Bagian 16

19.1K 1.3K 83
                                    

Gue melihat dokumen rumah sakit dengan malas. Seminggu setelah gue berada disini, gue sudah di hadiahkan dokumen tentang jalannya rumah sakit ini. Seperti kata Ashley, 3 hari kemudian gue langsung di naikkan menjadi wakil direktur. Sebenarnya gue kesini untuk menjadi seorang dokter bukan wakil direktur.

Liburan? Ya gue butuh yang namanya liburan. Sepertinya kata-kata liburan sulit gue gapai. Kenapa? Karena dapat jam kosong sebentar saja rasanya gue sudah bersyukur. Kerjaan gue bukan hanya satu saja disini. Selesai mengerjakan yang ini, ada lagi yang harus gue kerjakan.

"Masuk,"ucap gue ke seseorang yang mengetok pintu.

"Hi, udah lama nunggunya enggak?"tanyanya yang membuat gue melihat ke dia yang masuk.

Gue tersenyum bahagia, "Udah, perut gue sampai bunyi-bunyi nungguin lo,"

Emily tertawa mendengar ucapan gue, "Kalau gitu, ayo makan. Jangan ngelihatin kertas aja,"

Gue ikut duduk di dekat Emily, lebih tepatnya di depannya. "Sebenarnya, gue dari tadi enggak ngelihatin kertas aja. Lo mau tahu enggak, gue ngelihat apa aja?"

Emily melotot mendengar pertanyaan gue, "Stop, kita mau makan. Jangan ada bahas gituan,"

Keuntungan pertama yang pernah gue rasain. Gue selalu di bawakan makan siang sama Emily. Sebuah keuntungan yang besar dan gue sama sekali tidak menolak hal ini. Gue menerima dan selalu menunggunya. Ingat, gue tidak mau membuang kesempatan untuk kedua kalinya.

Gue dan Emily terkejut saat mendengar pintu yang di buka begitu saja. Seperti biasa, tidak ada orang lain yang berani membuka pintu ruangan gue tanpa mengetuk terlebih dahulu. Kalian pasti tahu siapa dia.

"Kak Ricky, gue mau bilang...,"Ashley terdiam saat melihat gue tidak sendirian, "Eh, gue enggak tahu ada kak Emily,"

"Lo kenapa kesini? Ada perlu ap?"tanya gue ke Ashley.

Ashley langsung tersenyum dan menggeleng, "Gue pergi dulu, oh ya kak Emily. Jangan lupa janji kita, nanti malam ya,"

Dan dia pergi begitu saja. Seharusnya gue kurung aja itu orang di rumah tunangannya. Atau, gue suruh dia kerja di tempat tunangannya aja. Gue jahat sekali, Ashley kan selalu membantu gue.

"Ricky,"panggil Emily menyadarkan gue, "Di makan, bukan di lihatin aja,"

Gue mengambil makanan yang sudah di siapkan Emily, "Iya Emily, gue makan,"

"Oh ya, lo dengar kan tadi kata Ashley tentang janji nanti malam?"tanya Emily di sela-sela makan.

Gue mengangguk, "Dengar, kenapa?"

"Lo ada jadwal atau kerjaan enggak nanti malam?"tanya Emily.

Gue mencoba mengingat apa yang harus gue lakukan hari ini, "Jam berapa?"

"Sekitar jam 8, ada enggak?"tanya Emily penuh harap.

Kalau memeriksa dokumen mungkin tidak akan selesai sampai malam, atau besok. Kebetulan nanti malam minggu dan gue belum pernah beristirahat atau tidak bekerja. Lebih tepatnya, gue belum pernah refreshing. Jadi, lebih baik gue menerima tawaran Emily. Bisa membantu gue menghilangkan kejenuhan juga.

"Enggak ada, kenapa?"jawab gue.

Mata Emily berbinar saat gue menjawab, "Ashley nawarin gue nampil di cafenya malam ini, gue kan belum akrab dengan Ashley jadi gue minta lo temanin. Gue juga..,"

"Pelan-pelan ngomongnya,"potong gue, Emily terlalu bersemangat yang entah kenap membuat gue juga senang.

"Ashley nawarin gue nampil di cafenya malam ini, gue sama lo kan udah lama enggak nampil bareng. Jadi, lo mau enggak nampil bareng gue?"ucapn Emily sepelan mungkin.

AftertasteWhere stories live. Discover now