[13] Kencan dan Kejutan

9.3K 672 39
                                    

Sumpah, part ini gak jelas. Aku lagi ngelindur pas nulis ini, hehe. Harap dimaklumi.

+++

Hari ini aku dan Aldo akan err.. berkencan? Ya, setidaknya itulah yang Aldo katakan. Namun, aku masih sibuk berkutat di depan cermin yang berada di kamar milik Aldo. Sedangkan Aldo sudah keluar dari tadi, entah kemana.

Aku memandang penampilanku di cermin. Aku mengenakan kaos lengan panjang seperti sweater dengan gambar hati di tengah-tengahnya dan rok rempel berwarna hitam yang panjangnya lima senti di atas lutut. Aku juga mengenakan wedges dengan model seperti sepatu kets yang tingginya hanya lima senti. Lumayan, tapi masih terasa ada yang kurang.

Aku pun meneliti penampilanku sekali lagi dari bawah ke atas. Ketika melihat rambut cokelatku, aku pun memutuskan untuk mengikatnya secara pony tail. Aku ingat bahwa Aldo menyukai model tersebut. Katanya aku terlihat lebih cantik.

Lalu, aku segera mengambil tas selempang kecilku, lalu memasukkan I-phone, dompet, dan sebuah note kecil yang berisi checklist apa aja yang akan kita beli nantinya.

“Aldo, lo di mana?” tanyaku setengah berteriak ketika aku sudah berada di bawah.

“Ruang makan. Lov!” seru Aldo. Aku pun segera ke ruang makan dan mendapatkan Aldo yang sudah duduk di salah satu kursi dan sedang menyesap tehnya.

Aldo tampak sangat keren hari ini. Ia mengenakan kaos putih polos dibalut dengan kemeja hitam yang sengaja tak dikancing. Lengan kemejanya digulung sampai sikunya. Ia memakai celana jeans yang warnanya sudah pudar, tapi malah memperkeren penampilannya.

“Sini, sarapan dul,.” pinta Aldo ketika melihatku. Aku pun segera duduk di sampingnya dan ikut menyesap tehku. Lalu, aku memakan sandwichku.

“Kita cari kado dulu ya, Lov?” tanya  Aldo tiba-tiba. Aku hanya berrgumam dan mengangguk singkat.

Lalu, aku melihat jam tanganku, sudah jam sepuluh. “Berangkat sekarang yok, ntar kesiangan,” lalu, Aldo mengangguk dan menggenggam tanganku dan berjalan menuju ke garasi.

+++

Aku berjalan mengikuti langkah Aldo yang besar, ia menggenggam tanganku erat sehingga aku merasa ditarik olehnya mengingat langkahku yang lebih kecil darinya. Namun, aku berusaha untuk menyamakan langkah kami.

Kami berada di salah satu Mall untuk mencari kado buat Mitha. Kami sudah berkeliling sebanyak dua kali di lantai ini. Tapi, belum menemukan kado untuk Mitha. Aku mendengus kesal. Lalu, menarik tanganku yang digenggam oleh Aldo dengan kasar. Membuat Aldo langsung berhenti dan menengok ke arahku.

“Ada apa?” tanyanya, dahinya mengernyit tanda ia sangat bingung dengan kelakuanku barusan.

“Lo mau cari kado apa sih? Kita sudah berkeliling sebanyak dua kali di lantai ini, tapi lo belum juga nemuin kado buat Mitha. Kaki gue capek jalan terus,” gerutu kesal.

“Eh? Maaf.. Ng, soal itu..” katanya sambil menggigit bibir bawahnya. Ia meringis sambil menatapku dengan tatapan yang sulit ku artikan. “Gue—.“

“Jangan bilang lo gak tahu hadiah apa yang akan lo kasih ke Mitha?!” potongku sambil berkacak pinggang.

Aldo memperlihatkan cengirannya tanda merasa bersalah sekalipun. “Iya, gue gak tahu,”

“Astagaa..” aku menepuk keningku. Lalu, mendengus kesal.

Aku menatap tajam ke arahnya. Membuatnya salah tingkah. “Ya, maaf, Lov, gue bingung. Biasanya gue ngasih dia boneka, tapi dia bilang dia sudah besar, dia gak mau dikasih boneka lagi. Jadi, gue harus ngasih apa dong?” keluh Aldo dengan muka memelasnya. Aku menggeleng pasrah.

[MS-1] Love and FearsWo Geschichten leben. Entdecke jetzt