40 - runtuh

9.8K 1.3K 765
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.

.

.

.

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

"Kamu bolos lagi?" Tarendra bertanya heran saat melihat kedatangan sang ponakan yang masih memakai seragam. Remaja itu bahkan masuk tanpa permisi dan berjalan santai mendudukkan diri di sofa.

"Om, udah sampai mana tuntutannya?" Jean balik bertanya menatap datar sosok yang menjadi panutan. Di sana, dibalik meja kerja Tarendra nampak sibuk berkutat dengan banyak pekerjaan namun masih bisa menyisihkan waktu untuk mendengarnya. "Aku capek diteror mulu sama Papa."

Tarendra menghela panjang, pandangannya lurus mengamati Jean yang memasang wajah memelas. Sepertinya anak itu benar-benar sudah muak. "Lagi tahap penyelidikan. Kamu sabar aja."

"Tapi Om, tuntutannya beneran nggak bisa dicabut lagi ya? Apa nggak bisa kita kasih kesempatan dulu. Papa udah minta maaf juga dan bilang nggak bakal ngulangin lagi."

"Itu 'kan udah basi. Udah ratusan kali dia ngomong gitu tapi diulang terus," elak Tarendra tak setuju. Lelaki itu tak habis pikir, mengapa Jean yang sudah dihajar habis-habisan masih saja membuka pintu maaf untuk Harsa yang selalu berbuat seenaknya. "Emang kamu mau dipukulin terus? Yang kemaren itu udah kelewatan."

"Iya, tau. Tapi 'kan tetep aja dia Papa aku. Apa aku nggak durhaka udah biarin dia dipenjara?" Jean mendengus pelan. Bukan hal mudah untuk akhirnya bisa menerima keputusan Tarendra yang melaporkan Harsa atas tindakan kekerasan yang dilakukan kepada Jesher. Walau tuntutan itu hanya membawa nama sepupunya, tapi Jean tetap menaruh rasa bersalah yang begitu besar di dalam dirinya.

"Kalau kasusnya begini, bukan kamu yang durhaka tapi Harsa," balas Tarendra.

"Kalau misalnya Om yang jadi Papa gimana? Kalau misalnya Om mukul Jesher terus Jesher biarin Om dipenjara karena itu, gimana perasaan Om? Sedih nggak? Kecewa nggak?"

"Kamu ke sini buat bujuk Om biar cabut tuntutannya 'kan? Mending kamu pulang, itu nggak bakal terjadi." Tarendra menunjuk pintu menyuruh anak itu segera pergi jika tujuannya datang hanya untuk membatalkan tuntutan yang sudah susah payah ia buat.

"Aku cuma nanya pendapat Om aja kok." Jean mencebik. "Kalau Om diposisinya Papa gimana perasaan Om?"

"Itu bukan--"

"Permisi, Pak. Pak Danu udah nunggu di bawah." Kehadiran Ellie berhasil memutus perdebatan dua laki-laki berbeda usia itu.

Tanpa mengatakan apapun lagi Tarendra segera bangkit, mengambil ponsel dan satu map biru tua keluar bersamanya. Menyisakan Jean sendiri dengan rasa kesal karena usahanya tidak berbuah manis.

STRANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang