[Sepuluh] Distant Lover

4.6K 327 2
                                    


Mungkin ini pengalaman cinta yang tidak seromantis pasangan lainnya. Belum terhitung satu hari Asya dan Rayhan menjadi sepasang kekasih, mereka sudah harus terpisah oleh jarak. Asya sedari tadi menarik-narik jaket coklat milik Rayhan, karena tidak bisa berpelukan. Kontak fisik dibuat seminim mungkin dalam hubungan mereka. Asya malah suka dengan peraturan kaku ala Rayhan itu. Menandakan bahwa pacarnya, Rayhan, tidak ingin kelewat batas saat berpacaran.

"Abis nganter Mas ke terminal, kamu balik ke hotelnya sama siapa? Ini udah jam sepuluh gini, bahaya kalau naik ojek," peringat Rayhan, masih berkutat dengan tas-tasnya yang akan dibawa.

Asya yang membantu melipat baju Rayhan pun menoleh sekilas ke arah Rayhan. "Kan nanti dianterin sama sopirnya Bang Deo, sama Ibunya Bang Deo juga 'kan? Nggak usah panik-panik banget, deh. Lucu deh, kayak emak-emak khawatirin anaknya!" sahutnya melempar tawa melihat Rayhan yang menautkan alis dengan muka seperti Ibu-Ibu yang panik jika anak gadisnya hilang.

Rayhan mendecakkan lidahnya, ingin sekali dia menoyor Asya. Tapi tidak tega. "Asya 'kan emang anak kecil. Mas harus tanggung jawab sekarang karena Asya lagi sama Mas. Kalau Asya balik ke rumah keadaannya bonyokan terus boncel-boncel, yang ada Mas bisa disate sama Papa."

Membayangkannya saja sudah membuat Rayhan ngeri setengah mati, apalagi dia belum memberitahu perihal hubungannya dengan Asya pada Gibran, Papa Asya. Waktu dan keadaan yang sangat mendesak tidak memungkinkannya untuk berkunjung langsung menghadap Gibran untuk meminta izin mendekati anaknya. Mungkin saat cuti akhir tahun, Rayhan akan melakukan itu. Untuk sekarang, biarlah dia menjalin romansa dengan anak Om Gibran secara diam-diam.

"Gitu aja terus. Bilang Asya anak kecil lagi, bisa-bisa yang nyate kamu itu aku, bukan Papa."

Asya mengikuti langkah Rayhan untuk keluar kamar. Dia ikut mengangkat tas jinjing Rayhan yang lebih ringan dari tas ransel yang dibawa Rayhan. Tangan Rayhan hendak merebut tas dari tangan Asya, tetapi Asya menggerutu karena ingin membawanya. "Ini nggak berat, ish. Lebay banget sih, heran aku."

"Awas kamu lecet, Mas nggak tanggung jawab," canda Rayhan. Dia menunggu Deo bersiap-siap, karena dia menumpang di rumah keluarga Deo.

"Tuh plin-plan, tadi katanya Asya itu tanggung jawab Mas, sekarang bukan. Nanti gimana Asya bisa percaya kalau Mas bilang sayang Asya tapi nyatanya nggak, gimana? Terus kalau ada cewek lain deketin Mas gi—," ucapan Asya langsung terpotong karena Rayhan melemparkan bantal sofa ke arah wajah Asya.

"Ngomongin jeleknya Mas mulu, padahal tau luar dalamnya Mas aja belum. Pokoknya kamu percaya aja lah, nggak bakal deh macem-macem sama cewek lain. Nggak ada yang sebening Asya di sana, adanya yang plontos-plontos keringatnya bau. Kamu mau Mas sama mereka?" Rayhan mengajukan pertanyaan yang membuat Asya mengembangkan senyuman geli.

"Yah, kalau memang orientasi seksual Mas melenceng, apa boleh buat?"

Keduanya tergelak tawa karena pembicaraan yang sangat bodoh. Akhirnya Asya menemukan seseorang yang sama gilanya dengan dirinya. Meskipun, Rayhan lebih terkontrol. Menurut Asya, Rayhan tidak se-kaku tentara lain yang ada di bayangannya. Kemudian, dia ingat bahwa Rayhan sudah konyol dari pertemuan mereka saat di rumah Asya. Memikirkan hari itu, Asya senyum-senyum sendiri.

Asya yang duduk di ruang tamu sekarang merasa deg-degan, karena sebentar lagi dia dan Rayhan akan berpisah.

Deo sudah rapi dengan seragam lengkapnya, begitu juga Rayhan. Ibu Deo juga telah bersiap untuk mengantarkan anaknya. Asya kemudian izin untuk ikut menumpang di mobil untuk mengantarkan Rayhan.

"Oh, iya, Mbak. Nggak usah sungkan-sungkan, temannya Deo itu juga temannya Tante. Anggap aja kita sepantaran, ya." Gurau Ibu Deo kepada Asya, dibalas cengiran oleh Asya. Tante Jen sangat ramah. Dia jadi teringat dengan Tante Wina, Bunda Rayhan yang juga sangat ramah pada dirinya. Eh? Mengapa dirinya memikirkan Tante Wina? Jadi malu sendiri Asya membayangkan Rayhan mengajaknya bertemu dengan orangtuanya.

Would You Still Love Me The Same?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang