Bagian 24

15.6K 1.2K 135
                                    

Cintalah yang akhirnya memilih. Memilih siapa yang harus dia pilih untuk di cintai selamanya. Cinta antara seorang laki-laki dan perempuan.

Cinta yang akan menunjukkan segalanya. Dan cinta ini memilih untuk seperti ini, tidak boleh lebih lagi. Karna dirinya bukan miliknya. Semoga keputusan inilah yang terbaik. Keputusan yang di harapkan tidak ada meninggalkan satu sama lain.

Terkadang perasaan cinta seperti timbul dan tenggelan. Kadang menguat, kadang juga menghilang dalam kegelapan.

○○○○

Gue sudah memutuskan semuanya, dan itu keputusan final. Tidak bisa di ganggu lagi atau apapun. Ya, inilah keputusannya. Keputusan yang menurutnya tidak terlalu menyakitikan. Hanya baginya.

Gue memeriksa beberapa berkas dan data pasien. Setelah ini, gue akan pergi ke tempat Lucy bekerja. Gue akan mengatakn keputusan itu secara langsung. Setelah ke tempat Lucy, baru gue menemui Emily.

Besok, Emily sudah pergi dari Indonesia. Jadi, semakin cepat semakin bagus. Gue tidak suka menggantung perasaan seseorang. Gue tahu pedih dan sakitnya gimana. Walau tidak sesakit seseorang yang akan di bedah badannya tanpa pembiusan. Oke, gue mulai berbicara hal aneh.

Intinya gue harus segera cepat selesai, agar semuanya bisa gue lakukan sesuai rencana. Tidak boleh ada yang menganggu dan tidak ada siapapun yang bisa merubah keputusan gue.

"Akhirnya,"ucap gue setelah memeriksa data terakhir.

Pintu ruangan gue terbuka begitu saja, memperlihatkan Ashley yang habis berlari. Mungkin.

"Ada pasien gawat kak, harus di operasi sekarang,"ucap Ashley cepat sekali.

Bukannya ada dokter lain? Guekan sudah minta ijin tadi, "Gue lagi enggak tugas, dokter lain aja,"

Ashley mengatur napasnya, "Masalahnya, dokter lain juga lagi operasi dan tinggal sisa kakak. Udah deh kak, ayo jangan banyak alasan lagi. Kasihan mereka,"

"Tapi gue mau pergi,"gumam gue.

Ternyata masih bisa di dengar Ashley, dia melotot ke arah gue. "Pentingan mana, nyawa orang atau kakak mau pergi? Cepetan deh,"

Semoga pasiennya tidak terlalu parah. Mana mungkin. Ayolah, gue pasti bisa melakukan semuanya sesuai rencana.

○○○○○

Setelah melakukan operasi darurat, gue segera mengganti baju dan harus pergi dari sini. Bukan takut karna ada pasien lagi, melainkan berkas yang mungkin akan datang terus menerus. Sepertinya, gue harus menyerahkan jabatan ini ke seseorang. Hanya sementara, sampai gue sanggup menanganinya sendiri.

Gue mengambil kunci mobil, HP dan dompet. Tanpa meminta izin lagi, gue langsung pergi. Gue sudah minta izin dari seminggu yang lalu, seharusnya ada dokter yang menggantikan gue. Gue malas membahas ini, malas menyalahkan pihak-pihak yang bertanggung jawab. Karna mereka pasti punya beribu alasan untuk menjawab pertanyaan gue, apalagi mereka sudah bekerja lebih lama di rumah sakit gue.

Saat gue sampai di butik Lucy, butik Lucy dalam keadaan cukup ramai. Bahkan saat gue masuk ke dalamnya, gue harus bersabar untuk mencapai tempat yang gue inginkan. Ini beneran sangat penuh.

Kemana Lucy? Gue memang sengaja tidak membuat janji terlebih dahulu. Biasanya, jam segini Lucy selalu berada di butik ini.

"Permisi pak, ada yang bisa saya bantu?"tawar pegawainya dengan ramah.

Gue rasa mereka seharusnya mengenal gue, "Itu, gue mau ketemu sama Lucy. Lucy adakan?"

Dia melihat gue aneh, hanya beberapa detik setelah itu dia tersenyum. "Oh ya, bapak yang sering kesini dengan bu Lucykan?"

AftertasteWhere stories live. Discover now