Bagian 17

16.9K 1.4K 112
                                    

"Ricky,"gumam Lucy.

"Lo ikut gue,"ucap gue tegas, menandakan tidak ada penolakan.

Gue membuka pintu mobil dan menyuruhnya masuk. Masalah apapun, harus di selesaikan malam ini juga. Dia tidak ingin menyiakan kesempatan begitu saja. Mau bagaimanapun, dia harus mencari jawaban untuk semuanya. Gue harus mendengar semuanya langsung dari Lucy sendiri.

"Ricky, lo kan tadi sama Emily. Emilynya gimana? Lo tinggal gitu aja? Lo nyuruh dia pulang sendirian? Lo enggak kasihan?"tanya Lucy saat kami di dalam mobil.

Gue langsung mengambil HP dan meminta tolong ke Ashley untuk mengantar pulang. Saat mendapat balasan mereka mau menolong gue, gue memberikan HP gue ke Lucy.

Gue menoleh ke arah Lucy yang masih melihat HP gue, "Udah?"

"Tapi, lo enggak kasihan dengan Emily? Lo tinggal dia gitu aja?"tanya Lucy masih tidak terima.

Gue mengrem mendadak, "Lo dengerin gue, gue nanti bisa minta maaf sama Emily. Sekarang, lo diam dan lo pikirin semua masalah kita. Gue maunya kita omongin baik-baik semuanya, enggak saling menghindar,"

Lucy menatap gue dengan tanda tanya, "Apa masalah kita Ricky? Bukannya udah selesai?"

"Apa yang lo bilang selesai, bagi gue itu belum selesai,"jawab gue dengan tegas.

"Kalau gitu, lo mau bawa gue ke mana? Kenapa enggak nyelesain disini aja?"tanya Lucy pelan, entah kenapa Lucy jadi seperti ini.

Biasanya Lucy selalu teriak. Tidak pernah sedikitpun diam saja atau menurut kalau di ajak ke tempat yang dia tidak inginkan. Berbeda dengan sekarang, Lucy seakan mau saja di ajak kemana gue pergi. Tidak seperti biasanya.

"Ke sini, ayo turun,"jawab gue saat sudah sampai ke tempat yang gue bisa nyaman ngomong dengan Lucy.

Lucy menghela napasnya, "Gue enggak bisa lama-lama,"

Gue melihatnya dengan heran, "Lo turun aja,"

Gue membawa Lucy ke taman yang cukup terang dan tidak terlalu ramai. Yang ada kalau ramai, bisa-bisa di bilang gue sama dia lagi berantem. Tapi, memang kenyataan lagi berantemkan? Bukan, gue sama dia lagi mencoba meluruskan semuanya.

"Lo berdiri diam di depan gue, enggak perlu melakukan apa-apa,"gue menatapnya dengan tatapan jangan menjawab, gue mengeluarkan surat dan memperlihatkannya, "Gue mau jawab pertanyaan lo disini,"

Lucy masih saja diam dan menunggu gue mengucapkan kata-kata selanjutnya. Gue mengingat apa saja pertanyaan di surat ini, "Gue baik dan enggak ngelakuin kebodohan yang sama untuk kedua kalinya, gue mau nerima lo lagi, gue mau melupakan semua kejadian dulu asal lo juga mau dengar semuanya dari gue sendiri bukan lo cari-cari hingga lo capek sendiri,"

Lucy tersenyum aneh, "Pertama, gue enggak capek cari bukti. Kedua, gue lebih baik capek dari pada gue dengar dari lo. Ketiga, gue ngerasa isi surat itu beda,"

Kenapa Lucy jadi begini lagi? Sifat dia dan sekarang berbeda. Baru saja gue melihat Lucy yang biasanya beberapa detik yang lalu dan sekarang berubah lagi. Apa Lucy sengaja memancing amarah gue? Dia sukses membuat gue tertawa. Gue tersenyum ke arahnya dan menyerahkan surat itu ketangannya.

"You don't like me again? Cool, cause I don't wake up everyday to please you,"Ucap gue kesal dan meninggalkannya begitu saja.

Kacau. Apa yang sebenarnya ada di pikiran Lucy? Kenapa dia jadi seperti itu? Gue rasa ada yang salah dengan dirinya. Dan ada yang salah dengan diri gue untuk pertama kalinya. Sejak kapan gue meninggalkan seorang perempuan di taman dan gue yang membawanya kesini.

AftertasteWhere stories live. Discover now