21

105K 11.4K 1.5K
                                    

Revan menghempaskan tubuhnya di atas sofa panjang yang ada di kamarnya. Matanya tertuju pada sosok yang terlentang di atas tempat tidurnya.

"Bangun!" Revan melemparkan tasnya ke sosok itu.

"Aww.. Sakit Van. Ketemu sepupu bukannya di peluk malah dilempar pake tas," Nino, sepupu Revan yang berkuliah di Jerman dan akan menghabiskan waktu selama lima hari di Indonesia mengaduh kesakitan.

"Bawa apa lo dari Jerman?" Revan beranjak dari duduknya, dia berpindah duduk ke atas tempat tidur.

"Bawa diri doang. Gue males bawa oleh-oleh, apalagi oleh-olehnya buat lo."

"Terus ngapain lo kesini?"

"Mau numpang nginep. Males gue pulang ke rumah. Ada Kak Samantha sama Kak Naura yang kepoin gue mulu."

Revan ikut merebahkan tubuhnya di samping Nino, "Asik nggak kuliah di Berlin?"

"Asik nggak asik," jawab Nino seadanya, "Oh iya Van. Gue Nemu buku ini di laci meja belajar lo." Nino menunjukkan buku tata cara shalat yang dia temukan di laci meja belajar Revan, "Gue nyari rokok. Malah nemunya ini. Bisa lo jelasin ke gue kenapa lo nyimpen buku ini?"

Revan memejamkan matanya. Memilih mengabaikan pertanyaan Nino.

"Kalau bokap lo tahu gue jamin lo pasti langsung dijadiin kambing guling."

"Berisik gue mau tidur."

Nino bangun dari posisi berbaringnya, "Jangan gegabah dalam memutuskan sesuatu hal yang nggak sepele. Lo masih dalam fase mencari jati diri, jangan sampai hanya gara-gara sesuatu hal yang nggak penting-penting banget lo rela pindah......."

Revan melemparkan bantal ke wajah Nino, "Berisik, itu urusan gue jadi lo nggak usah ikut campur."

"Ok gue nggak akan ikut campur. Itu hak lo," iseng Nino membuka tas sekolah Revan, matanya berbinar senang saat dia menemukan sebatang coklat dari dalam tas Revan. Baru saja dia hendak membuka bungkus coklat itu tiba-tiba dengan cepatnya coklat itu sudah raib dari genggamannya.

"Gue bunuh lo kalau berani makan coklat ini," ucap Revan tegas. Matanya menatap tajam ke arah Nino yang masih memasang wajah bloon saking kagetnya karena tiba-tiba coklat yang ada di tangannya raib.

Setelah dapat mengkontrol rasa kagetnya Nino langsung memukul tangan Revan dengan sangat kencang, "Biasa aja kali. Segala main bunuh-bunuhan. Cuma coklat Van jangan sampai nyawa melayang. Minta dikit gue, pelit amat sih lo."

Revan memasukkan coklat yang dia ambil dari tangan Nino ke dalam lemari pakaiannya, lantas langsung mengunci lemari tersebut dan kuncinya dia masukkan ke dalam saku celananya.

Nino geleng-geleng kepala, "Lo sakit yah, Van? Masa coklat lo masukkin ke lemari pakaian?"

"Biar coklat itu aman dari mulut jahat lo," ujar Revan. Dia kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

"Lo lagi jatuh cinta yah dan coklat itu pasti dari cewek yang lo cinta, sampai-sampai lo masukkin ke dalam lemari? Gue saranin ke lo, jangan terlalu cinta nanti bisa-bisa rasa cinta lo bakal berubah jadi benci."

"Nggak akan," jawab Revan sebelum jatuh tertidur mengabaikan celotehan Nino yang tengah berkoar-koar panjang lebar tentang cinta.

💦💦💦

Arlita berdiri di depan cermin cukup lama untuk memperhatikan penampilannya. Tanganya menyentuh ujung kerudung yang sekarang dia kenakan.

"Siapa yah yang ngasih ini ke aku?" Untuk kesekian kalinya Arlita mempertanyakan hal yang sama pada dirinya sendiri, tiga hari yang lalu ada yang mengirim kado berisi kerudung padanya, dan anehnya tidak ada keterangan pengirimnya, tadinya dia tidak mau menerimanya namun dia tidak tega sama petugas yang mengirimkan paket berupa kado itu padanya, petugasnya sudah tua, dan dia bilang kalau Arlita tidak menerima paket tersebut, besok dia akan kembali, dan terus kembali sampai paket yang berupa kado itu diterima oleh Arlita. Itu sudah menjadi tugasnya dan dia harus melakukan itu. Hingga akhirnya Arlita memutuskan untuk menerimanya dan sekarang dia menggunakan kerudungnya. Kerudungnya sangat bagus dan Arlita menyukainya.

HUJAN | ENDWhere stories live. Discover now