Bagian 19

15K 1.3K 178
                                    

Sesuai permintaan Emily, kami tidak makan di restoran atau manapun. Emily langsung mengajak gue untuk pulang ke rumahnya. Dia memaksa gue untuk berkunjung. Memaksa gue untuk menunggu dia masak.

Permintaanya adalah, makan masakan yang dia masak sendiri. Biar hemat, katanya. Ya, gue hanya menuruti saja. Tidak mau juga berdebat, gue cukup lapar. Masakan Emily juga enak, tidak kalah dengan restoran terkenal. Gue beruntung karna hampir setiap hari, Emily mau membawakan makan siang untuk gue.

"Udah siap,"ucapnya.

Makanan yang dia masak, benar-benar sukses membuat perut gue tambah lapar. Benar-benar mampu membuat gue selalu ingin makan masakannya. Semoga saja istri gue nanti bisa sepertinya. Atau dia saja yang menjadi istri gue? Memangnya dia mau?

"Lo memang sudah cocok jadi seorang ibu atau istri,"puji gue.

"Gue belum ada calon juga, jadi selagi menunggu calon lebih baik gue belajar lagi dan lagi,"jawabnya.

"Kode ya?"tanya gue.

Emily mendelik ke arah gue, "Enggak ada kode-kodean, lo pikir apa,"

Gue dan Emily memghabiskan makan malam berdua. Saling membagi cerita satu sama lain. Mengobrol banyak hal yang belum kami bicarakan. Saat selesai makan, kami duduk di ruang tengah. Menonton sebuah film yang dia pilih.

Di saat gue lagi serius menonton, bunyi HP pertanda ada pesan menganggu konsentrasi gue. Ada pesan masuk dari Dylan, benar-benar menganggu. Kenapa gue punya adik yang selalu menganggu gue saat sedang berduaan dengan seseorang?

Bang Ricky, kak Lucy ke rumah dia nangis di depan mama. Balik cepat, jangan kelamaan perginya.

Sukses membuat gue terbatuk dengan sendirinya. Untuk apa juga Lucy ke rumahnya? Yang lebih penting, untuk apa dia nangis di depan mama?

"Lo enggak apa-apa Ricky?"cemas Emily.

Gue menggeleng, "Gue harus pulang, ada hal penting,"

"Ya udah, kalau penting cepatan pulang,"ucap Emily langsung.

"Oke, maaf ya gue langsung pulang enggak bisa nemenin lo nonton,"sesal gue.

Bukannya apa, Emily malah mendorong gue ke luar rumah. "Udah, lo ada hal penting banget kayaknya sampai gitu tadi responya. Gue enggak apa-apa, yang penting lo selesaikan hal itu dan hati-hati di jalan,"

"Maaf sekali lagi,"ucap gue sebelum pulang.

Gue beralari ke arah mobil dan langsung menghidupkan mesinya. Menjalankan mobil dengan kecepatan tinggi. Sebenarnya, ada apa? Kenapa Lucy nangis? Ada apa juga antara mama dan Lucy? Apa jangan-jangan, Lucy udah tahu semuanya?

Gue sama sekali tidak memikirkan sekitar. Kecepatan yang gue pasti benar-benar cepat. Gue beruntung, karena rumah Emily yang memang tidak jauh dari rumah.

Gue memakirkan mobil di halaman dengan sembarang. Masih ada mobil Lucy. Tanpa mengunci mobil, gue berlari ke dalam rumah. Terlihat di ruang tamu, Mama yang sedang duduk di kursi dan Lucy yang menangis di kaki mama. Dapat di pastikan kalau Lucy sudah tahu semuanya. Terlihat mama juga yang bingung bagaimana memberhentikan Lucy menangis.

"Dari kapan? Kenapa juga dia?"bisik gue ke Dylan yang berdiri tidak jauh dari mereka.

"Dari Dylan SMS, dan Dylan sama Mama juga enggak tahu kenapa kak Lucy gitu. Kak Lucy datang langsung nangis dengan posisi itu,"jelas Dylan.

Gue berdehem, menandakan kehadiran gue disini. "Lo kenapa? Udah tahu semuanya?"

Hanya ada tangisan yang terdengar dari Lucy. Saat gue mendekat, yang ada gue yang di tatap Mama dengan ancaman jangan mendekat. Salah lagi gue.

AftertasteWhere stories live. Discover now