Epilog

13.7K 852 29
                                    

5 tahun kemudian...

Aku keluar dari bandara sambil tersenyum lebar. Aku menyipitkan kedua mataku saat melihat kota tempat kelahiranku yang tak pernah ku singgahi selama lima tahun menjadi tambah macet.

Banyak yang berubah dengan kota ini. Meskipun begitu, aku sangat merindukan kotaku dan segala apa yang ada di kotaku. Termasuk 'dia'.

Dengan langkah yang tergesa-gesa, aku langsung masuk menuju sebuah mobil yang sedang menungguku. Aku sudah bisa bayangkan bagaimana ekspresi adikku yang beberapa menit lalu berkoar-koar di telepon hanya untuk menanyakan 'kakak sudah sampai mana?', 'kakak kok lama banget sih?', 'cepetan deh ke sininya!', dan lain sebagainya. Membuatku harus berjalan terburu-buru untuk menghindari amarahnya yang meluap-luap akibat ke-sensitive-an akibat dalam keadaan mengandung.

Ya, adikku sudah mendahuluiku. Setahun yang lalu ia sudah menemukan the-true-love-nya yang dapat membuatnya melupakan masa lalunya. Mereka menikah, lalu pindah ke Indonesia, dan sekarang kandungan adikku sudah berumur lima bulan. How lucky She is?

Sedangkan Papa, ia meninggalkan kami-aku dan adikku-dua tahun yang lalu untuk selamanya. Membuatku-mau tidak mau-harus belajar mati-matian sekaligus memimpin perusahaan yang telah ditinggalkan olehnya setelah kesehatanku pulih.

Itulah yang meyebabkanku untuk bersabar dan mengulur waktuku untuk menemuinya.

'Dia' yang selalu menjadi cintaku. My Lov.

Mengingatnya membuatku senang sekaligus takut. Senang karena ia adalah satu-satunya cewek yang ku cintai selama ini dan takut karena aku tak tahu bagaimana kabarnya selama lima tahun ini.

Aku takut. Bagaimana ketika aku menemuinya dia malah melupakanku? Bagaimana kalau dia akan mengusirku dan mencampakkanku karena aku sudah meninggalkannya tanpa kabar selama lima tahun? Dan yang paling ku takutkan.. bagaimana kalau dia sudah menemukan the-right-nya dan ia sudah berkeluarga?

Terlambatkah aku untuk menjemputnya?

Semoga saja tidak.

Ya, semoga..

Dengan lesu, aku duduk di kursi penumpang mobil setelah membantu Pak Asep memasukkan koper-koperku ke dalam bagasi.

"Kita langsung pulang, Den? Atau mau mampir dulu?" tanyanya sambil melihatku dari kaca spion tengah.

"Mampir ke toko kue sekaligus café yang ada di depan Mall dulu, Pak," jawabku. Ia langsung mengangguk dan mulai mengemudikan mobil.

Entah mengapa aku sangat rindu dengan cake-cake yang tersedia di sana. Dan itu selalu membuatku mengingat akan Lov. Aku sangat merindukannya. Sangat dan amat merindukannya.

Sesampainya di sana, aku langsung membuka pintu dan keluar. Tiba-tiba ada banyak pesan masuk yang datang bersahutan membuat iPhone terus-menerus berdering.

Aku langsung mengambil iPhoneku dan mengeceknya. Lalu, aku mengernyit ketika melihat semua pesan tersebut berasal dari Mitha. Apa-apaan sih dia?

Aku segera sibuk membaca pesan-pesannya sambil terus berjalan dan tidak lagi memperdulikan sekitarku.

Aku kembali merutuk ketika melihat semua pesannya berisi dengan perintah agar cepat sampai ke rumah. Tepatnya rumah milik Mitha dan suaminya, karena rumahku yang dulu sudah dijual oleh Papa karena kepindahan kami ke London.

Bruuk.

"Auwww,"

Aku langsung melihat ke arah orang yang tadi ku tabrak dari belakang. Aku meringis ketika mengetahui yang ku tabrak adalah seorang cewek dan kotak yang dibawanya terlepas dari genggamannya.

[MS-1] Love and FearsDonde viven las historias. Descúbrelo ahora