30

123K 12K 2.9K
                                    

"Sesungguhnya perjalanan ini masih jauh, Namun bekal masih jauh dari kata cukup. Teruslah melangkah di jalan kebaikan, langkah yang diayunkan sebagai pelebur dosa."

-Panji Ramdana-

💦💦💦

"Tidak usah meminta ijin padaku. Bila memang dia menerima lamaranmu itu berarti dia jodohmu bukan jodohku," Revan tersenyum tulus pada Candra yang kini duduk di sampingnya. Keduanya baru saja menyelesaikan shalat ashar berjamaah di Masjid Umar bin Khattab, Berlin.

"Apa kau sudah tidak lagi mencintai Arlita?"

"Tidak pantas rasanya aku menyimpan cinta untuk seseorang yang belum halal bagiku."

"Jawaban yang kau berikan memiliki arti kalau kau tidak lagi mencintainya."

Revan menyandarkan punggungnya pada pilar besar yang menopang langit-langit masjid, "Aku tengah berusaha untuk tidak membuai hatiku pada perasaan yang bisa saja digunakan oleh setan untuk membawaku keperkara yang dibenci oleh Allah."

"Aku serius Van. Apa yang aku ucapkan saat ini bukan caraku untuk menggertakmu agar lekas pulang."

Revan kembali tersenyum, "Aku tahu kau serius karena Kak Candra yang aku kenal tidak pernah bermain-main dengan apa yang dia ucapkan."

"Bulan depan aku akan melamarnya," ujar Candra.

"Semoga lamarannya berjalan lancar," setelah mengatakan itu Revan berdiri dari posisi duduknya, "Aku harus segera kembali ke kantor Kak. Senang bisa bertemu denganmu, maaf aku tidak bisa menemanimu keliling kota Berlin."

Candra mengangguk, "Kalau lamaranku diterima olehnya kau wajib hadir di acara akadnya."

"InsyaAllah."

Revan menghela napas panjang, pandangannya menatap ke arah pemandangan kota Berlin yang terlihat begitu indah dari ruangan kerjanya yang berada di lantai 38.

Revan menghela napas panjang, pandangannya menatap ke arah pemandangan kota Berlin yang terlihat begitu indah dari ruangan kerjanya yang berada di lantai 38

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Meskipun matanya tengah dimanjakan oleh pemandangan indah kota Berlin, namun itu tidak membuat hatinya bisa merasa tenang. Percakapan antara dirinya dan Candra satu bulan yang lalu terus berdengung di telinganya. Bagai kaset kusut yang terus saja berputar ulang.

Andai dia memiliki hak untuk melarang Candra, sudah tentu dia akan mengatakan kalau dia melarang Candra untuk melamar Arlita, namun apa daya dia bukan siapa-siapanya Arlita. Dia hanyalah seseorang yang kini hanya dapat mencintai Arlita dalam diam. Berharap kalau Allah dapat menjaga kesucian cintanya.

HUJAN | ENDWhere stories live. Discover now