Bagian 18

17.6K 1.3K 111
                                    

Sinar matahari menghiasi kamar yang sudah lama tidak di tempati. Mata gue beberapa kali menolak untuk dibuka. Terlalu silau dan malas. Ingin melanjutkan tidur, sayangnya gue sadar akan sesuatu. Gue ingat kalau hari ini, gue sudah berjanji mengajak Emily pergi.

Lumayan, selain membayar rasa bersalah, tujuan gue pergi adalah untuk melepaskan kejenuhan dari bau obat-obatan di rumah sakit. Seminggu ini lagi-lagi gue benar-benar sibuk, mungkin akan berlanjut sampai minggu-minggu yang akan datang. Hari-hari gue di sibukkan dengan operasi, kertas dan pasien. Yang mewarnai hanyalah kadang sifat pasien yang membuat gue tertawa saat mengecek mereka, Ashley dan tentu saja, Emily yang selalu membawa makan siang.

Setelah mandi dan tentunya memakai baju, gue mengirim pesan ke Emily. Memberitahu bahwa sebentar lagi gue akan menjemputnya agar dia bersiap-siap. Tujuan gue hari ini sederhana, hanya berjalan di tempat-tempat yang bisa di kunjungi dan tidak macet.

Saat gue turun, kedua orang tua dan adik gue sudah ada di meja makan sedang sarapan, ya tidak mungkin makan siang. Mengingat ini masih pagi dan gue tidak tahu Emily sudah sarapan atau belum. Lebih baik gue

"Pagi semua,"sapa gue.

"Mau kemana bang?"tanya Dylan.

Nasib punya adik yang terlalu penasaran dengan urusan gue, "Kemana aja boleh,"

"Pulangnya jangan dini hari,"canda mama.

"Kalau pagi boleh berarti ma?"tanya gue yang ikut bercanda.

Mama mencubit tangan gue, "Walaupun kamu sudah dewasa, jangan ada ke club atau main-main yang aneh-aneh,"

Jleb, gue dulu mainnya ke club padahal umur gue lebih muda dari sekarang. "Iya ma, Ricky enggak janji,"

Mama mendelik ke arah gue, "Awas aja kalau sampai mama tahu,"

Gue mengambil roti yang sudah di siapkan, "Ricky pergi dulu,"

Setidaknya jika Emily sudah sarapan, perut gue tidak terlalu merasakan apa yang dinamakan lapar. Gue biasanya makan banyak juga. Kalau Emily belum sarapan berarti keberuntungan gue. Belakangan ini, gue memiliki hobi baru. Hobi makan, tenang makannya bukan makan orang.

Pagi hari belum terlalu ramai karna ada sebagian tempat yang tidak memperbolehkan membawa mobil. Selain itu, jarak rumah gue ke Emily juga tidak lumayan jauh. Jalan yang bisa gue lalui juga jarang terkena macet.

Saat di depan rumahnya, gue memberikan pesan ke Emily menandakan gue sudah sampai. Kalau masuk, rasanya kurang sopan. Emily tinggal di Indonesia bersama kakek dan neneknya, orang tuanya masih berada di luar negri. Sedangkan, kemarin Emily bilang kalau kakek dan neneknya sedang pergi keluar kota jadinya dia sendirian. Kalau gue masuk, nanti di bilang apa.

Emily keluar dari rumahnya dengan senyum ceria. Tidak memakai dandanan yang terlalu mencolok, memangnya mau kemana? Selalu dengan gaya santainya. Ada sesuatu yang dia bawa, sebuah kotak besar. Emily mengetok kaca mobil gue, menyuruh gue membuka kunci bagasi belakang.

Setelah memasukan barang yang dia bawa, Emily masuk ke dalam mobil dengan senyum yang dari tadi terukir di wajahnya, "Hi, kenapa enggak masuk aja?"

Gue langsung memutar mobil ke jalanan lagi, "Katanya lo sendirian, kalau gue masuk nanti di kira ngapa-ngapain lo,"

"Yang gue maksud sendirian itu kan kemarin, kemarin bibinya pulang kalau sekarang udah balik,"ucap Emily.

"Guekan enggak tahu, lain kali gue mampir deh,"janji gue.

"Nanti, waktu pulang mampir aja dulu,"paksa Emily.

"Iyaya, sekarang kita mau kemana? Sarapan dulu?"tawar gue.

AftertasteOnde histórias criam vida. Descubra agora