3

38.4K 1.7K 16
                                    

Lee bangun tidur dengan perut melilit. Dengan segera ia menuju kotak obat fan mengoleskan minyak kayu putih di perutnya.

"Napa nih?" Gumamnya. AC di kamarnya diset normal. Ia juga tidur mengenakan kaus dan celana pendek juga selimut. Tidak ada hal aneh yang menyebabkan dia bisa masuk angin atau sakit perut. Makannanya pun normal, tidak ada pedas, Lee tidak suka makanan pedas. Kalaupun keracunan, harusnya sejak kemarin. Minumannya....

Lee menoleh ke arah keranjang cucian. Di tumpukan teratas ada kemeha yang bernod coklat.

"Masa gue masuk angin karena ketumpahan Milo?"

Sambil memegang perutnya, Lee kembali ke kamar, kembali masuk ke dalam selimut. Mungkin dengan tidur lagi sakitnya gisa hilang. Karena ini bukan jenis sakit perut yang membuatnya ingin ke toilet.

Sambil berbaring, Lee mengingat kejadian kemarin. Saat Amy begitu bersalah karena menunpahkan Milo ke kemejanya.

"Amy, gendong anak kecil. Lucu juga,"

Alih-alih kembali tidur, Lee mengambil ponselnya. Memulih diqntara sekian ratus nomor, mana yang kira-kira memiliki apa yang dia cari.

"Halo, Dira?" Sapa Lee. Dira dan ia aatu kampus. Jadi cukup sering bertemu. Dira menggerutu saat Lee meneleponnya. Ia sedang terjebak di Commuter line dalam kehebihan Senin pagi.

"Punya nomernya Amy gak?"

***

Amy baru tiba di kantor. Masih sepi. Sepertinya orang-orang masih malas kembali ke kantor setelah asyik ber-weekend-ria. Diletakannya botol jus dan tempat roti di meja, menu sarapannya hari ini. Masih pukul setengah 8. Artinya Amy masih punya waktu setengah jam sebelum mulai benar-benar bekerja.

Amy meraih ponselnya dan mengecek sosial media. Melihat update pemenang penghargaan Golden Globe, melihat siapa yang menang turnamen sepak bola tingkat nasional, sekilas melihat update kasus selebriti. Ketika tidak lama kemudian muncul pesan baru.

"Gue masuk angin nih."

Amy mengernyit. Nomor tak dikenal mengabarinya bahwa ia masuk angin. Apa urusan Amy?

"Ini Lee,"

Amy langsung terlonjak di kursinya. Lee?! Dari mana Lee tahu nomornya? Terlebih, Lee masuk angin karena perbuatannya kemarin kah?

Amy segera menekan nomor tersebut, meneleponnya.

"Halo," jawab Lee dengan suara serak yang dibuat-buat.

"Halo, Lee? Maaf, lo masuk angin? Lo sakit? Gara-gara gue kemarin ya?" Amy bertanya dengan panik. Tapi di ujung sana Lee malah tertawa tanpa suara.

"Gitu deh," jawab Lee iseng.

"Ya ampun maaf banget. Gue harus gimana? Lo mau dibawain obat atau apa?"

"Boleh,"

Boleh?

"Lo mampir aja ke rumah gue ya," kata Lee lalu menyebutkan alamat rumahnya. Amy terpana. Kenapa tiba-tiba begini?

***

Amy berdiri di depan rumah sederhana di perumahan daerah Depok. Perkiraannya, rumah ini memiliki dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur kecil, halaman depan dan garasi, juga sedikit tempat menjemur di belakang. Apakah ini rumah milik Lee sendiri? Karena kalau rumah milik keluarganya, ini terlalu kecil.

Amy menekan bel, menunggu dengan gugup menganai pemilik rumah. Pelan-pelan Amy menyisir rambut dan menyisipkannya ke belakang telinga. Ia berdiri gelisah sambil menggenggam kantung berisi obat dan nasi. Ayam goreng tepatnya. Entah apakah Lee akan suka. Jika tidak, Amy makan sendiri saja.

Pintu rumah terbuka, Lee keluar. Ia tersenyum. Amy makin gelisah tapi ia juga berusaha untuk tersenyum. Rasanya aneh. Sangat aneh. Mereka yang tidak pernah berkomunikasi lebih dari sekedar sapaan di SMA, 10 tahun kemudian jadi mendadak bertemu dengan suasana kasual. Tidak ada pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana menjalani 10 tahun ke belakang. Menghadapi hanya saat ini.

"Susah nemu rumahnya?" tanya Lee sambil membuka pintu pagar.

"Nggak. Gampang kok. Tinggal GPS, Ganggu Penduduk Sekitar," jawab Amy sembil nyengir. Lee tertawa lagi dan mempersilakan Amy masuk.

"Udah mendingan?" Tanya Amy saat mereka sama-sama berjalan masuk.

"Udah. Tapi tetep gak kemana-mana juga sih,"

"Maaf ya jadi sakit gara-gara milo. Maaf juga baru jenguk jam segini. Tadi di kantor agak banyak kerjaan dan jalanan juga..."

Amy melirik jam yang menunjukkan pukul 8 malam. Lee menggeleng, mengajak Amy duduk di sofa.

"Gak apa-apa. Yang penting niat baiknya," jawab Lee.

Amy duduk di sebelah Lee, mengulurkan kantung yang dibawanya.  "Ini ada Tolak Angin sama nasi. Gue cuma bawa nasi sama ayam goreng, gak tau sebenernya lo suka makan apa,"

"Pedes gak?" Lee menerima kantung yang diulurkan Amy, melongok isinya.

"Ada sambelnya sih tapi dipisah. Kenapa?"

"Gue gak suka makan pedes," Lee nyengir. "Lo udah makan? Yuk makan bareng."

"Udah di kantor," jawab Amy sembari tersenyum. Lee mulai menata makanan lalu makan dengan lahap. Amy memperhatikan betapa Lee begitu 'biasa' saat makan. Mereka mengobrol, bicara tentang informasi diri masing-masing. Untuk pertama kali sejak 10 tahun, Amy dan Lee tahu lebih dalam tentang satu sama lain.

***

Fated to Separate - END (GOOGLE PLAY)Where stories live. Discover now