14

20.3K 1.3K 26
                                    

Lee diam terus sepanjang pagi. Lee dan Amy check out dari hotel pukul 9 pagi setelah sarapan dan menggunakan taksi menuju Suvarnabhumi International Airport. Dia terlihat gusar, ingin mengucapkan sesuatu tapi batal. Amy berkali-kali bertanya ada apa namun Lee menjawab hanya dengan gelengan. Setelah itu Lee akan menyimpan ponselnya di saku seakan tidak ada apa-apa. Beberapa menit kemudian dia seperti itu lagi.

Amy berusaha untuk mengabaikan kegundahan Lee karena lain dari biasanya, kali ini Lee tidak mau bercerita. Maka dari itu Amy memutuskan untuk bermanja-manja pada kekasihnya sebelum mereka kembali ke Indonesia. Dimana Amy harus kembali dalam bayang-bayang. Amy bukannya lupa akan hal itu.

"Jalan-jalan dulu yuk," ajak Amy setelah mereka selesai check in dan menaruh koper. Amy merangkul lengan Lee sangat erat.

"Kamu mau cari apa lagi Ma Belle?"

"Apa aja yang seru. Belanjaan udah, titipan Izza udah, tapi masih pengen keliling-keliling aja. Gak apa-apa kan? Toh flight kita masih 1 jam lagi," Amy merayu, mengedip dan tersenyum. Lee menyerah lalu mengangguk. Lee mengomentari beberapa hal sesuai pertanyaan Amy tapi selebihnya Lee diam saja. Tangannya bergerak gelisah memegang iPhone di saku.

"Ada apa sih sebenernya?"

Amy melepaskan tangannya dari tangan Lee, berbalik dan terlihat lebih jengkel.

"Gak ada apa-apa," sahut Lee polos.

"Kamu keliatan gak tenang. Berkali-kali pegang iPhone, suram, simpen lagi. Gitu terus. Kalau ada masalah kamu bisa bilang sama aku," ujar Amy.

"Gak ada apa-apa. Beneran. Yuk kita masuk pesawat sekarang aja," Lee menarik tangan Amy dan tanpa suara mereka menuju pesawat. Amy masih jengkel tapi ia begitu merindukan dan menikmati keberadaan Lee sehigga Amy masih bergelayut di lengan Lee bahkan saat mereka sudah duduk di pesawat.

Mereka saling diam, Amy mulai tertidur namun Lee tetap terjaga. Memikirkan pesan yang muncul di iPhone-nya kemarin malam dan membuat ia tidak fokus pada Amy.

"Pak, Mr. Edward dan Miss Lika akan menjemput Bapak begitu mendarat dari Bangkok," begitu isi pesan dari Yuri, sekretarisnya di Kusuma Corp.

Saat itu wajah Lee langsung berubah keruh, seperti yang juga dirasakan oleh Amy. Buru-buru Lee menjawab, "Darimana Mr. Edward tahu jadwal kepulangan saya"

"Kemarin Miss Lika datang ke kantor dan menanyakan hal ini pak. Jadi saya jawab saja apa adanya. Apakah saya salah pak?"

Lee menggeleng frustasi. Yuri memang tidak tahu apa dampaknya ketika Lika dan ayahnya menjemput Lee di bandara Soekarno-Hatta begitu Lee mendarat nanti. Dia pun hanya menjawab apa yang ditanyakan, toh bukan hal yang rahasia. Tapi yang jadi pikiran Lee adalah bagaimana caranya Lee berkompromi dengan Amy.

Sudah 3 hari mereka bersama tanpa pertengkaran sedikit pun. Kalau Amy tahu bahwa Lika akan menjemputnya?

Lee memandangi Amy yang tertidur di sebelahnya.

Apa memang sudah waktunya Lika tahu bahwa ia sudah berpacaran dengan Amy? Tidak. Suatu saat Lee pasti akan memberi tahu Lika, tapi tidak dengan cara ala sinetron begini. Lee tidak tahu Lika akan bereaksi seperti apa. Gawat kalau Lika bertingkah lebay. Mereka sedang berada di tempat umum.

"Kamu gak tidur?" Amy terbangun, mengerjapkan matanya lalu memandang Lee. Lee tersenyum kecut lalu menggelang.

"Kok udah bangun aja? Perjalanan masih lama,"

"Abis pundak kamu terasa kaku," Amy menyentuh pundak Lee lalu kembali bersandar. Tangannya memegang tangan Lee.

