[Tujuh] Kemunculan Arza dan Si Buaya Darat

5.2K 322 0
                                    

Asya langsung pergi menuju ke dalam rumahnya setelah melihat motor Arza terparkir di depan rumah. Mobil orangtuanya juga ada di depan rumah, hendak dimasukkan ke garasi oleh anggota Papa Asya. Setelah berterima kasih kepada 'Mas Rayhan' yang telah mengantarnya, Asya langsung bergegas mencari keberadaan kembarannya yang tengil itu.

"Zaaaa! Arza!" teriak Asya ke seluruh ruangan. Dia membuka pintu kamar Arza yang ada di ujung ruangan lantai pertama.

Ketukan pertama... Ketukan kedua. Pintu terbuka! Menampilkan Arza yang telanjang dada dengan boxer warna merah favoritnya. Arza menggosokkan handuk putih ke kepalanya. Pandangan Asya menuju ke kepala Arza yang jadi gundul. Iya, gundul!

"Lo nggak apa-apa 'kan, Za? Jujur kek kalau lo ada sakit apa gitu. Zaaa," tiba-tiba Asya memeluk tubuh kembarannya, mulai terisak di dada Arza. Arza menautkan alisnya kebingungan.

"Apaan sih lo?" Arza menjauhkan kontak dengan Asya, caranya dengan menjitak dahi mulus milik saudarinya itu.

Seketika Asya menjauhkan tubuhnya beberapa senti dari sang kembaran dan bersungut kesal. Bibirnya sudah manyun karena tingkah Arza yang menjengkelkan. Dia ditinggal tanpa kabar, pulang-pulang resek! Ingin Asya melumpuhkan Arza sekarang juga kalau tenaganya masih banyak. Masalahnya, dia sendiri lemas karena tamu bulanan dan juga belum mendapat asupan makanan.

"Jelasin nanti aja lah penyakit lo, penting gue makan dulu. Bolu sama brownies tercinta gue menunggu," celoteh Asya sambil berlalu melewati Arza.

Arza mengejar Asya, menarik ujung baju kembarannya yang mencoba melarikan diri dari dirinya. "Gila lo. Dipikir gue kena kanker."

Kila menatap anaknya yang beradu mulut itu sambil mengisyaratkan keduanya untuk tidak terlalu berisik di ruang keluarga, sebab Pak Bos, alias Gibran sedang asyik menelepon seseorang dengan raut serius. Kila mengulurkan piring berisi potongan brownies coklat dan bolu kukus kesukaan putra putrinya. Sogokan halus untuk meredam keramaian mereka.

Asya langsung membungkam mulut Arza dengan brownies coklat sebelum Arza berceloteh kembali. Arza langsung menyipitkan mata ke arah Asya. Dia lolos kali ini di tangan Arza, jangan harap lain kali bisa lewat dari nyinyiran Arza!

"Abang, disiapin semua keperluannya. Nggak perlu banyak-banyak, yang ada dibuang nanti." Perintah Gibran pada Arza.

Arza mengangguk mengiyakan perintah Papanya. Asya yang asyik mencomot brownies dan menempel pada Kila, Mamanya, penasaran untuk apa Arza mengemas barang-barangnya secepat ini. Bahkan ini masih sangat awal untuk penerimaan mahasiswa, "Arza mau diadopsi keluarga lain, Pa? Kok buru-buru banget kayak orang mau pindahan," cetusnya asal diiringi cekikikan.

Papanya langsung mencubit pipi tembamnya, "Ntar kamu kangen si Arza waktu dia pendidikan. Awas kamu nangis,"

"Abangmu ntar di Akmil nggak boleh pegang HP, Sya. Puas-puasin berantemnya sekarang, sebelum kamu ditinggal," Kila menimpali ucapan suaminya. Membuat Asya terkejut bukan main.

Brownies yang sudah masuk ke mulut Asya itu pun jadi berhamburan. Dia tersedak mendengar pernyataan orangtuanya. Apa ini? Sungguh berita yang mengejutkan bahwa seorang Arza, yang Asya pikir memiliki keinginan besar menjadi seorang pengacara atau jaksa keren malah membelok dan mendaftar jadi calon tentara! Apa-apaan ini? Bagaimana bisa hanya Asya yang tidak mengetahui hal tersebut?

"Arza jadi tentara, Pa, Ma? Sejak kapan? Dia, 'kan pengen jadi jaksa." Asya menatap anggota keluarganya secara bergantian, menuntut penjelasan.

Arza mengacak rambut Asya yang sudah terlepas dari hijabnya, "Mama dan Papa juga baru tau tadi, Sya. Lo sih sibuk kencan, ya jadi gue—."

Would You Still Love Me The Same?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang