Chapter 12 : CoziCafe

16.6K 2.6K 414
                                    

Wah saya lagi baik, update dua kali sehari.
Selamat membaca!

***

Kafe yang dipilih Rafa letaknya sekitar dua kilo meter jauhnya dari sekolah. Nama kafenya CoziCafe. Ini adalah sebuah kafe bernuansa vintage yang ukurannya tidak begitu luas namun sangat cozy, sesuai dengan namanya. Ada mini stage di sebelah kanan dari pintu kafe. Mini stage itu diisi oleh sebuah band yang menyanyikan sebuah lagu jazz yang tidak kuketahui judulnya.

"Nggak terlalu ramai kalau sore begini," ucap Rafa setelah kami memilih tempat duduk di dekat dinding yang banyak tergantung lukisan maupun frame yang tertulis quotes-quotes keren. Spot yang begitu bagus kalau mau berfoto. Meskipun tidak duduk di tengah, dari sini, pemandangan orang bernyanyi, masih dapat kami nikmati.

"Lo sering kesini?" tanyaku.

Dari sekitar dua puluh meja, hanya 8 meja yang terisi pada sore hari ini.

"Pernah beberapa kali."

"Kalo malem ramai, ya?"

"Iya. Apalagi kalau malem minggu."

"Lo pasti pernah ngedate disini ya sama pacar lo makanya tau?" tebakku sambil terkekeh.

Rafa tertawa, "Nggak pernah. Gue kesini karena mau nonton temen gue manggung. Dan gue lumayan suka karena makanannya enak-enak."

"Temen lo siapa?"

"Vokalis di depan sana. Kakak kelas gue pas SMP yang jadi sohib gue sampe sekarang."

Aku menoleh ke arah yang dimaksud Rafa. Vokalis yang sedang menyanyikan lagu yang nggak kuketahui judulnya itu tampak tak menyadari kehadiran kami. Kalau dari penampilannya, dia memang terlihat agak lebih tua dari kami. Tubuhnya tinggi dengan rambut acak-acakkan. Wajahnya lumayan. Meski harus kuakui, Rafa lebih berkarisma.

"Pesen makan dulu yuk, baru lanjut ngobrol," kata Rafa.

Waitress datang menghampiri meja kami dan memberikan buku menu. Setelah aku dan Rafa menyebutkan pesanan kami, waitress itupun pergi.

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling kafe untuk menikmati lebih jelas nuansa nyaman yang ditawarkan. Sepertinya aku harus mengajak Lana disini. Dia kan pecinta segala tempat yang aesthetic begini, biar bisa foto-foto.

Cekrek!

Aku menoleh dan terkejut melihat kamera hape Rafa yang mengarah padaku. "Lo ngefoto gue, ya?"

"Yah, ketauan," kekeh Rafa kemudian. "Sorry, candidnya lagi cantik."

Mataku menyipit. "Apus! Jelek itu pasti!"

"Bagus kok, gue kirim ke LINE lo ya. Wait." Rafa mulai mengutak-atik ponselnya.

Satu LINE masuk ke hapeku. Ada pesan dari Rafa. Dia betul-betul mengirim fotonya.

Foto yang dia ambil tadi menunjukkan diriku yang sedang menoleh ke arah kanan, betul-betul candid. Bagus sih, background kafenya keliatan kerennya. Hidungku juga keliatan mancung disitu.

"Cantik, kan?" tanya Rafa sambil tersenyum menggoda.

Aku mencibir. Biar gimana pun, nggak mungkin kan aku turut mengakui kalau aku tampak lumayan disitu? Kemana perginya harga diriku?

Lagu yang dimainkan oleh band di depan sana berhenti. Aku dan Rafa sama-sama menoleh ke mini stage. Rupanya cowok yang jadi vokalis itu turun. Dari lagatnya, dia mau menghampiri kami.

Ternyata betul dugaanku. Rafa dan cowok itu kini berdiri berhadapan setelah sebelumnya bersalaman singkat. "Udah sembuh total lo sampe-sampe bisa nongkrong disini lagi?"

Just a Friend to You Where stories live. Discover now