[6] Mata-mata

10.3K 734 37
                                    

Happy reading! :D

+++

Aku berjalan santai di sepanjang koridor menuju toilet. Ini sedang jam istirahat. Banyak sekali mata yang memperhatikanku. Aku tahu itu. Terutama cewek misterius yang—ng, gak tau juga sih benar apa gak—kayaknya punya suatu hubungan entah apa itu dengan Revan. Dan aku juga baru tahu namanya. Namanya Mitha.

Aku bahkan sudah memakai mata ketigaku supaya bisa memata-matainya tanpa aku mesti melihat ke arahnya. Jadi, dia gak tahu kalau aku juga memperhatikannya dari tadi.

Mata ketiga? Tentu saja bukan seperti apa yang kalian pikirkan, misalnya seperti mataku muncul satu lagi, atau semacam mata batin? Bukan, tentu bukan karena aku sama sekali tak dapat melihat hantu. Mata ketiga dalam magical senses itu artinya kita bisa melihat seseorang dengan bagian tubuh kita, entah punggung, kaki, tangan, bahkan rambut sekalipun. Jadi, meskipun aku gak melihat ke arah orang tersebut menggunakan kedua mataku, aku tetap bisa bisa melihatnya. Bahkan membaca pikirannya sekalipun.

Tapi, tentu saja ini gak segampang membaca pikiran menggunakan mata asli. Ini butuh banyak energi, makanya aku gak terlalu suka melakukan ini.

Tapi, lain hal untuk yang satu ini, aku sangat penasaran. Dan sekali aku penasaran, aku bakal mencari tahu hal tersebut sampai ke akar-akarnya sekalipun.

Setalah aku merasa perhatiannya padaku sedikit teralihkan karena ada temannya yang menyapanya, aku segera berlari menuju tiang di dekat tangga. Aku bersembunyi di belakang tiang tersebut dan menampakkan sedikit jari telunjukku supaya bisa melihatnya.

Aku yakin dia gak bakal bisa melihatku.

Loh? Mana Kak Lovica?

Aku tersenyum miring, permainan baru saja dimulai.

Issh, hilang lagi kan. Kenapa cepat banget sih jalannya?

Padahal gue masih penasaran sama dia. Apasih bagusnya dia? Sampai dua cowok dihidup gue lebih memperhatikannya daripada gue.

“Hah?” jujur saja aku kaget. Dua cowok? Siapa? Dia benci sama gue?

Argggss, berbagai macam pertanyaan berputar-putar di kepalaku. Dengan perlahan aku keluar dari tempat persembunyianku dan melangkah perlahan sampai tepat berada di belakang Dhea.

“Lo nyari gue?” ucapku sambil bersidekap. Bisa kurasakan dia terlonjak hebat, lalu dia berputar menatapku dan langsung mundur tanpa memperhatikan langkahnya sehingga ia tersandung dengan kakinya sendiri. Dan—

BRUUUKK.

—jatuh dengan pantat duluan yang mendarat di lantai.

“Auwww,” ringisnya.

Duh, padahal tadinya aku cuma mau ngagetin dia. Biar keren gitu kayak di film-film, eh, taunya malah sampai jatuh kayak gini.

Aku jadi ngerasa bersalah. Pasti pantatnya sakit banget.

Aku pun langsung mengulurkan tanganku untuk membantunya. Awalnya dia ragu untuk menerima uluran tanganku, tapi akhirnya dia menerima uluranku. Dan aku membantunya berdiri.

“Emmh, ng, ng, thanks..” gumamnya gak jelas sambil menunduk dan memainkan kedua jari telunjuknya.

Aku mengangkat sebelah alisku. “Gue ngerasa lo daritadi ngelihatin gue terus, trus lo ada nyebut-nyebut soal dua cowok. Maksud lo apa?” tanyaku langsung to the point.

Entahlah, aku gak peduli lagi dia ngira aku apa. Aku sudah terlalu penasaran dengan hal tersebut.

Ku lihat matanya langsung melotot ketika mendengar perkataanku. Bahkan mukanya terlihat seperti seorang idiot.

[MS-1] Love and FearsWhere stories live. Discover now