4

172K 15K 1.1K
                                    

Arlita anti pacaran. Dalam kamus hidupnya tidak ada pacaran sebelum menikah.

🕊 🕊 🕊

Arlita memandang penampilan dirinya di cermin, semua yang menempel di tubuhnya pagi ini baru. Dari seragam sampai sepatu, tidak terkecuali bross koala yang tersemat di bagian bahu kanannya, membuat ujung kerudung sebelah kirinya yang tersampir di bahu kanan tidak berantakan. Bross koala hadiah dari Kakaknya itu Arlita dapatkan atas prestasinya karena berhasil masuk di SMA 1, kata Kakaknya bross koala itu langsung dipesan dari Singapur dan harganya pun hampir setara dengan harga lima gram emas. Kalau dihitung-hitung berarti harga bross yang sedang dia pake harganya satu juta lebih. Tapi nggak tahu juga itu bener apa nggak. Bisa ajakan Kakaknya bohong demi membahagiakan hatinya.

"Tha udah siap belum. Lama amat dandannya. Inget hari senin nih pasti macet banget jalanan!" seru Kakaknya dengan suara yang lumayan kencang.

Arlita memasukkan topi ke dalam tas selempangnya dan setelahnya dia langsung berlari menuruni tangga.

"Hari ini kamu puasa?" tanya Mamanya.

"Insyaallah Mah kalau kuat soalnya tadi sebelum subuh Arlita lupa sahur. Arlita pergi dulu yah, Mah. Assalamualaikum," pamit Arlita, tidak lupa dia mencium punggung tangan Mamanya.

"Waalaikumsalam."

Arlita langsung masuk ke dalam mobil yang sudah Kakaknya panaskan.

"Kak Rio Ayo!" teriak Arlita memanggil Kakaknya yang malah berdiri di depan pagar yang sudah sedikit terbuka. Sepertinya sedang ada yang mengajaknya bicara.

Rio mengangkat tangannya, menandakan kalau Arlita disuruh menunggu sebentar.

Arlita mendumel. Tadi nyuruh cepet-cepet tapi giliran udah duduk manis di dalam mobil Kakaknya yang malah ngelied bikin kesel aja.

Takut tidak kebagian tempat duduk yang strategis Arlita mengirim pesan lewat WA kepada Nada dan Sri, meminta tolong kepada keduanya untuk menyediakan satu bangku di dekat jendela. Kalau bisa diurutan kedua atau ketiga.

"Ih kok pending," gerutu Arlita saat pesannya tidak terkirim, "Ya ampun kenapa aku sampai lupa," dia menepuk jidatnya saat ingat kalau kuota internetnya ternyata sudah habis. Akhirnya dia mengaktifkan Wifi di ponselnya.

※※※

Revan memarkirkan Mercedes Benz E-Class E400 AMG miliknya di samping Honda Civic R milik Dika yang sudah lebih dulu terparkir.

"Wah tampang lo keren juga kalau pake baju SMA," puji Revan pada Dika yang ternyata sudah menunggunya.

"Yailah gue keren. Secara gue emang udah keren dari lahir," ucap Dika bangga. Dia memang keren tapi kalau dibandingkan dengan Revan tentu dia kalah keren. Revan ada blasterannya kalau Dika murni Indonesia punya. Papanya keturunan Manado sedangkan Mamanya keturunan Palembang, tapi tidak tahu kenapa malah nyasar tinggal di Bogor. Mungkin karena Bogor salah satu kota yang nyaman untuk ditinggali ditambah lagi jarak Bogor ke Jakarta dekat jadi akan memudahkan Papanya yang rajin banget bolak-balik Jakarta buat ngurusin bisnis keluarga mereka yang bergerak di bidang retail tanpa harus naik pesawat. Berabekan kalau setiap hari harus naik pesawat.

Revan dan Dika melewati gerbang kedua yang langsung mengarah ke lapangan luas yang ada di tengah-tengah. Dikelilingi kelas berlantai tiga.

"Kelas kita bukan di kelas kemarinkan?" tanya Revan.

"Kelas kita ada di lantai tiga. Yang kemarin kita pakekan kelas anak XII IPA1."

"Berati pilih bangku lagi dong?"

HUJAN | ENDWhere stories live. Discover now