[12] Rencana

9.2K 675 22
                                    

Ini ku kasih hadiah bagi yang sudah nunggu LAF, semoga suka hihi ;)

+++

Aku dan Aldo berhenti di depan sebuah rumah bernuansa putih dan cream yang sudah pernah ku kunjungi sebelumnya. Aku segera turun dan menyerahkan helm ku padanya. Setelah ia memakirkan motornya, ia langsung menarikku memasuki rumahnya. Tentu saja, untuk mengenalkanku pada ayahnya.

“AYAAH! BILLY PULAAANG!!” teriak Aldo ketika masuk ke rumahnya. Ia tersenyum lebar ketika mendapatkan ayahnya duduk di salah satu sofa ruang tamu sambil membaca koran.

Ku lihat, ayahnya Aldo, mengusap dadanya sambil menggeleng melihat tingkah laku anaknya. Aku tersenyum geli, ternyata ini sifat Aldo ketika bersama ayahnya. Lucu sekali.

Lalu, Aldo mencium punggung tangan ayahnya dengan sopan.

“Kamu ini, suka betul teriak-teriak kayak tarzan. Kiramu rumah ini hutan apa?” tegur ayahnya Aldo. Mendengar hal itu Aldo hanya cengengesan sambil menggaruk kepalanya.

Tiba-tiba Aldo melirikku. “Oh ya, ayah, ini kenalin pacar Aldo, namanya Lovica,”

Aku tersenyum sopan. “Vica, Om,” kataku singkat, lalu mencium punggung tangan ayahnya Aldo.

“Nama Om,  Bryan. Panggil Om Bryan aja,” kata Om Bryan ramah. Aku mengangguk kecil.

“Oh ya, Om. Ini untuk Om, semoga Om suka,” kataku sambil memberikan sekotak cheesecake yang ku beli dengan Aldo ke Om Bryan.

Om Bryan menerimanya dengan senang hati. Lalu, ia membuka penutup kotaknya. “Waah, cheesecake, ini mah Om suka banget, makasih ya, Vica.” Aku tersenyum.

“Itu yang milih Lov—err.. Vica sendiri loh, yah,” kata Aldo. Aku tersenyum geli ketika ia bingung menyebutkan namaku di depan ayahnya.

“Oh ya? Pintar banget kamu milih pacar, Bil. Sudah cantik, baik pula,”

“Siapa dulu, Billy!” kata Aldo sambil menepuk dadanya bangga.

Om Bryan mendelik ke arah Aldo. “Padahal, ayah kira, kamu itu suka sama sesama jenis loh. Habisnya ayah gak pernah lihat kamu pacaran sebelumnya,”

Aku tergelak mendengar perkataan Om Bryan. “Oh ya, Om? Vica kira, Billy pacarnya banyak. Mengingat sifatnya yang err.. suka tebar pesona?” kataku sambil melirik jahil Aldo yang duduk di sampingku.

Om Bryan ikut tertawa. “Ish, ayah sama Lov, kok janjian gini sih ngeledekinnya,” Aldo cemberut, lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil menatapku dan Om Bryan bergantian.

Aku dan Om Bryan semakin terbahak melihat Aldo yang lagi ngambek. Sedangkan Aldo hanya menatap kami tajam. Tak lama kemudian, kami berhenti tertawa.

“Sudah puas ketawanya?” katanya ketus.

Aku mengangguk sambil mengulum senyum.

Tiba-tiba terdengar nada dering sebuah handphone. Aku melihat Om Bryan merogoh sakunya dan mengangkat teleponnya. Setelah sebelumnya pergi ke ruang keluarga.

Tak lama kemudian, Om Bryan kembali. Aku bisa melihat kalau Om Bryan cemas akan informasi yang baru saja didapatkannya. Aku bisa melihatnya dengan jelas karena tak sengaja membaca pikirannya.

“Kenapa, yah?”

“Bil, ayah mau ke Bandung sekarang, ada salah satu proyek ayah yang bermasalah, kamu gak papa kan?” tanya Om Bryan cemas ke arah Aldo.

“Ya, gak papa kali, yah. Pergi, pergi aja, Billy bukan anak kecil lagi,” Aldo mengernyit bingung melihat ayahnya begitu mencemaskannya.

“Tapi, Mitha kan gak ada, kamu sendirian di rumah. Ya, meskipun ada Mbok Sari, tapi kan masa Mbok Sari mesti jagain kamu terus,” jelas Om Bryan.

[MS-1] Love and FearsWhere stories live. Discover now