TAK - 08

81 11 5
                                    

***

"Kau mau mengantarku atau tidak?" Kesalnya pada Kenzo yang tak segera bergerak.

Saat ini mereka sudah berada di dalam mobil.

"Tapi Nona, Master ingin Anda tetap menunggu."

"No! Aku mau pergi sekarang. Titik! Apa kau mau aku mengendarai mobil sendiri?!" Ancamnya.

"Tapi Nona.."

Mika bersiap melompat ke kursi kemudi. Kenzo langsung menjawab cepat. "Baiklah. Baiklah."

Mika tersenyum penuh kemenangan. Seperti yang ia katakan, ia perlu menemui dokter.

Sebenarnya bisa saja ia mencari dokter di rumah sakit ini, tapi tidak. Ia butuh ke rumah sakit Leo. Karena disana ia bisa membungkam para dokter.

Sesampainya disana, Mika langsung memerintahkan Kenzo berdiri di luar sementara Mika memasang alat pencegah kehamilan. Mengingat seberapa panas aktivitas mereka tiap kali berciuman, Mika tak bisa membuang waktu lagi. Ia harus segera memasang alat tersebut kalau tidak ingin kebobolan. Bisa jadi ia lupa seperti tadi pagi.

Setelah prosedur selesai, Kenzo masuk. "Master sedang dalam perjalanan kemari."

"Tak masalah." Jawab Mika enteng. Dengan santai ia kembali duduk di kursi rodanya. Tak lupa, Mika berterima kasih pada dokter Eliz yang menanganinya barusan.

Baru saja mereka keluar pintu, Steve sudah ada di luar. "Kau bilang dia sedang dalam perjalanan?" Gumamnya kesal. Karena sekarang sama saja dengan mengumumkan kalau Mika memakai alat itu untuk Steve.

"Maksud saya dalam perjalanan dari lobi."

"Kenzo, aku yang akan menemani Mika dari sini."

Kenzo membungkuk lalu berjalan lebih dulu.

Steve berbisik di telinga Mika, "Jadi kau ingin aku keluar di dalam malam ini, cherrylips?" Godanya dengan senyum menyebalkan.

Mika langsung memukul wajah Steve. "Diam kau, Stevie. Kita takkan melakukan apapun."

"Kita lihat saja nanti." Steve mencubit pipi Mika seraya tertawa semakin keras. "Sekarang waktunya mengunjungi nenekmu."

Mika mengusap pipinya yang terasa panas. "Berhenti mencubit pipiku."

"Tidak bisa, kau menggemaskan." Godanya seraya mendorong kursi roda.

Mika mendengus sambil bersedekap. Dia hanya akan diam sesaat.

Sesampainya di dalam mobil, Mika langsung mencekik leher Steve. "Ini kedua kalinya aku harus mencekikmu, Stevie. Kalau kau masih ingin hidup, berhenti menggodaku."

Dalam keadaan dicekik semacam itu, Steve masih sempat tertawa hingga terbatuk.

Melihatnya Mika langsung melepas leher Steve. "Makanya berhenti mempermainkanku. Kau bisa mati sungguhan kalau terus membuatku kesal." Ucap Mika seraya menepuk-nepuk punggung Steve.

Steve masih terbatuk-batuk tapi berani berkata, "Kau pasti sangat menyukaiku hingga sangat khawatir."

Mika langsung memukul Steve sangat keras hingga telapak tangannya terasa panas. "Dasar tidak tahu diri."

"Aku menyukaimu, cherrylips." Steve memajukan bibirnya mendekati Mika.

"Berhenti bermain-main, Stevie." Mika memukul bibir Steve lalu mendorong kepala pria itu menjauh hingga membentur kaca mobil.

Steve malah terbahak.

Mika berakhir dengan memalingkan pandangan keluar. Steve selalu berhasil membuatnya kesal.

Begitu sampai di Davis mansion, Elle menyambut. "Kamar Anda sudah siap, Nona."

"Bagus. Ayo, sayang, aku sangat lelah." Mika kembali berakting manja. "Tidur siang terdengar menyenangkan."

