[3] You're not

15.7K 816 24
                                    

Mungkin ini rada aneh, jadi keep enjoy aja deh! :D

+++

“Eh, eh, gimana hari ini? Ngerasa ada yang berubah gak?” tanya Mello sambil sibuk mengunyah kentang goreng dan menatap kami satu persatu.

Sekarang kami berlima berada di rumahku, entah mengapa hari ini mereka memilih ke rumahku. Biasanya ke rumah Mello yang bergaya kuno dan banyak hal-hal yang menarik  atau rumah Vannie yang besar kayak istana.

“Gue biasa aja tuh, malah tadi gue baru jadian sama siapa itu namanya? Go..gol  siapa sih?” tanya Cherrie. Ia berpikir keras, mengingat-ingat nama cowok yang baru jadian dengannya.

“Goldie?” sambung Mello.

“Nah, bener,” kata Cherrie sambil mengangguk mantap dan kembali mencomot kentang goreng. Aku hanya menggeleng melihat tingkah Cherrie yang santai seolah sudah biasa bila ia tak mengingat nama cowoknya.

“Sampai kapan sih lo mau nerima semua cowok yang nembak lo? Lo gak risih apa di cap playgirl atau murahan?” tanya Ibie.

“Sampai gue dapat cowok yang setia sama gue dan mencintai gue apa adanya bukan ada apanya.  Gue juga gak risih tuh, terserah aja mereka mau bilang gue apa. Mereka cuma sirik aja sama gue, soalnya mereka gak laku,” kata Cherrie enteng sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

Ibie memutar bola matanya jengah. Memang sifat Cherrie yang gak bisa dibilangin dan nganggap remeh apapun.

“Nah kalo hari lo gimana, Vic? Ada yang berubah gak?” tanya Cherrie .

“Gak tahu, gue masih gak ngerti sama kata berubah di sini,” kataku sambil mengangkat kedua bahuku. Mereka pun mengangguk.

“Gue juga gak ngerasa apa-apa, seperti hari-hari biasa aja,” kata Vannie. Akhirnya dia buka suara juga.

“Mungkin nanti,” celetuk Mello.

“Tapi, katanya kan pas kita umur 17 tahun,” bantah Ibie sambil mengernyit bingung.

“Ya elaah, 17 tahun bukan hari ini aja kali, tapi setahun kurang sehari ke depan kita juga  masih 17 tahun,”  kata Cherrie sambil  melirik sinis ke arah Ibie. Ibie hanya mendengus kesal dan membuang muka. Mereka berdua memang jarang akur, kerjaan yaa gitu berantem terus.  Mungkin karena sifat mereka yang bertolak belakang, apa yang disukai Cherrie, Ibie tak suka, dan sebaliknya begitu.

Tapi, sampai sekarang mereka hanya saling adu mulut atau saling membuang muka. Gak pernah sampai pukul-pukulan atau apa, jangankan begitu, belum sampai sehari saja mereka sudah baikan.

“Bener juga yang dibilang Cherrie sih,” celetukku sambil menngangguk setuju.

“Oh ya, gimana tuh sama cowok yang neriakin lo Vampire?” tanya Ibie sambil melirik ke arahku. Aku pun langsung teringat dengan kejadian tadi di sekolah. Bahkan tanpa sadar aku sudah senyum-senyum sendiri.

“Eh, ditanyain malah senyum-senyum, jawab dong,” kata Ibie sambil melempariku kulit kacang. Aku pun menangkapnya dengan sigap, lalu mengernyit bingung ke arahnya.

“Emang lo gak bisa dengar kata-kata gue, Bie? Biasanya lo nyelenong aja, tanpa dikasih tahu juga sudah tahu,” kataku bingung. Cherrie, Mello, dan Vannie pun sentak menoleh ke arah kami berdua.

“Eh, oh iya ya, kenapa gue gak bisa dengar? Bahkan gue juga gak bisa dengar kata-kata kalian yang diucapin dalam hati. Padahal tadi pagi gue masih bisa dengar dan sempat telephatyan sama lo,”

Aku pun mengangguk, lalu berpikir keras. Apa maksud dari semua ini?

“Jangan-jangan..” Vannie langsung bergerak cepat. Ia memejamkan matanya sebentar, lalu membukanya kembali.

[MS-1] Love and FearsWhere stories live. Discover now