[2] Hukuman

13.4K 888 47
                                    

Selamat baca dan jangan lupa tinggalkan jejak ya :)

-

“Lo.. LO VAMPIRE!!” teriak cowok di depanku, yang tak lain bernama Billy—sambil menunjuk-nunjuk ke arah mukaku. Dia melotot ketakutan, bahkan ia sudah terduduk di lantai.

“BILLY! BUKANNYA MALAH TURUTI PERINTAH IBU, KAMU MALAH TERIAK-TERIAK HISTERIS MACAM IBU-IBU KEBAKARAN JENGGOT!” teriak Bu Enny marah sambil menunjuk Billy dengan penggaris besar yang terbuat dari kayu.

Semua siswa yang tadinya ketawa cekikikan karena melihat tingkah Billy, langsung terdiam mendengar teriakan Bu Enny yang maha dahsyat itu.

“Ta..tapi, Bu. Ibu-ibu kan gak punya jenggot, mereka kan perempuan, jadi gak mungkin dong bisa kebakaran jenggot,” bantah Billy dengan suara bergetar dan muka polosnya. Aku menahan tawaku yang hampir meledak, anak sekelas yang lainnya pun melakukan hal yang sama.

Bu Enny melotot. Mukanya merah padam menahan emosi. Bahkan aku bisa lihat pikirannya yang penuh dengan cacian dan makian yang ditunjukkan pada Billy.

Ia pun menghela napas keras. Bahkan aku bisa mendengarnya dari sini. Ia berusaha menahan emosinya yang meledak-ledak, gak mungkin kan ia keluarkan segala caci-maki di depan para muridnya? Lagi pula di sini ia sebagai guru, teladan bagi para muridnya.

“Oke. Lalu, kenapa tadi kamu teriak-teriak?” tanya Bu Enny.

Billy langsung berdiri dan menunjukku tepat di depan wajahku, saking dekatnya aku harus memundurkan wajahku sedikit agar tak terkena jarinya itu.

“Dia, Bu. Dia Vampire!”

Aku mengangkat sebelah alisku. Ia tak sadar apa, kalau dia itu dipandang aneh sama seisi kelas?

“Billy, kamu ini memangnya hidup di jaman apa? Mana ada yang namanya Vampire, kecuali kalau kamu memang hidup di dunia dongeng,”  jelas Bu Enny yang mulai jengah dengan tingkah laku Billy.

“Tapi, Bu.. Dia beneran Vampire! Tadi dia bisa baca pikiran saya, Bu!” bantahnya nyaring. Ia masih tetap ngotot mengatakan aku itu Vampire. Ck. Ia bahkan menunjuk mukaku berkali-kali. Aku mengernyit dan menepis tangannya, lalu duduk di bangkuku kembali.

Malas ngeladenin orang aneh.

“Benarkah yang dibilang Billy tadi, Lovica?” tanya Bu Enny sambil menatapku lembut. Berbeda sekali ketika tadi ia menatap Billy.

“Maaf, Bu. Tapi, saya benar-benar tidak mengerti maksudnya, Bu. Tadi saya mengatakan padanya agar menuju ke gudang, dia malah menolak ajakan saya. Lalu, ia menuduh-nuduh saya begitu,” kataku berusaha mungkin untuk kelihatan polos. Padahal aku sudah ingin ngakak dari tadi ketika melihat matanya yang melotot padaku dan mulutnya yang menganga lebar. Gak takut tiba-tiba ada lalat masuk apa?

Bu Enny mengangguk. “Sudah saya duga, masalah utama itu ada di kamu, Billy!” Bu Enny menoleh ke Billy dengan tatapan tajamnya.

Billy menelan ludahnya.

“MAKANYA, KAMU JANGAN SUKA  NONTON TWILIK-TWILIK ITU! JADINYA, BEGINI KAN! MANA MUNGKIN LOVICA ITU VAMPIRE, KAMU ITU YANG  NGAWUR!” teriak Bu Enny , ia menjewer kuping Billy keras.

“Aduuuh.. Bu.. TWILIGHT! Bukan Twilik, Ibu gimana sih?—auuuww, ampuun, Bu!” jerit Billy sambil memegang kupingnya yang merah.

“KAMU BERSIHIN  GUDANG SEKARANG JUGA!” teriak Bu Enny tak terbantahkan. Lalu, Bu Enny melihat ke arahku.

“Lovica, kamu temenin dia yaa, takutnya ntar dia tambah mmhh,” kata Bu Enny sambil memiringkan jari telunjuknya di depan dahinya. Menandakan kalau ia baru saja menyebutkan Billy ‘miring’.

[MS-1] Love and FearsWhere stories live. Discover now