6

132K 13.1K 785
                                    

Arlita terlihat sangat ragu saat hendak naik ke mobil Mercedes Benz E-Class E400 AMG milik Revan.

Revan yang sudah duduk di bangku kemudi menghela napas panjang, dia kembali turun dan membukakan pintu untuk Arlita, "Masuk, Arl. Gue nggak akan ngapa-ngapain lo kok."

"Van, aku naik angkot aja deh," ucap Arlita, dia mundur dua langkah mejauhi Revan yang berdiri terlalu dekat dengannya.

Revan kembali menutup pintu mobilnya, "Yasudah kalau mau naik angkot sok aja. Lagian gue nggak maksa kok," setelahnya dia membuka bagasi mobilnya, "Lo bawa payung nggak?"

Arlita menggeleng.

"Nih pake payung. Besok balikkin yah soalnya itu payung punya Kakak gue," ucapnya seraya memberikan sebuah payung lipat yang ada di dalam bagasi kepada Arlita.

Arlita mengangguk, "Makasih, Van. Aku pulang dulu yah."

"Iya hati-hati. Kalau udah nyampe rumah jangan lupa kabarin gue."

Arlita hanya mengangguk setelahnya dia langsung berlalu dari hadapan Revan.

Revan menghembuskan napas lega. Kenapa tadi tiba-tiba dia ingin meluk Arlita. Untung saja Arlita mundur kalau tidak dia jamin Arlita pasti sudah ada dalam pelukkannya.

※※※

Arlita sampai di rumah pukul setengah enam sore. Baju seragam dan tasnya sedikit basah terkena air hujan.

"Assalamualaikum, Mah," Arlita mengucapkan salam sebelum membuka pintu.

"Waalaikumsalam, Ya ampun kamu pulang hujan-hujanan?"

"Bukan hujan-hujanan, Mah. Tapi kehujanan," ujarnya setelah mencium punggung tangan Mamanya.

"Kenapa tidak minta jemput Kakak kamu?"

"Kak Rio lagi ada rapat. Jadi nggak bisa jemput Arlita."

"Oh, itu kamu pake payung siapa? Bagus banget payungnya," tanya Mamanya saat melihat payung yang masih mengembang di teras rumah. Sengaja tidak langsung Arlita lipat. Biar kering dulu baru nanti dilipat

"Punya temen, Mah. Arlita ke kamar dulu yah."

"Jangan lupa langsung mandi air hangat."

Arlita mengangguk. Dia berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya. Saat sudah di dalam kamar tangisnya pun pecah. Rasa kesal masih tersimpan di hatinya. Dia tidak habis pikir kenapa Nada dan Sri tega meninggalkan dia sendiri di Botani. Andai saja bermusuhan tidak dosa, ingin rasanya dia memusuhi Nada dan Sri yang begitu tega meninggalkannya di Botani padahal mereka yang mengajaknya ke sana. Untung saja ada Revan kalau tidak pasti saat itu dia seperti anak hilang yang nggak punya temen. Ngomong-ngomong tentang Revan, dia rada aneh sama sikap Revan hari ini. Kenapa tiba-tiba Revan banyak tanya tentang islam? Apa Revan mau masuk islam? Atau cuma sekedar kepo? Tapi mudah-mudahan kemungkinan pertamalah yang terjadi. Dia akan sangat senang kalau sampai Revan masuk islam. Revan sahabat yang baik dan tentu Arlita mengharapkan yang terbaik untuk Revan.

Arlita mengakhiri kegiatan mandinya saat suara adzan terdengar jelas dari toa masjid.

※※※

HUJAN | ENDحيث تعيش القصص. اكتشف الآن