Bagian 21

14.2K 1.3K 231
                                    

Gue tahu Ricky, gue sebenarnya sadar kalau kita enggak akan bisa mempunyai hubungan lebih dari teman

Ucapan Emily terus menerus menghantui pikiran gue. Tidak pernah hilang untuk sebentar saja. Bahkan mengijinkan gue untuk beristirahat. Kata-katanya yang mungkin membuat dirinya sendiri sakit. Apa gue salah memilih pilihan ini?

Gue melihat kertas yang dari tadi hanya di pegang gue, tanpa gue baca. Bahkan untuk bekerja saja, gue tidak mampu untuk berkonsentrasi. Udah gue bilang, kalau kata-katanya terus terdengar. Apa yang harus gue lakukan sekarang?

Gue memijat kening yang terasa benar-benar sudah pusing. Banyak yang harus gue pikirkan dan itu memang penting. Hanya saja, ucapan Emily terus berputar seperti sebuah nyanyian. Mungkin itu menunjukkan kalau ucapannya penting. Secara tidak langsung, mengatakan kalau dia sakit hati. Apa gue pernah mengatakan secara langsung, kalau gue memberi dia harapan? Gue harap tidak.

"Masuk,"jawab gue mendengar ketukan yang dari tadi terdengar dan tidak berhenti.

Seseorang yang gue rasa, bekerja dj bagian dapartemen atau yang mengurus tentang rumah sakit ini datang lagi ke gue membawa lebih banyak berkas. Cobaan apa lagi ini?

"Ini pak, ada berkas yang perlu di periksa dan di tanda tangani?"ucapnya sopan.

"Kenapa banyak sekali berkas yang di berikan ke saya, kemana pak direktur?"keluh gue.

Dia melihat gue aneh, mungkin aneh karna gue menanyakan orang tua sendiri ke dirinya. "Pak direktur mengambil cuti beberapa hari pak, jadi sementara ini tanggung jawab ada di bapak,"

Benar-benar sebuah cobaan, "Kalau gitu, tolong kosongkan atau berikan operasi yang saya tangani dari jam 2 ke atas.

Dia mengangguk, "Ada lagi yang bisa saya bantu pak?"

Gue butuh keluar dari ruangan ini, "Dan dari jam itu, saya tidak akan ada di rumah sakit. Saya mau keluar dan semua berkas ini, besok bisa kamu jemput kesini,"

"Baik pak, saya permisi dulu,"pamitnya.

Satu operasi lagi dan setelahnya, gue harus keluar dari tempat ini. Gue mengganti baju dengan baju untuk operasi. Semoga saja pikiran gue tidak terganggu dengan kata-kata Emily nantinya.

Hal peryama yang harus gue lakukan adalah membersihkan tangan sampai benar-benar tidak ada kuman. Tentu saja gue harus bersih. Mau bagaimanapun, gue nanti akan membedah orang.

Fokus. Jangan ada sedikitpun kata-kata Emily yang terdengar. Kalau sampai ada, bisa-bisa gue tidak fokus. Ayolah, beberapa kali gue harus memejamkan mata dan membukanya kembali untuk fokus.

"Kak, lo kenapa?"tegur Ashley, gue hanya meliriknya sebenta, "Kalau lo ada masalah dan itu ngebuat lo enggak fokus, lebih baik ganti dokter,"

Ayolah, hanya sebuah kata-kata seperti itu. Gue mencoba melihat pasiennya dan mencermati lagi, apa yang harus gue lakukan. Ayo Ricky, lo pasti bisa. Lihat, pasien lo yang mungkin seumur dengan mama lo lagi sakit dan butuh gue buat operasi. Dengan keyakinan gue memulai operasinya.

Gue menyadari kalau Ashley memerhatikan gue dengan cemas. Ashley sebagai dokter anestesi, membuat gue sering bersama saat mengoperasi seseorang. Maklum saja, mereka sering sekali mengatakan kami pasangan dan berimbas jadi seperti ini. Gue tidak masalah karna gue bisa bekerja sama dengan Ashley.

○○○○

Ashley menyender di dinding dan memerhatikan gue yang sedang mencuci tangan, "Lo kenapa sih kak? Cerita ke gue?"

"Dua anak yang lo ceritain waktu itu, ada di mana?"tanya gue mengalihkan pembicaraan.

Ashley mengerutkan keningnya, "Ada di ruangannya lah, kenapa? Cerita ke gue kali,"

AftertasteWhere stories live. Discover now