Bagian 14

19.8K 1.5K 400
                                    

Sebuah sinar telah membimbingnya menjadi lebih baik. Kehidupan baru sudah ada di depan matanya. Sesuatu yang baru, yang harus dirinya jalani. Tidak memikirkan seseorang dari masa lalu. Melupakannya dan tidak menjadikan dia sebagai kelemahan dirinya.

Gue menghela napas, akhirnya dirinya kembali ke Indonesia. Setelah sekian lama tinggal di negara asing, dia kembali kesini. Mungkin sebuah awal yang baik. Gue memang tidak yakin tentang semuanya. Hal baik yang gue maksud adalah memulai semuanya dari awal.

Gue tidak membawa barang yang banyak. Karna barang-barang gue sudah di kirim, sebelum pulang. Gue lebih lama tinggal di sana, dari pada dua teman gue. Semuanya karna kesalahan gue yang dulu. Gue yang terlalu mendalami apa itu rasa sakit. Gue yang hampir saja merusak diri sendiri. Intinya sekarang, gue sudah sadar dan tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama.

Saat gue mencari keberadaan adik gue, yang katanya menjemput. Gue tidak tahu sama siapa dia menjemput. Yang jelas, tidak mungkin dia sendirian. Umur 14 tahun, tidak akan mungkin di perbolehkan dengan orang tua gue membawa mobil sendiri. Di saat itu, gue menabrak seorang perempuan yang sedang memainkan HPnya.

"Maaf,"ucap gue, karna memang gue yang salah.

Saat gue melewatinya tanpa mendengar jawaban darinya, dia memanggil gue. "Ricky?"

Gue berbalik arah, melihat dia yang memakai kaca mata hitam. "Iya?"

"Lo enggak ingat sama gue?"tanyanya yang membuat gue bingung.

Gue mengerutkan kening, mencoba mengingat dirinya. "Hm, gimana ya? Bukan enggak ingat, tapi..,"

"Gue yang dekat sama kalian? Teman sebangku adlina? Yang bantuin adlina ngerjain kalian? Enggak ingat? Ya udah bye,"potongnya yang langsung pergi gitu aja.

Gue tertawa kecil saat mengingat gaya bicaranya yang masih sama. "Ingat yang bilang jangan lupain gue, tungguin gue pulang,"

Emily kembali menoleh ke arau gue, "The best deh lo ricky, yang lain mana?"

Gue mengangkat bahu, "Mungkin pada kerja di luar negri semua,"

"Yah giliran gue balik lo semua pda nyebar entah kemana,"ucap Emily sedih.

Gue melirik ke bawaannya, "Itu gitar?"

Emily mengangkat gitarnya, "Yaps, gue sesampainya di sana nyalurin hobi gue. Lo masih sama enggak hobinya?"

Gue tersenyum kecil, masa lalu kembali lagi. "Masih, cuman udah jarang gue salurin,"

Emily mengerutkan keningnya, "Memangnya kenapa? Lo sibuk kerja juga?"

Ricky menggeleng, "Gue aja baru lulus, ternyara gue yang enggak paling pintar di antara mereka semua,"

Mata Emily berbinar mendengar kata-kata lulus, "Lo kuliah apa? Dokterkan? Jangan bilang bukan?"

Gue mengacak rambutnya, "Lo masih ingat aja, gue kuliah dokter Emily,"

"Hehehe, pastilah gue ingat asalnya lo sih. Btw, lo di jemput siapa?"tanya Emily.

"Adik gue, lo?"jawab gue.

Emily memperlihatkan HPnya, "Dari tadi enggak ada yang bisa di hubungi,"

"Kak Ricky,"teriakan dari seseorang membuat gue tidak jadi mengajak Emily untuk pulang bersama.

Ashley dan Dylan, berjalan ke arah gue. Cuman mereka berdua, yang benar-benar kebetulan. Tidak ada Thomas, mungkin dia sedang ada kerjaan.

Emily melihat Ashley dengan tanda tanya, "Lo pacar Ricky?"

AftertasteWhere stories live. Discover now