Bagian 3

28.9K 2K 61
                                    

Acara MOS telah selesai dan itu berarti acara belajar telah di mulai. Gue lebih memilih jika acara MOS di perpanjang dari pada acara kegiatan belajar mengajar di adakan. Acara kegiatan belajar mengajar? Yang benar saja gue menamai ini dengan acara. Ini kegiatan yang akan terus berlangsung.

Gue disini bukan hanya berkegiatan untuk belajar tapi juga menghindar. Gue akan mencoba untuk menghindar dan mencuekkannya. Mencuekkannya jika di depannya. Untuk satu tahun ini gue akan mencoba menjadi orang lain bagi dirinya.

"Mau ke kantin?"Tawar Thomas.

Tempat yang sangat gue hindar. Tempat yang sangat gue malas kesana. Kenapa? Karna Lucy dan teman-temannya juga sering kesana.

"Gue di kelas aja,,"jawab gue.

"Sejak kapan lo jadi malas ke kantin?"Tanya Adlan.

"Biasanya lo juga yang semangat kalau ke kantin,,"ucap Thomas.

"Lo lagi diet?"Tanya Mark.

Gue bediri, "Ayo"

Mereka belum mengerti tentang situasi gue. Padahal gue sudah menjelaskan semuanya secara mendetail. Maupun Adlina atau mereka bertiga. Katanya mereka sohib gue, tapi mereka tidak mengerti gue. Nasib jeleknya gue mempunyai sohib yang tidak mengerti.

"Lo pesan apa?"Tanya Mark ke gue.

Gue menggeleng, "Gue lagi diet,"

"Serius lo?"Heran Thomas.

"Tumben banget lo diet, biasanya lo yang banyak mau makan,,"ucap Adlan.

Lagi-lagi mereka seperti ini, "Gue pesan jus jeruk aja, enggak usah banyak tanya. Lama-lama lo semua kayak cewek, cerewet"

"Jadi lo bilang kalau cewek itu cerewet?"Tanya Adlina yang gue tidak tahu kapan disini.

Mampus gue. Kenapa gue mempunyai nasib yang jelek?

"Eh ada Adlina, sejak kapan disini?"Tanya gue.

"Sejak gue jatuh cinta sama dia,,"mau muntah gue, "Beb, lo mau apa?"

"Samain aja sama punya lo,,"jawab Adlina, dan Mark langsung pergi dari sini.

Adlina menepuk bahu gue, "Lo belum jawab pertanyaan gue,"

Thomas, Adlan dengan senang hatinya mereka menahan tawa. Sudah gue katakan, kalau kantin sekarang menjadi tempat yang ku hindari. Seharusnya gue menuruti kata hati gue, untuk tidak ke kantin.

Gue tersenyum semanis mungkin, "Cewek bukan cuman lo, Adlina,"

Adlina menaikkan satu alisnya, "Lucy cerewet enggak?"

Raut wajah gue menjadi datar saat mendengar namanya. Kenapa juga Adlina membawa namanya.

Thomas tertawa melihat perubahan wajah gue, "Kata kunci buat Ricky diam, bilang aja nama Lucy,"

Gue memutar bola mata, "Bacot lo semua,"

Mereka lagi-lagi tertawa melihat gue. Ini yang paling gue malas kalau ke kantin. Bukan hanya mereka tapi yang lain. Selain menjadi perhatian dari kakak kelas atau yang sepantaran, yang membuat gue terkadang risih.

Kedatangan Lucy ke kantin, membuat mereka lagi-lagi tersenyum jail ke arah gue. Dari sisi mana gue menganggap mereka sohib? Entahlah, mungkin gue salah memutuskan kalau mereka adalah sohib gue.

Gue memerhatikan setiap langkah Lucy. Dia mendekat ke arah meja kami. Untuk apa dia kemari?

Lucy menarik kursi dan duduk di antara Adlan dan Thomas. Apa dia tidak sadar, kalau gue ada disini? Apa dia sengaja, ingin memenasi gue? Lihat saja, gue tidak akan terpancing dengannya.

AftertasteWhere stories live. Discover now