[8] Kebetulan atau Takdir?

10.8K 724 17
                                    

LAF comeback! :D

+++

"Astaga. Kalian semua sudah pada lihat kalau kita berlima sekelompok?" seru Cherrie yang tiba-tiba langsung berbaring di kasurku, bergabung dengan kami berempat.

"Kita semua sudah tahu, ini yang ingin kita bicarakan," kataku sambil melepaskan kaca mataku.

"You know, Ini benar-benar aneh. Seolah kita ditakdirkan bersama," seru Cherrie.

"Yeah, we know," gerutu Ibie sambil memutar kedua bola matanya malas.

“Dari mana saja lo? Kok baru datang?” tanya Mello sambil menyipitkan matanya curiga pada Cherrie.

Cherrie manggaruk tengkuknya yang ku jamin tak gatal. “Kemana lagi sih, Mel, kalau bukan pacaran dulu sama pacarnya. Mana nanti pas camping mereka sekelompok lagi,” celetuk Ibie sambi;l menyeringai jahil pada Cherrie. Melihat itu, Cherrie hanya menggerutu tak jelas.

Sekarang kami berada di rumahku. Entah kenapa akhir-akhir ini mereka lebih suka berkumpul di rumahku. Katanya di rumahku tak ada gangguan.

Jelas saja, Revan lebih suka menghabiskan waktunya di luar bersama dengan teman-temannya dan akan kembali pada sore hari, lalu ia akan mengurung diri di dalam kamarnya dan hanya keluar bila waktunya makan malam.

Sedangkan kedua orang tuaku selalu pergi berkerja dan pulang ketika aku sudah terlelap, terlebih lagi sekarang mereka sedang berada di Singapore untuk mengurus perusahaan mereka di sana. Jadi, selama seminggu mereka tidak ada di rumah.

"Hey, Vic, lo kenapa sih?" tanya Vannie sambil menyikut tangan kananku yang membuatku otomatis langsung tersentak dan kembali pada dunia nyata.

Ku pandangi Vannie yang berada tepat di sampingku. Aku tahu dia bisa melihat dengan jelas tingkah anehku saat ini.

Entahlah. Aku juga tak mengerti. Tiba-tiba aku merasa pikiranku kacau dan aku kembali mengingat kedua orang tuaku yang aku tak yakin bahwa mereka juga mengingatku.

Aku berusaha tersenyum pada Vannie. "Gue baik-baik saja, Van," kataku.

"Gue tahu lo gak sedang dalam keadaan baik-baik saja, Vic. Gue sangat tahu, bahkan lebih tahu dari pada lo kalau senyum lo adalah senyum palsu,"

Aku meringis. "Sorry, Van. Gue gak bermaksud,"

Vannie pun mengedikkan bahunya, lalu menepuk bahuku seolah mengatakan padaku tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Eh, gimana kalau hari ini kita nyusun daftar barang apa saja yang mau kita bawa?" usul Mello dengan semangat.

Aku pun mengangguk. "Boleh tuh, supaya kita gak keteteran lagi nanti pada saat mau camping,"

"Ya, gue setuju. Trus kita belanja barangnya sama-sama dan jangan lupa mampir ke salon, kita bisa luluran, creambath, dan mempercantik penampilan," celetuk Cherrie sambil memandangi kuku-kuku indahnya.

BUGH.

"Auuww, siapa sih yang berani-beraninya ganggu ketenangan gue?!" gerutu Cherrie sambil mengelus kepalanya.

"Gue," jawab Ibie singkat. Ia mengangkat dagunya tinggi-tinggi sambil menatap remeh Cherrie.

"Apa sih mau lo?"

"Pikiran lo gak bisa ya jauh-jauh dari kata belanja?"

"Gak. Shopping is my life. Kenapa? Lo mau marah?"

"Kalau iya, lo mau apa?"

Cherrie yang memang pada dasarnya gampang tersulut emosinya, langsung menyerbu Ibie dengan bantal.

[MS-1] Love and FearsWhere stories live. Discover now