alaska; 31

459K 31.2K 1.8K
                                    

GULITA kini menyapa. Alana dengan seragam lengkap memasuki rumah besarnya yang tampak hening dan sepi seperti biasanya. Jikalau Papanya masih tinggal di rumah ini, Alana pasti akan diceramahi karena terlambat pulang. Namun, sekarang hal seperti itu mungkin sudah tidak akan Alana dengar lagi.

Capek, adalah satu kata yang mendominasi untuk tubuhnya saat ini. Sehabis pulang tadi Alana memilih mengikuti Haulana pulang ke rumah cewek itu. Sebab, ia membantu Haulana berkemas diri karena Tora mengajak jalan.

Haulana berasal dari keluarga sederhana, Ibunya seorang ibu rumah tangga sedangkan Ayahnya seorang guru di sebuah sekolah dasar. Kelihatannya keluarga mereka harmonis sekali sampai Alana rasanya iri dengan hubungan keluarga mereka.

Saat Alana baru saja datang di rumah Haulana, Ibu cewek itu menyambutnya dengan ramah tak lupa menyediakan camilan untuk Alana. Senyum keibuan milik Ibu Haulana membuat Alana rindu senyum Mamanya yang tak pernah lagi tampak di wajah pucat wanita itu.

Alana rasanya ingin bertanya pada takdir, kapan keluarganya bisa seharmonis keluarga Alaska dan Haulana?

'Tok tok'

"Iya ada apa, bi?" tanya Alana seraya menyembul di pintu kamarnya.

"Non, Nyonya gak mau makan sejak siang tadi."

"Loh, kok bisa?"

"Tadi sudah saya bujuk tapi, Nyonya masih gak mau makan."

"Ya udah bi, nanti biar saya aja yang bujuk," Asisten rumah tangga Alana tadi langsung memilih kembali ke dapur setelah melaporkan hal tersebut.

Mama Alana memang terlihat sangat aneh akhir-akhir ini. Terhitung setelah hari di mana kejadian istri kedua papanya yang datang ke sini.

Jujur, Alana jadi ingin tau apa yang sebenarnya dilakukan istri kedua papanya ke sini? Dan apakah ada hubungannya dengan Mamanya hingga kondisinya seperti ini?

Walau sudah dibujuk dan Alana berusaha tanya. Namun, tetap saja wanita lemah itu tetap tidak mau merespon Alana. Kalau dulu, sebelum kejadian ini, Mamanya akan tetap mengangguk jika ditanyai sesuatu tetapi sekarang hanya diam saja dengan tatapan lurus ke depan tanpa tujuan.

Setelah berganti pakaian dan membersihkan diri, Alana langsung keluar bergegas menuju dapur mengambil sepiring nasi setelah itu ke kamar Mamanya. Membuka pintu cokelat kayu itu kemudian perlahan masuk ke dalam kamar tersebut.

Mamanya tengah duduk di tempat tidur dengan pandangan sayu. Lampu kamarnya belum ia nyalakan, hanya mengandalkan cahaya dari luar lampu jalan yang merambat hingga ke jendela kamar yang belum ditutup sepenuhnya.

Menghela nafas setelah melihat kondisi Mamanya, Alana berjalan menuju saklar, menyalakan lampu kamar kemudian setelah itu menutup jendela beserta gordennya.

"Mama kenapa gak makan?"

Hening, tak ada sahutan sama sekali.

"Ma, Mama makan yah?" Alana berjalan mendekati Mamanya dengan sepiring nasi yang ada di tangannya kemudian mencoba menyodorkan wanita itu dengan sesendok nasi. Namun, bukannya di makan wanita itu malah menepis tangan Alana hingga nasi yang ada pada sendok tersebut jatuh berceceran di mana-mana.

Menghela nafas, mencoba menyabarkan diri atas tindakan Mamanya ini, Alana mencoba lagi menyodorkan sesendok nasi. Namun, wanita itu kembali melakukan hal yang sama dan parahnya setelah itu tangannya dengan bebas menarik rambut Alana sekeras mungkin.

"Aw, Ma, sakit. Please, lepasin."

"KELUAR!" Kinara berteriak dengan kerasnya seraya melepaskan tarikan pada rambut Alana. Ia mendorong Alana agar segera keluar dari kamarnya ini.

ALASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang