26

19.4K 1.2K 8
                                    

Being a wife is no easy task. Arthur tak menuntut banyak dari dirinya tapi Amy merasa ia harus berusaha yang terbaik bagi pria yang menjadi suaminya itu.

Awal pernikahan, Amy baru mempelajari sifat Arthur yang sebenarnya. Mengingat mereka hanya saling mengenal sebagai seorang teman. Arthur bangun pagi pukul 5, tanpa banyak bicara ia akan keluar dan lari pagi. Saat mereka bulan madu di Bali, Arthur beropahraga di sekitar hotel. Saat mereka sudah kembali ke Jakarta, Arthur olahraga di treadmill.

Setelah olahraga, Arthur beristirahat sejenak lalu mandi, sarapan, dan berangkat ke kantor. Ia akan sampai di kantor pukul 8.

Dengan demikian kebiasaan Amy pun berubah. Ia bangun setelah Arthur bangun. Mempersiapkan sarapan selama Arthur berolahraga. Setelah itu Amy akan mandi lebih dulu lalu mereka makan sarapan bersama. Mereka berangkat menggunakan mobil masing-masing.

Malamnya, Arthur pulang selalu larut. Seringnya sih begitu. Amy usahakan agar ia tidak pernah lembur. Begitu sampai di apartemen, Amy akan mempersiapkan makan malam, mandi, lalu makan setelah Arthur kembali. Arthur sendiri akan makan setelah mandi. Setelah itu mereka naik ke tempat tidur, biasanya Amy menonton TV dan Arthur membaca buku.

Arthur sangat senang mendengar. Selama mereka bersama, Amy lebih banyak bercerita dan Arthur mendengar. Ia bantu menganalisa setiap Amy bercerita sesuatu yang aneh atau mengganggu. Seperti...

"Aku heran deh sama orang, kok udah tau macet masih aja mencet klakson. Kan udah jelas gak bisa maju," ujar Amy sambil menyendokkan nasi ke piring Arthur saat mereka makan malam.

"Kenapa? Tadi?"

"Iya. Aku kan lagi di Thamrin menuju kesini, orang-orang tuh ada aja yang nglaksonin. Kan udah jelas-jelas ini lagi ngantri. Mestinya diklakson tuh kalau aku meleng dan depanku kosong,"

"Semunya stres terjebak di kemacetan, Sayang. Jadi mungkin mereka melakukan sesuatu yang bisa menurunkan tingkat stres mereka dengan harapan menyelesaikan masalah. Makanya mencet klakson terus,"

"Tapi kan berisik," Amy manyun.

Arthur mengangkat bahu. "It was made for that purpose,"

Arthur juga sangat sayang pada keluarganya. Ia menelepon orang tua dan adik-adiknya minimal sehari sekali. Beberapa kali akhir pekan pun Amy habiskan bersama keluarga Arthur.

"Hei Amy," sapa Eliza, adik Arthur, saat mereka berjalan-jalan ke Dufan bersama.

"Hei Liza," Amy balas menyapa, mencium pipi kiri dan kanan Liza. "Hei Kevin,"

Kevin, putra Liza yang berusia 3 tahun menoleh padanya lalu tersenyum. Setelah itu ia pergi menghampiri ayahnya.

"How's life?" tanya Liza, mereka berdua berjalan bersama menuju wahana pertama.

"Good, I guess," Amy manggut-manggut.

"Nice then. Kapan ngasih temen buat Kevin?"

"Eh?" Awalnya Amy berpikir tentang bantu menyekolahkan Kevin. Lama-lama ia baru sadar bahwa yang dimaksud Liza adalah anak dari Amy dan Arthur.

"Oh," Amy salah tingkah. "I dont know Liza. We're just having the time for us both,"

Liza tersenyum. "Dont be too long. My brother must be wanting a son or a daughter."

Liza menepuk pundak Amy dan berlalu karena saat itu Kevin mwmanggilnya. Amy hanya meringis.

***

"I'm proudly said to my colleagues that my wife is very good at cooking," kata Arthur ketika mereka makan malam.

"Really? And they believe it?"

"Course. They said I gain some weight and I said its all because my wife,"

Amy tertawa. "Jangan sampai nanti kolegamu minta aku masakin juga."

"Oh bisa jadi. Ada yang bilang mau kumpul akhir pekan dan minta kamu yang masak,"

Amy tertawa lagi. "Kolega kamu yang mana?"

"Timku yang kerja untuk Kusuma Corp, ada beberapa dari Kusuma Corp juga, termasuk CEO-nya,"

Deg! Rasanya hati Amy tiba-tiba dipukul begitu keras. Arthur sengaja menyebut Kusuma Corp dan menyadari perubahan di wajah Amy.

"Oh," Amy salah tingkah. Mengaduk fetucininya tak tentu arah. "Ya, terserah kamu aja."

Arthur berhenti menggoda istrinya dan memilih untuk membicarakan hal lain.

***

"Nikah enak kan?" bisik Izza saat mereka turun lift sepulang kerja. Kali ini Arthur akan menjemput Amy karena mereka ada janji makan malam dengan atasan Arthur di kantor pengacaranya.

Amy tertawa. "Bisa-bisanya lo ngomong ini disini,"

"Buktinya lo gak segalak dulu," senggol Izza.

Amy menanggapinya hanya dengan tersenyum. "Doakan saja Za."

"Kapan-kapan double date yuk,"

"Boleh. Lo kabari aja gue nanti gue bilang Arthur,"

"Ada juga kalian berdua yang kabari gue kalian punya waktu kosong kapan,"

Amy tertawa lagi. "Yaaa, mungkin minggu depan kami belum ada jadwal,"

"Nice, kemana ya kita?"

"Belanja?" Any mengusulkan.

"Yah yang ada para suami malah bete," Mereka berdua lalu tertawa.

"Wisata kuliner aja kita ke Bogor,"

"Nice idea! Sekalian nginep aja semalem yuk,"

"Boleh Za,"

Tanpa sadar, mereka sudah sampai di lobby. Tampak Arthur sedang mengobrol dengan seseorang.

"Hei," sapa Amy.

"Hei sayang," Arthur menoleh. "Ini ternyata Dendi, temen SMA-ku. Dia kerja disini juga."

Amy berkenalan dengan teman Arthur yang tidak lama kemudian berlalu. Rupanya bagian Finance Nesiatel.

"Arthur, Izza ngajakin kita double date sama dia," Amy mulai bercerita. Di sampingnya, Izza mengangguk bersemangat. "Minggu depan gak kemana-mana kan?"

"Minggu depan? Boleh. Kemana?"

"Bogor," celetuk Amy dan Izza bersamaan.

Arthur memandanf kedua perempuan itu lalu tertawa. "Okay. Kita langsung berangkat yuk?"

"Ayo,"

"Kamu tunggu disini. Aku ambil mobil dulu,"

Setelah Arthur keluar, Izza berbisik di telinga Amy. "Kok lo gak manggil dia Sayang juga?"

Amy tertegun. Dengan cepat ia menoleh ke Izza. "Ada lo sih,"

***

Arthur sering memberi kejutan kecil untuk Amy. Seperti saat Amy pulang dari kantor dan ternyata Arthur sudah sampai lebih dulu. Di kanar sudah ada hadiah berisi peralatan make up lengkap.

"Siapa yang milihin ini?" Amy menyipit curiga.

"Bener ya istri itu curigaan," Arthur tertawa. "Aku cuma sering perhatiin make up yang kamu pakai, Sayang. Lalu aku foto dan beli."

"Oh," Amy tersipu malu. "Makasih ya,"

Arthur mengangguk. Matanya berkilat-kilat, jarinya mengetuk bibirnya. Amy tertawa, menaruh kadonya lalu mencium bibir sang suami.

***

Fated to Separate - END (GOOGLE PLAY)Where stories live. Discover now