Bagian 13

19.1K 1.6K 117
                                    

Jika waktu kembali.
Akankah kenangan terhapus?
Kata-kata yang tidak bisa aku katakan.
Apakah dia tahu kata-kataku?

Aku membuatnya merasa lelah.
Membuatnya hidup dalam air mata.
Hatiku terasa menyesal seperti ini.
Jika aku bisa kembali, akankah aku bertahan lagi?

Aku merasa kalau dirikulah yang perlu di salahkan.
Melepaskannya ketika dia mau memperbaikinya.

Seperti kata orang.
Penyesalan selalu datang di akhir.

Sekarang, aku menyesal melepaskannya.

Menyesal karna tidak mengatakan apapun.
Menyesal karna tidak mengatakan tentang perasaanku.
Menyesal karna tidak mampu menahannya.
Menyesal karna dirikulah yang menyebabkan dia pergi.

○○○○

Gue berdiri di atap rumah yang kami sewa disini. Menatap langit yang terlihat sangat mendung sehingga tidak terlihat satupun bintang. Mendungnya langit seakan mencerminkan suasana hati gue. Hati yang sudah sangat lama hidup dalam suasana kelam.

Suasana yang sangat mencekam. Seperti ada sebuah pisau yang hanya berjarak 1 mm di depan hati. Pisau yang sangat siap untuk menusuk hati ini.

Mencoba selalu hidup dalam situasi seperti ini. Mencoba selalu kuat dalam segala hal. Mencoba melupakan semuanya. Mencoba menjauhkan pisau itu. Mencoba untuk melawan pisau itu. Mencoba untuk bertahan dan melawan pisau itu.

Tidak ada yang tidak mungkin, bukan?
Kemungkinan dia tidak bisa melawan pisau itu, bisa saja. Bisa saja dirinya terbunuh dengan sendirinya. Atau, dirinya berhasil melawan pisau itu dan kembali lagi seperti dulu.

Jika ada kesempatan, gue ingin mengulang semuanya. Memperbaiki kesalahan dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Mungkin tidak mengulangi kesalahan yang sama, tapi melakukan kesalahan yang baru. Itulah manusia.

Gue masuk ke dalam lagi saat sudah merasa cukup. Cukup untuk merasa tenang akan segalanya. Hidup gue sudah bisa di katakan, tidak ada sebuah ketenangan. Ketenangan yang di dapat mungkin sudah hilang entah kemana.

Tidak bisa menyelamatkan atau membantu orang lain karna diri gue sendiri saja sudah rusak. Ya, gue yang merusak sendiri. Gue yang mengacaukan hidup gue sendiri. Ini mungkin bukan pilihan hati nurani gue sendiri tapi, ini pilihan dari pikiran yang sudah gila.

Bunyi HP membuat gue sadar akan sesuatu. Sadar akan hidup yang sebenarnya. Hidup yang mungkin gue lewati dengan percuma saja. Hidup yang selama ini gue sia-siakan.

Thomas

Untuk apa Thomas menelpon gue di malam hari seperti ini? Menceramahi gue lagi? Atau mau melarang gue? Lebih baik gue mematikan HP sebelum gue mendengar semua omongannya. Seharusnya dia menghabiskan waktu liburan dengan Ashley, bukannya menelpon gue.

Mengatakan lebih mudah dari pada melakukannya. Melihatnya saja tidak akan pernah bisa menebak dan ikut merasakan sakit yang di rasakannya.

Hari ini lebih baik dirinya beristirahat, dari pada dia dipaksa pulang dengan Thomas. Gue salah memilih negara untuk kuliah. Seharusnya gue memilih negara di tempat yang dimana tidak ada sahabat gue. Bukan gue mau menjauh, melainkan gue mau bebas untuk beberapa tahun ini. Melepaskan semua beban yang ada.

Tidak ada yang salah bukan?

Bunyi bel membuat diri gue tidak jadi melangkah ke kamar melainkan ke depan. Perempuan, seseorang perempuan terlihat di depan rumah gue. Bukan Ashley, melainkan seseorang yang tidak gue kenal. Apa dia salah satu yang termasuk gue permainkan? Dia kesini ingin meminta pertanggung jawaban?

AftertasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang