa itu, Mia dan Karalyn yang termasuk golongan anak hits di sekolahnya selalu bermain bersama. Di kelas bersama, ke kantin, dan mengerjakan apapun bersama. Seperti anak kembar.

Mia yang menyayangi Karalyn sebagai sahabat dan Karalyn yang menganggap Mia seperti saudaranya sendiri.

Karalyn lebih menyukai Mia dibanding kakaknya. Karena dengan Mia dia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa perlu dibanding-bandingkan dengan orang lain.

Meski berpisah-pisah seperti itu mereka berempat masih tetap bicara dan menjalin kontak satu sama lain.

Lalu ada masa dimana Mia menyingkir dari mereka. Mia menghilang.

Selama lima hari absen sakit namun Karalyn, Jeremy, dan Sagara bahkan tak diizinkan oleh mama Mia untuk menjenguknya.

Wanita itu mengusir mereka. Untuk pertama kalinya juga dengan cara yang kasar. Mama Mia bukan orang yang seperti itu. Dia wanita yang baik hati, penyayang, dan lemah lembut.

Lalu saat Mia kembali ke sekolah. Dia sudah berubah tiga ratus enam puluh derajat. Tidak ada Mia yang periang dan ceria. Yang ada hanyalah Mia yang selalu memasang ekspresi datar dan dingin.

Mia mengabaikan semuanya. Dia yang menepi. Meski Karalyn, Sagara, dan Jeremy mencoba tetap dekat. Mia menolaknya mentah-mentah-dengan kebisuan dan tatapan tak sukanya.

Terlebih kepada Jeremy. Meski memiliki darah Ariendra, dia tidak mirip dengan Jayden. Tetap saja, Mia membencinya.

Puncaknya satu tahun kemudian. Saat mama Mia dinyatakan meninggal di rumah sakit karena penyakit otak yang dideritanya.

Mia sama sekali tak terlihat seperti orang yang memiliki harapan hidup. Tatapanya tak lagi datar melainkan kosong. Sangat kosong dan hampa seperti ruangan tak berujung yang gelap.

Karalyn yang paling sering berinteraksi dengan Mia. Mencoba mendapatkan sahabatnya itu kembali. Dia tidak bisa terus-terusan memiliki hubungan buruk dengan Mia.

"Mia, lo mau ke kantin? Bareng yuk!" ajak Karalyn menarik tangan Mia.

"Lepas!" Mia menepisnya dengan kuat, membuat Karalyn meringis kesakitan.

Dengan wajah tanpa dosanya Mia membenarkan lengan kardigan yang selalu dipakainya dan melangkah pergi ke luar kelas.

"Dih apaan banget dah si Mia! Pantes nggak punya temen! Karalyn aja digituin!"

"Kenapa sih dia? Kek orang gak waras aja makin ke sini. Ibunya udah meninggal dua bulan yang lalu, masa dia nggak bisa ngeikhlasin."

"Ucapan lo keterlaluan deh.."

JEREMIAWhere stories live. Discover now