"Ma Belle," panggil Lee.

"Hmm," jawab Amy tanpa mengubah posisinya.

"Mr. Edward dan Lika akan menjemputku di bandara," akhirnya Lee mengucapkan hal itu. Reaksi Amy persis seperti yang Lee bayangkan.

Amy menarik tubuhnya menjauh dari Lee, tangannya diturunkan dari tangan Lee. Amy memandang Lee tidak percaya namun Amy tidak berkata apa-apa. Ia bersandar ke kursinya dan mengalihkan pandangan ke jendela. Saat itu juga mengabaikan Lee.

"Ma Belle," panggil Lee.

Amy bergeming, tidak merespon apapun panggilan Lee.

"Kita tetep bisa keluar bareng, Ma Belle. Tapi, tapi mungkin aku atau kamu harus keluar lebih dulu, supaya..."

Amy masih tidak berkomentar, memandang Lee pun tidak.

"I'm sorry, Amy," akhirnya Lee terdiam. Keduanya mendadak seperti terpisahkan oleh jurang yang begitu lebar dan dalam. Sulit untuk melompat dari satu ujung ke ujungnya. Apalagi seseorang di ujung sana menolak untuk dihampiri.

Amy berpikir, setidaknya Lee bisa menolak untuk dijemput atau malah memberanikan diri menggandeng Amy keluar dari bandara bersama-sama. Nyatanya Lee meminta mereka keluar tidak bersama-sama. Bagi Amy, itu sudah menunjukkan bahwa Lee masih belum mau berpisah dengan Lika. Amy sudah hampir menangis lagi tapi ditahannya.

"Ma Belle, pesawat sudah mendarat," bisik Lee di sebelahnya. Orang-orang sudah mulai beraktivitas menurunkan barang dari kabin dan bergerak ke luar. Amy tahu itu tapi rasanya Amy sulit untuk bergerak.

Pun saat Amy bergerak, ia memilih tidak melihat ke arah Lee. Berjalan langsung ke luar pesawat sambil menenteng tasnya. Mengabaikan Lee yang berusaha menyejajari langkahnya.

"Kamu akan pulang dengan siapa?" tanya Lee yang lagi-lagi diabaikan Amy.

Mereka berjalan bersama ratusan penumpang menuju imigrasi dan mengantri mengambil bagasi. Sepanjang proses itu Amy tak pula menoleh atau bicara pada Lee. Berkali-kali Lee mengajak Amy bicara, memancing topik tertentu yang dirasa menarik bagi Amy, namun Amy masih bergeming. Saat Lee membantu mengambilkan koper Amy, kata terima kasih tak keluar dari mulut Amy.

Amy menyeret kopernya, tangannya mulai bergetar. Menyadari bahwa beberapa langkah lagi ia akan kembali ke realita, menyerahkan Lee yang begitu ia sayangi kepada perempuan lain. Amy berhenti. Diikuti oleh Lee. 5 meter lagi pintu terminal 2 kedatangan internasional. Mungkin Lika sudah menunggu di situ.

Amy menoleh kepada Lee yang memperhatikannya. "Kamu keluar duluan. Ajak Lika dan ayahnya pergi sesegera mungkin dari sini supaya mereka gak ketemu aku. Setelah kamu sudah cukup jauh dari sini, aku akan keluar."

Lee terdiam, mencerna kata-kata Amy yang diucapkan berusaha setegar mungkin. Air mata hampir keluar dari mata Amy tapi sekuat tenaga ditahannya.

"Maafkan aku, Ma Belle," Lee mencondongkan tubuhnya, entah bermaksud mencium atau memeluk Amy. Tapi Amy menjauh, mundur.

"Lakukan saja,"

Lee berbalik, menyeret kopernya dan keluar. Amy menarik nafas berkali-kali, menahan agar orang-orang tidak melihat tangisannya.

Setelah 10 menit, pesan muncul di iPhone Amy, "kami sudah keluar bandara. Ma Belle, i love you,"

Tanpa banyak bicara, Amy menyeret kopernya, berjalan cepat menuju mobilnya. Amy memasukkan koper dengan sembarangan, menutup bagasi mobil lebih kencang dari seharusnya. Kemudian Amy duduk di belakang kemudi lalu menangis. Rasa sakit hati akan ketidakmampuannya menjaga kekasih yang dicintainya.

Fated to Separate - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang