[Satu] Hah? Sayang?

7.7K 558 2
                                    


"Sya! Bangun, heh! Anak gadis jam segini belum bangun. Mentang-mentang libur yah, kamu." Mama Asya menepuk pantat Asya yang semok berkali-kali. Asya meraung setengah tak sadar, mengaduh kesakitan.

"Ma.. Bentar ah. Bangunin Abang dulu, tuh." Asya mengguling-gulingkan tubuhnya enggan tuk bangun dari kasur.

Mamanya mencebik kesal, "Arza, Abangmu, mah udah duluan bangun kali. Udah kelar jogging sama Papa malah," Mama Asya tidak menyerah, beliau menindih Asya dengan tubuhnya yang -well, juga semok-. Asya diketekin oleh sang Mama hingga menjerit-jerit menyuruh Mamanya berhenti untuk mengusili dirinya.

"Mama nih, ih.. Udah gede aku tuh, masih aja dikempit di ketek kayak waktu SD." Ujar Asya sambil memonyongkan bibirnya kesal.

"Kamu tuh tetap aja bayi Mama yang big size. Kecilin tuh badanmu, biar dapet cowok yang ganteng kayak Papa," kata Mama sambil menarik pipinya. Asya menghela napas melihat tingkah Mama yang kayak anak ABG bercanda sama temannya.

"Lemakku tuh ngumpulnya di pantat sama pipi doang, Ma.. Jadi kelihatan kayak gendut. Pinggul juga darisananya gede, 'kan keturunan Mama,"

"Enak aja kamu. Mama dulu waktu masih kinyis-kinyis tuh mirip Raisa, langsing plus cantik tau. Makanya Papa cinta mati sama Mama," ucap Mama kepedean. Mama Asya bangkit dari kasur dan mulai menggoyangkan pinggulnya. Asya hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah super sang Mama. "Cepet mandi, kita kedatengan tamu, Sya."

Asya menjawab perintah Mama dengan gumaman tak jelas dan mengangguk, sebelum dia kembali menenggelamkan mukanya ke bantal yang penuh ilernya.

***

Asya sudah memakai kemeja berwarna peach dengan bawahan celana pensil berwarna coklat muda. Dia memakai bedak bayi dan menyemprotkan parfum disney princess. Sesaat dia membalikkan badannya dan menepuk pantatnya sendiri. "Lemak, plis, nyebar dong jangan di pantat ama pipi doang," Asya melengkungkan bibirnya ke bawah. "Apa diet aja, ya? Ntar diketawain si kampret Arza lagi. Tau ah,"

Selesai bergumam pada bayangannya sendiri di cermin, Asya melangkahkan kakinya untuk menuruni tangga. Mama nya telah berkoar-koar untuk menyuruhnya segera turun, karena tamu yang dimaksud telah dateng. Bukan tamu bulanan, nih. Asya mah kalo itu udah dapet dari kemarin.

"Nah, ini Asya, anak gadisku yang ndut menggemaskan. Sama cantiknya kayak aku, 'kan Win?" Mama mulai kumat virus kepedeannya. Asya cuma bisa mengulum senyum sambil memperhatikan Tante Wina dan Om Radit, teman dekat dari orangtuanya yang sudah dianggap kayak saudara. Tetapi Asya masih asing dengan mereka, beda dengan Arza yang udah tau seluk beluk keluarga Om Radit dan Tante Wina.

Ngomong-ngomong tentang Arza, di mana ya tuh anak? Asya belum mendapati kembarannya itu sedari tadi. Mama bilang tadi dia ke kamar ngajak tamu keliling. Nah ini tamunya udah di sini. Sekarang kemana perginya si cecunguk itu?

"Duduk dulu, lah. Lama nggak ketemu, nih setelah Radit pindah tugas ke Aceh," sekarang Papa Asya yang menabur senyuman kepada pasangan tersebut.

Setelah mempersilakan duduk, orangtua Asya sibuk melempar candaan ke tamunya dengan bahasa kemiliteran yang Asya tak pahami. Bisa dinilai dari penampilan dan obrolan mereka, bahwa Om Radit juga seprofesi dengan Ayah Asya. Mereka juga mengungkit kenangan konyol semasa di pendidikan militer dahulu. Mama Asya dan Tante Wina nggak mau kalah heboh, mereka pun menggosipkan Raffi Ahmad dan juga harga komoditas pangan yang mahal... Hiks, gitu amat bahasannya, Asya menggeleng pasrah. Tak tahu harus ngapain. Dia memilih untuk memainkan ponselnya, sembari menyusuri berita-berita untuk materi lomba debatnya dua minggu lagi.

Ketika Asya mengetikkan sesuatu di ponselnya, saat itu pula kekehan khas si tengil, Arza, nangkring di kupingnya. Asya langsung menoleh ke sumber suara. Hendak meluapkan kekesalannya karena Arza menghilang sejak pagi tadi.

"Za! Lo tuh ish bisa nggak sih-," ucapan Asya terputus karena melihat seorang lelaki berdiri disamping Arza. Seseorang yang lebih tinggi dari Arza, kulit berwarna sawo matang, dan alis tebal. Dia tampak memakai seragam kecoklatan yang ketat, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang atletis. Ooooh, tentara lagi? Hadeh. Batin Asya.

"Bang, kenalin nih Asya, nih adekku yang kelebihan lemak dan kekurangan kasih sayang. Tapi kurasa Abang dah tau, ya 'kan?" Arza menyenggol lengan Asya. Asya mengedipkan matanya beberapa kali untuk menyadarkan diri. Bukan, bukan karena cowok itu ganteng. Asya heran saja si kembarannya mengganti panggilan sehari-harinya yang 'gue-lo' menjadi lebih sopan ke cowok ini.

Asya pun mengulurkan tangan kanannya ke si cowok. "Asya Shakila Gibran, panggil aja Asya."

"Muhammad Rayhan Radika. Hmm, panggil aja Sayang." Rayhan menggapai tangan Asya, menggenggamnya dengan kuat pula. Asya yang tak terbiasa dengan candaan semurah itu pun melongo. Apa-apaan sih cowok ini?

Would You Still Love Me The Same?Onde as histórias ganham vida. Descobre agora