Kami

1.4K 87 3
                                    

Come stop your crying it will be alright. Just take my hand, hold it tight.

-Phil Colins (You'll Be In My Heart)-

2:00 p.m
Sekarang tante Dita sedang pergi ke Ikea. Calista sekarang sedang bersama Dika di taman bunga belakang. "Dik, toilet dimana ya?" tanya Calista. "Di deket kamar gue tuh. Yang ada gantungan pesawatnya." jawab Dika. Calista menggangguk.

Dia berjalan sambil membawa tasnya. Calista masuk ke kamar mandi untuk mencuci tangan. Setelah mencuci tangan, wanita ini melihat tas Dika tergeletak di kursi. Langsung saja Calista memasukkan pomade yang ia beli dan segera kembali ke taman.

4 bulan kemudian

4 bulan belakangan ini, hubungan Dika dan Calista renggang. Calista hampir frustasi karena Avi terus menerornya. 3 hari sejak pertemuannya dengan tante Dita, Calista putus kontak dengan Dika.

Pagi ini Dika hanya duduk sambil menatap skripsinya yang sedikit lagi selesai.

Belasan hingga puluhan pesan dari Avi masuk ke ponsel Dika. Dia hanya mengabaikan pesan tersebut. Sejak Dika tahu bahwa Avi telah berkata kasar kepada Calista, pramugari cantik itu perlahan mulai menjaga jarak darinya. Ya, Dika tahu itu dari Tara.

Kata Tara, Calista tidak ingin hubungan Dika dengan Avi rusak karena dirinya. Jadi, lebih baik dia mundur.

"Dik! Anterin mama ke rumah tante Nisa kuy!" entah kenapa, tante Dita jadi ikut-ikutan memakai kata kuy. "Mama pergi aja sama Driel. Aku lagi ngerjain skripsi." Dika menjawab teriakan mamanya itu. "Yaudah." kata tante Dita.

"Cal, lo besok flight sama mba Nad?" tanya Tara. Calista hanya diam sambil duduk di kusen jendela. "Cie Calis lagi galau." goda Tara. "Diem lah, Ta. Gue lagi gak pengen bercanda."

Seketika Tara diam. "Ya.. yaudah. Gu.. gue mau keluar du--lu." Tara secepat mungkin keluar dari kamar mereka.

Pemuda ini mengetikkan skripsinya sambil sesekali melihat televisi. "Sip. Tinggal print." gumam Dika. Dia lalu menyalakan printernya dan memasukkan beberapa lembar kertas. Sambil menunggu semua kertas itu tercetak, Dika mencoba mengirimi Calista pesan.

Mahardika: pagi :)

Calista tidak membalas. Dia hanya membaca pesan tersebut. "Kelar idup guwe." kata Dika, dia lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur.
Suara mesin printer berhenti. Dia bangkit dan mengambil kertas yang telah tercetak.

Calista membuka lock ponselnya. Dia tersenyum kecil melihat foto Dika saat mereka bersama 4 bulan lalu. Calista membuka path untuk melihat aktivitas teman-temannya. Baru saja dia ingin mematikan ponsel, sebuah panggilan tak dikenal masuk.

Dan calista menjawab panggilan tersebut.

"Halo." Calista memulai pembicaraan

"Ha.. halo. Ini Calista?" tanya orang asing di seberang sana.

"Yap. And ini siapa?"

"Gue Akbar."

"Akbar? Kapten Akbar Andita?"

"Nope. Gue Rafi Akbari Hadianto."

"Rafi Akbari Hadianto? Masih berani lo nelpon gue Raf?"

"Panggil Akbar aja, Cal."

"Akbar?! Itu panggilan waktu lo belum nyakitin gue!"

Spontan, Calista memutuskan telpon tersebut. Rafi Akbari Hadianto adalah seorang lelaki yang pernah menyakitinya saat SMA. Dia lah yang membuat trauma besar di hidup Calista.

Kenangan menyakitkan lah yang Akbar berikan kepada Calista.

Flashback on

Sore ini Calista sedang duduk di taman berdua dengan Akbar sepulang sekolah. "Cal, aku cari makanan dulu ya. Kamu tunggu di sini aja." Akbar meminta izin. Calista mengangguk. "Jangan lama-lama ya. Udah mau ujan."

20 menit berlalu. Akbar tak kunjung datang. Hujan sudah mulai turun. Sementara tidak ada tempat berteduh di taman ini kecuali sebuah pohon besar. Langsung saja Calista berdiri di bawah pohon itu.

Tapi, lama kelamaan tubuh gadis ini basah terkena air hujan. Dia sudah pasrah. Calista mengalihkan pandangannya ke luar taman.

Tampak mobil Akbar pergi meninggalkan taman ini bersama seorang wanita yang bisa di lihatnya karena kaca mobil Akbar tidak gelap.

Flashback off

Kenangan adalah ingatan yang cukup sulit dilupakan seorang manusia. Terlebih jika kenangan itu adalah masa lalu yang pahit, susah untuk di lepas.

"Coy, skripsi lo gimana?" tanya Dika kepada Ariq. Sekarang mereka tengah berada di Seven Eleven dekat rumah Calista. "Dikit lagi selese. Masa printer mak gue rusak karna gue pake ngeprint pagi, siang, sore, malem." jawab Ariq sambil meminum teh kotak. "Wakaka. Servis lah, Riq." Dika tertawa. "Iyadeh ntar gue servis." kata Ariq.

"Gue pengen cari kerja deh, Riq." kata Dika. "Yaudah kerja. Kalo lo ngelamar gue ikutan." Ariq lalu meletakkan ponselnya di atas meja. "Kalo gue ngelamar Calista lo mau ikutan?" canda Dika. "Hahaha, gue ngelamar tetangganya aja." Ariq tertawa. "Hm receh." kata Dika. "Serah lo aja dah. Yang penting hepi."

4:00 p.m

Ini sudah yang ketiga kalinya Akbar menelpon Calista. Dan dia terus mengabaikannya. Dan sekarang Akbar masih terus menelponnya. Akhrinya Calista mengangkat panggilan tersebut.

"Yap. Kenapa lagi Raf?" sebenarnya Calista malas dengan pria ini. "Please panggil gue Akbar." mohon Akbar. "Ya, oke. Kenapa lagi, Bar?" Calista menggulangi perkataannya dengan malas. "Cal, tolong gue. Plis." kata Akbar. "..." Calista hanya diam. "Cal, tolong banget. Please." Akbar masih memohon. "Minta tolong?" tanya Calista.

"Iya." jawab Akbar. "Lo minta tolong sama gue? Dulu, giliran gue yang minta tolong lo malah kabur." Calista menekan kata 'Dulu'. "Ya.. ya gak gitu." Akbar terdengar gugup.

"Oke. Gue banyak kerjaan, ya Bar. Jadi kasi tau apa mau lo dan ketemuan sama gue di cafe depan sekolah kita. Kita selesain disana" Calista adalah orang yang lebih suka menyelesaikan masalah dari pada membuat masalah itu berbelit-belit.

"Ta.. tapi gue gak ngajak ber.. berantem." nada bicara Akbar terdengar ketakutan. Calista tertawa. Dia tak habis pikir dengan apa yang lelaki ini pikirkan.

Hai! Chapt ini 866 kata dan aku greget sendiri nulisnya :v

✔Sky And UsWhere stories live. Discover now