TAK - 13

81 12 1
                                    


***

"Master, perkiraan kita salah." Hyde mulai melapor. "Lokasi yang kita temukan pagi tadi bukan markas Leggio. Hanya salah satu cabang bisnis mereka."

Steve mengepalkan tangan tapi tetap berbicara santai. "Tak masalah. Yang terpenting kita telah mengirimkan pesan. Cepat atau lambat Leggio akan datang." Steve melirik Mika yang diam di sampingnya. Wanita itu terduduk lemas. "Ada lagi?"

"Mereka menyelamatkan Leonora lalu meledakkan bangunan tersebut."

Steve mengangguk. "Aku mengerti. Kau bisa pergi."

***

Mika terdiam memandang langit-langit mobil, rintik hujan jatuh memecah kaca transparan di atasnya. Dalam keheningan, otaknya berkelana.

"Seharusnya aku membunuhnya saat itu." Ia berharap air matanya bisa mengalir seperti rintik hujan. Tapi tak bisa. Yang ia rasakan hanya sesak dan panas. Api dendam yang menyala. "Dengan begitu dia tidak akan kabur."

Steve mengusap kepala Mika. "Kita masih bisa membunuhnya nanti." Sejak tadi, Steve berusaha menenangkannya. Bahkan bersedia berhenti di tepi jalan saat Mika ingin menikmati hujan. "Aku pasti akan membantumu."

Mika menghela napas berkali-kali. "Terima kasih."

"Tak perlu berterima kasih. Kita pasangan suami istri."

Mika memukul lengan Steve. "Kau masih sempat bercanda di saat seperti ini. Dasar Stevie!" Kemudian ia bertanya-tanya. "Kau tahu dana apa itu?"

"Beberapa tahun lalu, saat mereka berhasil merampok senjata, Leggio hanya kelompok mafia kecil. Tapi sekarang berbeda. Leggio bahkan berhasil memiliki pasukan yang lumayan. Bahkan Leonora berhasil lolos."

"Kau bilang bisnisnya adalah menjual anak-anak?"

"Anak-anak terutama wanita, narkoba, dan menjual organ tubuh. Itulah yang kutemukan pagi ini. Mereka tumbuh besar setelah bisnis mereka berkembang."

"Jadi mereka berhasil menjadi besar karena dana dari keluargaku?"

Steve mengangguk.

Jadi inilah kenapa kenapa ayahnya sangat marah saat mengetahui kemana dana itu mengalir, juga alasan kenapa Leonora ingin membungkam ayahnya karena mustahil ayahnya akan tinggal diam. Lalu Leonora mempertahankan Bob karena pria itu sekretaris ayahnya, orang yang paling tahu seluk beluk perusahaan.

Keinginannya membunuh Leonora semakin tinggi. Tak hanya itu, Mika juga ingin menghancurkan Leggio. Mengingat gadis-gadis remaja itu yang ketakutan, Mika tak ingin operasi mereka terus berlanjut.

"Leggio ini mengerikan." Mika menoleh pada Steve. Mika mendadak khawatir kalau Steve juga menggeluti bidang yang sama. "Lalu bagaimana denganmu, Steve?"

"Aku menjawab karena kau memanggilku Steve." Steve menyeringai. Mika mendengus melihatnya. "Sejak dulu pertama kali didirikan, Vulcan Empire berbisnis senjata dan mata-mata. Tapi sekarang sudah merambah menjadi pusat informasi bisnis dan pelatihan militer. Bisa dibilang, kalau kau mau mengembangkan bisnis, memerlukan modal atau menginginkan informasi, kau bisa meminta bantuan Don. Lalu jika kau menginginkan pengawal, kami juga bisa membantumu."

"Don. Kenapa pemimpinmu itu tidak ada disana?"

"Ketua kami sudah menikah dan tidak tinggal di Vulcan Empire lagi."

"Menikah. Kupikir pemimpinmu itu orang yang kejam dan tak punya hati. Ternyata malah sudah menikah."

"Don bisa kejam saat dibutuhkan."

"Sepertimu?" Tatapnya.

Steve membalas tatapan Mika. "Ya."

"Kalau kau bukan pemimpin Vulcan Empire, jadi apa posisimu?"

"Aku anggota dewan yang mengetuai bidang persenjataan."

"Dewan?"

"Dalam Vulcan Empire terdapat beberapa tingkat keanggotaan: anggota dewan, anggota inti dan anggota elit. Selebihnya, mereka disebut prajurit. Tapi hanya sebatas itu yang bisa kuberitahukan padamu."

"Tak masalah." Mika lalu mengejek. "Tapi prajurit adalah sebutan kuno."

"Sebutan tersebut sudah ada secara turun temurun. Tapi aku setuju denganmu. Sangat kuno."

"Seperti panggilan Master."

Steve terkekeh sebentar. "Sekarang kau sudah tenang." Gumamnya lega kemudian.

Mendengarnya Mika baru sadar kalau otak dan hatinya memang sudah tenang. Kini Mika menatap Steve yang juga menatapnya. Tatapan mereka saling mengunci dalam tatapan lembut. Penuh arti.

Lalu tatapan Mika turun ke hidung Steve, berlanjut ke bibir tebalnya. Entah mendapat dorongan dari mana, Mika memajukan kepalanya, tangannya meraih tengkuk Steve dan bibirnya menangkup bibir tersebut.

Ini pertama kalinya Mika memulai ciuman tanpa ada paksaan dan Mika menikmati sensasi yang mengalir. Ia berlanjut memagut bibir Steve dengan kelembutan.

Malam ini, Mika sungguh bersyukur Steve ada di sampingnya.

Namun ciuman lembut tersebut hanya berlangsung beberapa detik, karena tak berselang lama posisi mereka berubah. Steve sudah menarik tubuh Mika ke atas pangkuannya.

Di tengah guyuran hujan, mobil tersebut mulai bergoyang.

***

A/N: Bagian ekstra ada di KK.

Tongues & KnotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang