TAK - 12

70 9 1
                                    

***

Selama perjalanan, Mika diam dengan beribu pemikiran di otaknya. Terlalu banyak hingga pemikiran tersebut datang dan pergi. Tumpang tindih dalam pergulatan hingga membuat Mika pusing. Mika akhirnya menutup mata agar denyutan di kepalanya berkurang.

Mika merasakan usapan lembut di kepalanya, tapi ia tidak protes karena tubuhnya terlalu lelah. Tanpa sadar Mika akhirnya tertidur. Rasanya ia hanya memejamkan mata sejenak, tapi kemudian ia merasakan tangan kokoh menggendong tubuhnya. Mika pun tersadar.

"Turunkan aku, Stevie."

"Bukankah kita harus tetap berpura-pura?" Godanya.

"Tempat apapun ini. Aku yakin mereka semua orang-orangmu."

Karena saat Mika melihat sekeliling, Mika melihat bangunan besar menyerupai istana jaman kuno berukuran besar. Beberapa pria berpakaian hitam serupa dengan orang-orang Steve tadi sedang berkeliling seperti melakukan pengawasan. Mika yakin mereka sudah sampai di Vulcan Empire dan ia menduga tempat ini sejenis markas.

"Cepat turunkan aku, Stevie."

Hari sudah malam artinya ia tidur terlalu nyenyak hingga tak sadar waktu berlalu.

"Baiklah, cherrylips." Steve menurunkannya. "Selamat datang di Vulcan Empire."

"Markasmu?"

"Markas? Hm, bisa dibilang begitu. Markas besar anggota Vulcan Empire."

"Jadi kau bos tempat ini?"

"Bukan. Tapi sejenisnya."

"Jangan bertele-tele, Stevie. Kau sudah membawaku kemari, jadi jelaskan dengan detail. Lagipula kita adalah rekan. Aku pantas tahu dengan siapa aku bekerja sama."

Steve tertawa. "Baiklah-baiklah. Tapi perlu kuperbaiki, kita bukan sekedar rekan, kita adalah pasangan suami-istri."

"Pura-pura, Stevie."

"Panggil Steve."

Mika memutar bola mata dengan jengah. "Oke, Steve. Beritahu aku mengenai Vulcan Empire. Lalu semuanya."

Steve tersenyum lebar penuh kemenangan.

Mereka sampai di sebuah pintu besar. Pintu tersebut terbuka lalu interior di dalamnya pun terlihat.

Bagian luar Vulcan Empire bagai tipuan yang dibuat agar tempat ini terlihat mengerikan. Karena begitu masuk di dalam, tempat ini berubah menjadi layaknya rumah dengan design modern. Yang berbeda, ruangan yang ia masuki sangat luas, mungkin bisa menampung ratusan orang.

Mereka terus berjalan menuju sebuah pintu. "Kita akan menuju ke dungeon lebih dulu. Lalu aku akan menjelaskan padamu mengenai Vulcan Empire." Kata Steve.

Mika mengangguk setuju. Lagipula ia cukup penasaran dengan siapa yang harus ia temui. "Dungeon? Penjara bawah tanah? Menarik." Gumamnya.

Steve menggenggam tangannya melewati pintu yang telah dibuka oleh Kenzo. Ternyata sebuah lift. Begitu mereka masuk, pintu lift tertutup dan mereka menuju ke bawah.

"Kau tidak takut?" Steve menatapnya.

"Takut?" Mika mengernyit.

"Aku baru saja memberitahu kita ke dungeon dan aku bukan pria yang kau kenal."

Mika tertawa. "Untuk apa aku takut. Aku percaya padamu. Jika kau ingin melukaiku, tak perlu membawaku sejauh ini. Kau bisa melakukannya sejak tadi. Lagipula tujuan kita sama. Kau dengan siapapun Leggio itu, dan aku dengan Leonora." Mika menatap Steve lekat. "Kalau kau pria lemah, aku justru harus takut. Itu artinya kau tidak bisa membantuku. Sekarang aku mengerti kenapa Leo merekomendasikanmu. Sosok yang terlihat mudah diremehkan padahal sama sekali tidak. Bukan pria sederhana."

Tongues & KnotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang