[Dua Puluh] H-1 Pernikahan? Asya Ambruk!

5.1K 320 9
                                    

Surat izin untuk menikah bagi Asya dan Rayhan akhirnya sampai. Sempat Asya ketar-ketir menanti kepastian turunnya SIK, sebab dirinya takut kalau pernikahan kantornya tidak disetujui. Meski sampai tiga minggu sebelum akad pernikahan, Asya dan Rayhan pun bisa bernapas lega karenanya. Di mata institusi Rayhan, mereka berdua sudah menjadi pasangan suami istri. Tinggal satu momen saatnya untuk mereka mengesahkan hubungannya secara legal baik dari agama maupun hukum. Hari di mana sang mempelai pria mengucap janji suci sekali seumur hidup untuk mengikat pengantinnya.

Setelah hampir bingung tidak karuan menentukan konsep dan tema pernikahan, Asya, dibantu dengan sang Mama dan Calon Mertuanya, pun memutuskan untuk mengusung adat Jawa untuk acara sakral menuju Akad Nikah. Wina yang awalnya kukuh ingin resepsi pernikahan anaknya menggunakan konsep pernikahan Aceh, akhirnya luluh mengalah ketika Asya mengajak sang Camer ke butik untuk memperlihatkan kebaya modern yang disukainya. Wina pun berkelit jika Asya pasti cantik mengenakan kebaya tersebut, dan mengatakan bahwa pasti akan susah bagi Asya jika berjam-jam membawa suntiang di kepala. Asya berhasil membujuk Bunda Rayhan. Jadilah, resepsi pernikahannya mengusung konsep Jawa modern.

Pagi itu, keluarga Asya menggelar pengajian di rumah dinas sang Ayah yang terletak di kompleks Kopassus, Batujajar. Begitu juga di kediaman keluarga Rayhan, yang berada di rumah dinas Kapuspen TNI. Sebisa mungkin keduanya mengundang keluarga, kerabat, dan teman dekat untuk menghadiri pengajian yang diadakan sebelum pernikahan keduanya. Pengajian mereka lakukan karena ingin mendapat ridho Yang Maha Kuasa, Allah swt. Mereka ingin memulai kehidupan mereka yang baru dengan sesuatu yang mulia dan diberkahi oleh Allah.

Pengajian di rumah Asya dibuka dengan shalawat, mengaji Asmaul Husna, dan surat Ar-Rahman. Ustadzah Bilqis mengisi ceramah untuk keluarga mempelai wanita. Ceramah yang disampaikan berupa seberapa mulia wanita di mata agama Islam, cara membangun keluarga yang sakinah, dan wejangan serupa. Setelah itu, Ustadzah Bilqis mempersilakan Asya, untuk memohon izin dan restu kepada kedua orangtuanya.

"Mama, Papa, yang Asya sayangi. Disini Asya ingin mengucap syukur Alhamdulillah karena kehadirat Allah SWT yang mana membuat Asya bisa mengungkapkan rasa sayang dan kasih kepada Mama Papa. Alhamdulillah Asya diberi berkah bisa tumbuh hingga dewasa lengkap dengan tutur, bimbingan, dan limpahan kasih sayang Mama Papa. Rasanya Asya beruntung sekali punya orangtua seperti Mama dan Papa. Nggak terasa, ya, Ma, Pa... Asya sudah dewasa. Rasanya baru seperti kemarin Mama omelin Asya waktu kecil karena suka pukulin Arza. Nggak disangka waktu berjalan cepat, Ma, Pa..." tangis sudah menyeruak dari mata Asya. Pun Kila dan Gibran yang menahan tangisnya untuk tidak tersedu-sedu saat itu.

"Mama, Papa, beribu terimakasih Asya ucapkan karena telah menghadirkan Asya di dunia. Menguras keringat dan air mata untuk mendidik dan memberi fasilitas kepada Asya. Kini Asya sadari, Asya tumbuh dengan sangat baik karena hasil jerih payah Mama Papa. Dewasa ini, izinkan Asya untuk meminta restu dan ridho dari Mama Papa untuk Asya yang akan mengarungi bahtera kehidupan yang baru bersama lelaki yang Asya cintai, Mas Rayhan. Walau sampai saat ini Asya masih belum bisa membalas segala perhatian, kasih sayang, dan cinta yang telah diberikan oleh Mama Papa, namun Asya akan tetap mendoakan Mama Papa sebagai orangtua yang dimuliakan nantinya di mata Allah. Sebagai hamba, Asya hanya mengabdi kepada Allah SWT, namun tanpa ridho dan keikhlasan Mama dan Papa, maka Allah pun tidak akan ridho kepada Asya, begitu mulia nilai Mama dan Papa di hadapan Allah SWT. Insyaa Allah dengan ridho dan doa restu Mama dan Papa, pernikahan Asya dengan Mas Rayhan akan diberi kelancaran, penuh dengan ketenangan, kedamaian, kebahagiaan. Serta sakinah, mawaddah warrahmah, dan penuh berkah."

Gibran tidak tahan untuk mengecup penuh sayang puncak kepala putrinya. Hijab yang menutupi rambut Asya itu basah oleh air mata sang Papa. Pundaknya pun direngkuh erat oleh Kila, Mamanya. Mereka seolah tak percaya bahwa putrinya akan mandiri seutuhnya, tanggungjawab yang mereka pikul kini dialihkan ke pundak suami putrinya kelak. Betapa cepatnya waktu bergulir. Asya tidak kuasa untuk ikut menyeret kembarannya, Arza, yang menahan tangis untuk ikut berpelukan hangat.

Would You Still Love Me The Same?Where stories live. Discover now