Chapter 21 : Isyarat

23.2K 2.8K 769
                                    

Selamat membaca!❤️

Chapter 21

Semua anak kelasku kini sudah memenuhi ruang musik di sekolah. Menunggu giliran untuk tampil memainkan alat musik demi menjamin nilai UTS Seni Budaya.

Kami duduk lesehan di lantai. Di depan sana terdapat alat musik seperti drum, piano, gitar listrik dan gitar akustik, serta bass yang terletak di tempatnya masing-masing. Meskipun alat musik sudah disediakan oleh pihak sekolah, beberapa anak-anak kelasku memilih untuk membawa sendiri alat musik mereka. Seperti Rafa dan Dhanu yang membawa gitar mereka masing-masing, Widya yang membawa Ukulele-nya, serta Mela yang membawa biola.

Bu Eka, guru Seni Budayaku yang hari ini memakai pakaian serba merah sambil menenteng tas berlogo kereta kuda dengan warna senada masuk ke ruang musik dan duduk di sebuah kursi yang tersedia. Sudah ada tumpukan kertas di atas mejanya.

Kemudian, Bu Eka mengulurkan selembar kertas pada Akbar, meminta cowok itu untuk memulai presensi.

"Lima menit lagi kita mulai, ya. Siap-siap," ucap Bu Eka.

"Tampilnya berdasarkan absen, Bu?" tanya Akbar.

"Nggak, Ibu bakal pilih acak. Yang pertama tampil..." Bu Eka melihat kertas di atas mejanya. Aku langsung harap-harap cemas. Semoga bukan aku.

"Gea," timpal Arka yang duduk di belakangku. Spontan aku menoleh ke arahnya dan melayangkan pukulan maut ke bahunya.

"Rafa. Siap-siap ya, Raf," ucap Bu Eka. Seketika aku menghela napas lega. Kulirik Rafa yang semula duduk tak jauh dariku. Dia tersenyum padaku sekilas, kemudian dia beranjak dan pindah ke barisan paling depan. Dia melakukan itu agar dapat segera maju bila namanya kembali dipanggil.

"Untung bukan gue," ucap Lana yang duduk di sampingku.

"Lo mau gue rekam nggak pas tampil nanti?" tanya Arka dengan suara pelan.

"No, thanks," kataku malas.

"Rekam gue aja dong, Ar!" sahut Lana antusias.

Arka tersenyum sekilas, "Sori, untuk lo, gue nggak bisa. Nggak ada tripod, pegel."

"Ish, giliran sama Gea aja malah nawarin diri. Pilih kasih lo emang sama temen sendiri!" cibir Lana.

"Kalau Gea kan temen spesial."

Aku menoleh ke Arka, "Spesial gimana?" tantangku.

"My forever and always."

"Idih, udah kayak lagu Taylor Swift aja. Emang ada ya yang kayak gitu? Dia cuma temen lo, tau!" dengus Lana, ekspresinya mendadak kesal.

"Kok lo sewot sih?" Sebelah alis Arka terangkat.

"Cowok yang udah punya pacar nggak seharusnya bilang gitu ke cewek lain," balas Lana tanpa ragu.

"Santai, gue emang gitu kok sama Gea. Jess nggak bakal salah paham, ya nggak?" Arka berkata sambil menumpukan pergelangan tangannya di bahuku.

Aku cuma tersenyum miring tanpa arti. Jess duduk di barisan paling depan, bersama Mela. Aku tidak yakin bagaimana reaksinya kalau mendengar Arka mengatakan hal tadi. Mungkin dugaan Arka salah. Bisa jadi dia tidak bisa menerimanya begitu saja.

Lana berdecak. "Oke. Jess mungkin fine-fine aja. Tapi lo nggak mikirin Rafa, ya?"

"Eh?"

"Kenapa Rafa?" tanya Arka tak mengerti.

Just a Friend to You Where stories live. Discover now