alaska; 2

714K 39.6K 1.3K
                                    

3 HAL yang mampu membuat siswa ngantuk di kelas: semalam begadang, suara guru yang sedang menjelaskan kelewat lembut seperti nyanyian pengantar tidur, dan terakhir karena pelajaran yang berlangsung tidak disukai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

3 HAL yang mampu membuat siswa ngantuk di kelas: semalam begadang, suara guru yang sedang menjelaskan kelewat lembut seperti nyanyian pengantar tidur, dan terakhir karena pelajaran yang berlangsung tidak disukai.

Opsi pertama adalah hal yang dialami Alana saat ini. Rasanya ingin sekali ia menempatkan tubuhnya itu di atas kasur empuknya, matanya seakan tak kuat lagi untuk dibiarkan terbuka. Ini semua karena cewek yang duduk di sampingnya, gara-gara Renata ia harus merelakan jam tidurnya diambil. Padahal ia sudah sangat mengantuk semalam, belum lagi kepalanya sakit seakan semua sesuatu yang ada di dalamnya ingin keluar.

Angin sepoi-sepoi yang masuk lewat fentilasi dan jendela yang berada di sampingnya cukup membuat Alana tergiur untuk tidur pada waktu itu juga, ekor matanya tak sengaja melirik ke belakang ada seseorang di sana, tengah tertidur pulas dengan earphone yang menyumpal kedua telinganya. Alana memandang seraya menggeleng kepala. Tidur pada jam pelajaran Bu Weni, nyali cewek itu oke juga.

Dengan jahil Alana mendorong bangkunya hingga mengenai meja Viona. Sontak hal itu membuat sang pemilik terbangun "Bu, maafin saya, saya gak niat tidur bu," perkataan spontan Viona setelah terbangun, mampu membuat seisi kelas hening. Bu Weni yang tengah menulis dengan serius di papan tulis berbalik, menatapnya marah.

"Oh, jadi dari tadi kamu tidur di jam pelajaran saya?" terlihat Viona meneguk salivanya susah payah. Alana terkekeh begitupun Renata, kedua orang tersebut mendapat delikan jengkel dari cewek berambut sebahu itu. Mata cewek itu sekan ingin menyayat keduanya, dan mengatakan, 'teman bangke lu pada.'

"A-anu Bu, aduhh gimana yah."

"Gimana-gimana apanya, sekarang keluar kamu! Kalian juga Alana, Renata."

Yang tadinya Viona merasa jengkel sekarang cewek berkepribadian cowok itu tersenyum penuh kemenangan. "Kamu pasti gak dengerin apa penjelasan saya tadi, kan. Renata juga, kamu dari tadi nyengir terus, seakan-akan saya ini lagi ngelawak bukannya lagi ngajar."

"Namanya juga orang lagi jatuh cinta, Bu, jadi maklumin aja."

"Viona! lo apa-apaan sih." tak terima, Renata bangun dari duduknya kemudian menarik rambut Viona. Tak mau kalah Viona ikut menarik rambut Renata yang panjang dan cetar itu.

"Aduh kalian kenapa berantem, keluar kalian, keluar jangan ganggu kelas saya." sungguh wanita yang rambutnya dicepol itu merasa kesusahan mengurusi dua siswi itu, anak-anak yang lain pun tak ada yang berniat melerai, lebih memilih mendiamkan mereka seraya memilih jagoan mereka masing-masing.

"RENATA, VIONA! KELUAR KALIAN SEKARANG. KAMU JUGA ALANA, KELUAR!"

Kedua cewek yang beradu kekuatan tadi akhirnya mulai melepaskan diri satu sama lain. Kemudian memilih keluar mengekori Alana. Dan persekian detik selanjutnya setelah keluar dari kelas yaitu tawa keras mereka yang menggelegar dimana-mana. Cara seperti itu mampu membuat mereka keluar dari kelas.

Menurut Alana keluar kelas di hari rabu, pada jam seperti ini ada keuntungannya. Yaitu, bisa melihat Alaska yang sedang berolahraga. Kalau tidak bisa lolos keluar, Alana biasanya hanya bisa melihat cowok itu dari kaca jendela kelasnya yang terlampau tinggi hingga membuat Alana kurang bisa melihat wajah kelelahan Alaska yang penuh keringat.

"Buset, njing. Kepala gue sakit, lo tariknya kenceng banget, lo pikir ini rambutnya si Chandra apa?"

"Yee, lo aja nariknya kenceng banget sat, gue ampir pengen pukul pala lu tadi ampe bonyok."

"Sianying emang. Eh, Arina yah? bagi duit dong, aus nih gue pengen beli minum tapi uangnya di kelas." Viona tak sengaja berpapasan dengan seorang adik kelas.

Cewek polos dengan rambut diikat satu itu mengeluarkan uang 5000 dari kantong celana olahraganya kemudian memberikan kepada Viona.

"Makasih yah, rajin-rajin deh nyumbagin kayak gini buat orang kayak gue." cewek tadi tersenyum kecut kemudian segera pergi. Beginilah enaknya jadi kakak kelas yang banyak dikenali oleh junior, minta duit sekalipun dikasih juga.

"Beliin kita aqu* gelas dong, dua rebu udah dapet tiga tuh," ujar Alana seraya menarik rambut Viona.

"Yee sabar, anjeng."
"Btw, itu ayang-ayang lo lagi duduk sama geng-gengnya. Gak mau nyamperin?"

Alana menoleh ke arah yang ditunjukkan Viona. Benar saja, ada Alaska beserta teman-temannya di sana. Tanpa banyak omong ia menghampiri cowok itu. Sedikit membungkuk kemudian menaruh dagunya di bahu Alaska. "semangat," bisik Alana, setelah itu ia memilih meninggalkan Alaska yang masih tak bergeming.

Sebenarnya ia masih ingin berlama-lama berada di samping Alaska tadi, tetapi ada sesuatu yang sedikit membuat dirinya terlempar jauh. Yaitu, arah pandang Alaska yang tak pernah lepas dari orang itu. Entah untuk keberapa kalinya, Alana selalu berharap agar tatapan itu bisa berpindah ke dirinya.

"Tumben cepet biasanya harus gue seret dulu baru mau pergi dari Alaska," sindir Renata dan mendapat anggukan setuju dari Viona.

"Kasian Alaska, kayaknya mau masuk kelas gue takut ganggu."

"Lo udah jadi pengganggu kali dari dulu kenapa baru sadar sekarang."

"Kampret, pengen gue botakin lu?"

Kalau dipikir-pikir perkataan Viona tadi ada benarnya, Alana sudah menjadi pengganggu dalam hidup Alaska. Tetapi, Alana hanya menjalankan apa yang diinginkan hatinya dan yang disuruhkan oleh otaknya. Jika ia ingin berhenti memperjuangkan Alaska, rasanya hati dan otaknya ini tiba-tiba satu jalan, sama-sama sesak dan berat.

Lagian tak ada salahnya kan memperjuangkan cowok seperti Alaska? Cewek buruk kayak dia itu butuh cowok yang kayak Alaska, yang bisa merubah hidupnya dan mampu membuat dirinya keluar dari keterpurukan.

Awalnya sih biasa saja, tetapi setelah melihat bagaimana interaksi antara Alaska dan Ibunya saat penerimaan raport, Alana jadi memberi nilai tambah buat cowok itu. Kalau Ibunya sendiri dihargain pasti ceweknya juga bakal dihargain, begitulah presepsi Alana.

-oOo-

"Woy! ngelamun aja. Lo gak rasa apa kalau tadi Alana sempet ada di dekat lo? sampai dia tuh naruh dagunya di bahu lo."

"Gue tau kok."

"Terus? tumben lo gak ngehindar biasa langsung pergi gitu aja."

"Biarin, kalo terus-terusan gue ladenin dia malah bakal ngelunjak."

"Coba buka hati ke dia kali, Ska. Siapa tau lo terbiasa terus nyaman."

"Gue gak suka dipaksa." kemudian setelah itu Alaska memilih pergi dari area lapangan meninggalkan ketiga sahabatnya.

"Asal lo tau aja, Ska. Alana butuh cowok kayak lo buat ngelindungin dia," ujar Tora saat Alaska mulai menjauh beberapa langkah.

TBC.







nisaafatm

ALASKAWhere stories live. Discover now