15

19.8K 1.3K 17
                                    

Setelah 10 menit Amy menangis, iPhone-nya berdering karena telepon dari Jen.

"Sudah sampai di Indonesia lagi?" adalah sapaannya pertama kali.

"Yeah," jawab Amy. Berusaha berkata sesedikit mungkin agar tidak terdengar bahwa ia baru selesai menangis.

"Datang ke rumah ya. Mami pengen kita semua kumpul,"

"Ada sesuatu kah?"

"Entah, yang jelas Mami memaksa kamu untuk datang ke rumah,"

"Okay," jawab Amy. Menghapus air matanya dan mulai memperbaiki make up.

"Ngomong-ngomong, kamu habis nangis?"

Amy termenung. Tumbuh besar bersama-sama membuat Amy sulit menyembunyikan hal-hal dari Jen. Ya kecuali Lee, karena hingga saat ini Jen tidak tahu bahwa ia dan Lee berpacaran.

"No, cuma lewat restoran yang baunya agak nyengat jadi mata dan idung berair,"

"Hmm, kayak tukang nasi goreng gitu?"

"Ya semacam," jawabku asal.

"Ya sudah. Segera ke rumah ya. Bantu mami masak makan malam," pesan Jen.

***

Amy sampai di rumah keluarganya hampir pukul 4 sore. Memarkir mobil dan langsung menuju rumah. Cahaya menyambutnya dengan kehebohan luar biasa. Namun yang menarik perhatian adalah Mami dan Jen. Maka Amy meninggalkan Cahaya kembali dengan ayahnya dan bergerak ke dapur.

"Ada yang bisa dibantu?" tanya Amy, mengagetkan kedua wanita itu.

"Hei," seru Mami. Memeluk dan mencium Amy. "How's Thailand?"

Pikiran Amy melayang ke kenangannya bersama Lee. "Busy Mom. I'm going for work,"

"You need some rest then. Go take a bath and rilex a bit. When dinner is ready, I'll call you," ujar Mami.

"Mami yakin gak mau dibantu Amy? Kayaknya masak banyak. Mau ada apa sih Mi?"

"Istirahat aja," jawab Mami lalu menepuk pundak Amy. Amy memandang Jen tapi Jen ikut mengangkat bahu. Akhirnya Amy menuju kamarnya, mandi sejenak, ganti baju, dan memejamkan mata.

Baru rasanya 5 menit tidur, Jen sudah menggoyangkan badannya. "Dinner," ujar Jen.

"Dimana? Kok bajumu rapi banget?"

"Kamu juga, jangan lupa bersiin iler, ganti baju, dandan. Gih,"

"Emang mau kemana sih?" Lagi-lagi Amy bertanya tapi Jen tidak menjawab. Ia hanya memastikan bahwa Amy menjalankan perintah Jen.

Setelajh mencuci muka dan berdandan, Amy memilih mengenakan rok dan kaos rapi lalu turun ke meja makan. Ketika sampai, barulah Amy tahu kenapa Jen memaksanya berdandan.

"Arthur?" panggil Amy, kaget.

"Hai, Amy," sapa Arthur, mengangkat tangannya.

Pantas saja Mami menyiapkan masakan begitu spesial. Karena ada tamu agung toh. Di samping Arthur ada orang tuanya juga. Tamu-tamu itu langsung Amy salami. Arthur adalah tetangga rumah mereka dan merupakan teman sejak kecil Amy dan Jen. Ayahnya orang Inggris asli dan ibunya Manado. Ia seumuran dengan Jen sehingga mereka bisa dibilang lebih akrab. Namun saat masuk kuliah, Arthur memilih kuliah di Australia dan orang tuanya pindah ke Singapura. Maka Amy kaget saat ketiganya sekarang ada di depannya.

"Its been a very long time," ujar Amy ketika ia sudah duduk tepat di hadapan Arthur.

"It was," ujar Arthur, tersenyum.

"What brought you here?" tanya Amy penasaran.

"A plan, I guess," kata Arthur pelan, melirik orang tuanya dan orang tua Amy.

"Plan?" Amy mengerutkan kening.

"Lebih baik kita makan. Mengobrol sambil makan adalah hal yang menyenangkan," ujar Papi. Amy menurut. Kesembilan orang itu menikmati masakan rumahan khas buatan Mami.

Hidangan pencuci mulut dihidangkan dan saat itulah Papi mulai bersuara dengan nada serius.

"Jadi, malam ini keluarga kita, Jen, Amy, kedatangan tamu jauh dari Singapura," Papi memulai. Amy memandangi Papi dan Mr. dan Mrs. Watson. "Bukan datang tanpa tujuan tentunya."

Amy merasa ada sesuatu yang sedang dijalankan tanpa sepengetahuannya. Sehingga ia lebih memilih memperhatikan Cahaya yang sedang makan es krim sambil dipantau Jen.

"Amy, Arthur kemari untuk melamarmu," kata Papi.

"Apa?" Refleks Amy berseru kencang. Sadar bahwa responnya berlebihan, Amy menutup mulut. Dia dilamar? Lee mau dikemanakan?!

Arthur malah tertawa. Amy memandang semua orang dengan pandangan meminta maaf.

"Gak menyangka ya?" tanya Arthur.

Amy menggeleng. Tadi siang dia baru menangis bombay karena ditinggalkan Lee. Malam ini ia tiba-tiba dilamar oleh teman sepermainannya.

"Are you kidding, Arthur Watson?" bisik Amy tapi ia yakin seisi meja makan mendengar pertanyaannya.

"No," jawab Arthur santai.

"We just met again after almost 10 years! How could you propose me like that?"

"I have loved you longer than that," Amy bengong. "Kita gak usah nikah langsung, pacaran dulu boleh."

"Nice idea," seru Mami. Amy langsung melemparkan tatapan tak percaya pada Mami. "Amy, kamu sudah 28 tahun saat ini. Sudah waktunya menikah. Kamu juga sudah kenal dengan Arthur dan keluarganya. Apa lagi yang kamu tunggu?"

Sial sial sial! Hanya karena ia jomblo? Padahal Amy punya kekasih, Lee. Keksaih yang sekarang mungkin sedang bercengkrama dengan wanita lain juga.

"Mami..." Amy menggeram.

"Pacaran saja dulu dengan Arthur," Mami masih memaksa.

Amy mengalihkan pandangannya pada Arthur. Dia masih tersenyum. Arthur selalu jadi sosok yang baik dan ramah, juga jujur, pekerja keras. Tidak ada alasan menolak Arthur. Toh, Lee juga punya pacar yang lain.

"Baiklah,"

***

Fated to Separate - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang