Chapter 29 : Di Bawah Langit Malam

12.7K 2.2K 409
                                    

Chapter 29

Efek perkataan Jess seminggu yang lalu membuat mood-ku menjadi baik. Aku mulai berpikiran positif mengenai hubunganku dengan Arka. Mungkin memang benar, selama ini aku tidak terjebak friendzone sendirian. Arka sama halnya sepertiku, tidak mau mengakui bahwa perasaan ini ada karena takut merusak apa yang kami punya sekarang.

Hari ini libur sekolah. Aku bangun pagi dan melakukan jogging di sekeliling komplek bersama kak Adri. Selanjutnya, aku membantu membereskan rumah dengan semangat 45, sedangkan Kak Adri harus pergi menghadiri pesta pernikahan Reza dan Dira, teman sekelasnya yang sempat dia ceritakan di restoran sushi beberapa waktu lalu.

Setelah makan siang, Bunda mengajakku membuat brownies. Kata Bunda, dia baru belajar resepnya dari demonstrasi masak yang diadakan di rumah ketua RW kemarin. Selama berapa menit aku membantu bunda menyiapkan adonan. Ketika adonan sudah dimasukan ke dalam oven, kami mulai cleaning up alias bersih-bersih.

"Kemarin malem mama kamu telpon lho, dia suruh Bunda buat bujuk kamu ikut ke Bali," kata Bunda yang kini sedang menyimpan sisa bahan yang tak terpakai ke dalam lemari es.

Aku yang tadinya sedang meletakkan piring kotor ke wastafel langsung berbalik menatap Bunda. "Mama minta Bunda bujuk aku?" balasku memastikan.

"Iya."

Mamaku kayaknya memang niat banget mengangkutku agar ikut dengannya. Tadi pagi Kak Adri juga cerita bahwa dia ditelpon mama.

"Jadi, menurut Bunda aku harus pergi?" tanyaku pada kakak kandung mamaku ini.

Bunda balas menatapku dengan senyum keibuannya yang khas. "Bunda dukung semua keputusan kamu. Yang terpenting kamu bahagia."

Jawaban yang terdengar manis. Aku menyukainya.

"Aku nyusahin nggak sih Bun di rumah ini?"

"Yah nggaklah, sayang. Bunda malah seneng kamu nemenin kami disini. Lagian kamu juga udah kayak anak kandung Bunda sendiri. Adiknya Adri."

Tuhan memang adil, ya. Setidaknya Dia masih mengirimkanku sosok ibu yang super baik dan pengertian meski bukan dalam wujud ibu kandungku. Aku tersenyum berterima kasih.

"Oh ya, tadi mama kamu juga bilang, sekitar satu bulan lagi udah mau berangkat, jadi kamu harus segera kasih keputusan," ucap Bunda. "Emang kamu belum tahu mau pergi atau nggak, Ge?"

"Belum, Bun."

"Kenapa?"

"Aku masih bingung."

"Apa yang bikin kamu bingung?"

Aku menarik napas pelan, "Aku mau sih tinggal sama mama, tapi di satu sisi, aku juga nggak bisa meninggalkan beberapa hal disini."

"Kamu bisa stay disini sampe kapanpun yang kamu mau. Tapi Bunda penasaran, hal apa yang nggak bisa kamu lepasin disini?"

Mungkin bisa dibilang aku sudah terlalu nyaman disini, dikelilingi orang-orang yang kusayangi. Contohnya Bunda, Kak Adri, serta teman-temanku yang lain. Sulit untuk melepaskan mereka. Terutama Arka.

Bisa dibilang Arka menjadi alasan utama kenapa melangkah pergi bisa terasa begitu berat.

Aku dan Arka seperti sedang berada dalam kisah yang belum usai. Kalau aku pergi, kisah itu seperti dipaksa tamat padahal belum menemukan titik akhir.

Just a Friend to You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang