Chapter 1 : Teman

40K 3.6K 275
                                    

SATU

"Kalo ada cowok ganteng ngasih lo boneka babi lucu sambil bilang gini 'Pas gue ke toko boneka, gue ngeliat ini dan langsung keinget sama lo, jadi gue beliin deh buat lo, terima ya!'. Lo bakalan marah atau seneng, Kak?"

Sedetik setelah pertanyaan itu lolos dari bibirku, Kak Adri langsung tertawa terbahak-bahak sampai nyaris jungkir balik dari sofa. Wadah pop corn di tangannya pun sampai terbalik hingga menyebabkan isinya berhamburan di sofa dan juga karpet ungu di bawah kami.

"Ih Kak, gue serius tau!" Aku mencebik kesal. Sejak tadi layar TV plasma 29 inch di depan kami menampilkan acara talkshow yang dibumbui lawakan khas komedian selaku orang yang membawakan acara. Mendengar celetukan-celetukan konyol dari sang komedian, Kak Adri paling cuma senyum-senyum atau terkekeh geli. Masa cuma mendengar pertanyaanku dia langsung tertawa heboh begitu? Padahal menurutku, pertanyaanku tak lebih lucu dari lawakan di TV.

Lihatlah sekarang, Kak Adri masih setia dengan tawanya. Mata sipitnya sampai tertutup rapat-rapat dan mulutnya terbuka lebar. Itu ekspresi tertawa paling tidak jaim sedunia.

"Kak Adriiiii, jangan ketawa dong. Gue nanya, bukannya ngelawak."

Pertanyaanku sebenarnya memang terkesan nggak penting, sih, tapi itulah yang kualami di sekolah tadi. Arka memberiku boneka babi berwarna pink yang terlihat lucu sambil mengucapkan kata-kata yang sama persis seperti yang kuucapkan pada Kak Adri barusan. Reaksiku menerima perlakuan seperti itu adalah menolak pemberian Arka tersebut sambil tertawa dipaksakan. "Wah, Ar, sialan lo, gue muslim nih, jadi nggak mau nerima segala jenis babi. Makasih!" Tanpa kurencanakan, suaraku terdengar sinis. Dan aku memilih bungkam sepanjang jam sekolah tadi.

"Hahaha, ya ampun, Gea. Cowok mana coba yang ngelakuin itu ke lo?"

"Cukup jawab aja, Kak. Lo bakalan marah atau seneng atau biasa aja?"

Beberapa detik kemudian, Kak Adri berhasil mengontrol tawanya. Terlihat wajahnya memerah karena kegiatan tertawa yang dilakukannya selama seperempat menit membuatnya banyak mengeluarkan energi.

"Biasa aja sih. Soalnya gue kan nggak mirip babi, jadi ya nggak usah ambil hati, ambil aja bonekanya!" Kak Adri masih nyengir-nyengir geli sambil memungut pop corn yang tadi jatuh ke sofa, lalu memasukkannya kembali ke dalam wadah.

Aku mulai merenungi jawaban Kak Adri. Iya juga sih, harusnya aku tidak tersinggung. Tapi...

"Tapi mungkin tanpa sepengetahuan lo, dia nganggep lo kayak babi. Dia sedang berusaha nunjukkin pendapatnya." Aku menyuarakan dugaanku.

"Aish, pikiran lo negatif mulu. Coba pikir, mungkin dia emang niat ngasih lo hadiah. Emang siapa sih cowok ganteng yang lo maksud itu? Calon pacar lo?"

"Temen," tukasku. Cuma temen.

"Yaela, yang namanya temen itu kan emang kadang suka nyablak aja. Mungkin maksudnya dia cuma ngelucu."

Aku manggut-manggut.

"Tapi dalam rangka apa dia ngasih lo boneka? Ultah lo masih lama, kan?"

"Kan udah gue bilang dia lagi ke toko boneka, liat boneka babi warna pink, lalu keinget gue. Dia beliin deh."

"Wah, gue mencium sesuatu yang mencurigakan nih. Mungkin dia suka sama lo dan pengin nunjukkin kepeduliannya dengan ngasih lo hadiah. Tapi karena gengsinya gede, ya alibinya pake boneka babi sambil bilang hal nyebelin kayak gitu."

Aku terdiam, otakku berusaha mencerna omongan Kak Adri lebih lanjut.

"Arka, ya?"

Just a Friend to You Onde histórias criam vida. Descubra agora