"Tentu, baby."

Sesampainya di dalam kamar, Steve mengeluarkan sebuah alat berwarna hitam.

"Apa itu?"

Steve mengangkat telunjuk di depan bibir, memintanya diam tanpa suara. Mika menurut hanya karena penasaran. Ia memperhatikan Steve yang menyalakan alat tersebut dan berjalan menyusuri tiap sudut kamarnya bahkan hingga walk in closet dan kamar mandi.

Kini Mika paham apa yang dilakukan pria itu. Steve sedang mencari alat penyadap, kamera tersembunyi atau semacamnya.

Saat Steve kembali, dia membawa 10 alat berbentuk biji kecil. "Seriously?"

"Kau harus berhati-hati, cherrylips." Ucapnya setelah menghancurkan alat-alat tersebut. "Tidak bisa tinggal di rumah ini lama-lama."

Mika mengangguk seraya menelan ludah. Mendadak Mika seakan tak mengerti kondisi keluarganya. Karena sebelumnya Mika tak pernah berpikir kalau ada alat penyadap seperti ini di rumah keluarga besarnya. Ini gila.

Tak perlu dipertanyakan lagi siapa yang memasang alat-alat kecil tersebut. Pasti nenek sihir itu.

Kalau sudah begini tidak menuntut kemungkinan sejak dulu Leonora juga memasang alat yang sama di ruang kerja ayahnya, kakeknya lalu... seluruh ruangan.

Tak heran Leonora tampak mengetahui semua yang terjadi di rumah.

Kemudian ia melirik Steve. "Kenapa kau bisa kepikiran alat-alat seperti ini?" Selidiknya.

Ekspresi serius Steve kemudian berubah. "Alat sadap sudah seperti permainan anak-anak buatku." Kekehnya.

"Masa kecilmu sungguh asyik kalau begitu, Stevie."

Setelah diamati selama beberapa hari bersama Steve, Mika sadar Steve selalu menutupi hal serius dengan tawanya. Seolah semuanya bukan masalah besar.

Tapi bukan berarti pria itu benar-benar santai. Seakan tawanya hanya kamuflase. Mika mulai melihat celah dimana ekspresi Steve berubah serius dan tubuhnya kaku di waktu tertentu, meski hanya sedikit.

Tunggu beberapa hari lagi, Mika. Kau pasti bisa menangkap basah pria itu saat dia tidak waspada. Batinnya.

"Begitulah. Berkat masa kecil istimewaku, kau bisa tenang hari ini, tapi kita tetap harus memeriksa kamar ini tiap hari."

"Kau berhasil membuatku tak ingin tinggal di kamar ini lagi, Stevie. Jika itu niatmu, kau berhasil."

Steve tertawa. "Bagus. Karena lebih baik kita tinggal di rumahku."

"Aku tidak mau terus-menerus berakting di depan kakekmu." Menipu kakek tua itu entah kenapa menimbulkan rasa bersalah. Jadi tidak bisa lama-lama.

Steve menunduk, menumpukan kedua tangan ke bahu Mika, "Perlu aku perjelas. Rumahku dan rumah kakekku adalah dua tempat yang berbeda."

"Ahh... syukurlah. Atau kita bisa tinggal di apartemenku saja."

"Nope. Itu namanya penghinaan. Aku Steve Byers, Mikhaela. Mana bisa tinggal di rumah sekecil itu."

Mika tertawa. "Astaga, Stevie. Apartemenku sangat besar, bahkan seukuran condo di lantai teratas. Dan kau bilang apartemenku kecil? Kau justru menghinaku."

Steve mengedikkan bahu.

Mika menggelengkan kepala. "Terserah kau saja. Tapi ingat, besok kau harus mulai ke perusahaan. Jangan mengecewakanku."

"Kau tidak ikut?"

"Tidak untuk besok."

"Oke. Kau bisa mengandalkanku, cherrylips. Toh, aku memiliki banyak manajer terbaik."

Dasar, Stevie!!

***

Tongues & KnotsМесто, где живут истории. Откройте их для себя