alaska; 6

501K 33.5K 764
                                    

SENYUM Alana tidak pudar sedikitpun saat ia duduk tidak tenang di belakang Alaska. Jantungnya seakan mau lepas saat ini, bibirnya juga serasa keram karena sedari tadi ia terus tersenyum. Walaupun dibatasi oleh tas Alaska, hal itu tidak lah menjadi masalah.

Selama beberapa menit diperjalanan berdua bersama cowok di depannya ini, suara Alana lah yang paling mendominasi memecah keheningan. Alaska hanya berdehem jika ditanya, dan memilih diam saat Alana berceloteh. Alana bersyukur setidaknya Alaska tidak berpikir untuk menurunkannya di jalan karena mulutnya yang tidak bisa diam ini. Salahkan saja pada hati dan otaknya yang selaras memerintahkan dirinya untuk terus mengenal Alaska lebih dalam.

Satu hal yang diketahui Alana dari Alaska untuk hari ini. Alaska lebih mempergunakan tangan kirinya. Dalam artian cowok itu kidal. Sebenarnya ia sudah mengetahui hal itu dari lama tetapi ia kira kalau Alaska hanya memakai tangan kiri jika menulis saja buktinya tidak.

Saat merapikan rambut, meres jaket, mengunci helm yang ia pakai, Alaska lebih mempekerjakan tangan kirinya. Tidak heran jika cowok itu pintar, menurut artikel yang Alana baca tentang fakta orang kidal, kebanyakan orang kidal itu kaum adam, juga memiliki otak yang cerdas sebab otak kiri fungsinya mengatur hal-hal yang berhubungan dengan logika. Sedikit informasi, kidal terjadi bila otak kanan seseorang lebih dominan dibanding otak kirinya.

Jika ada yang bertanya mengapa Alana bisa mengetahui tentang hal seperti itu, jawabannya karena apa pun yang berhubungan dengan Alaska sebisa mungkin ia mencoba untuk mengetahui lebih dalam.

"Ska, besok pulang bareng lagi yah?"

"Gak."

"Loh, kenapa? takut bensinnya abis?"

"Ada urusan," jawab Alaska singkat, Alana cukup tau diri dengan jawaban-jawaban Alaska yang seperti itu. Cowok itu terlalu malas menanggapi ocehannya.

"Aku tungguin sampe selesai."

"Mau ikut tawuran?" Alana terkekeh saat mendengar pertanyaan Alaska tadi, dengan spontan ia menggaruk lehernya yang tidak gatal. Jadi, urusan cowok itu tentang geng-gengnya.

Tidak terasa mereka telah sampai di depan pagar tinggi berwarna hitam yang melingkup rumah berlantai dua di sana. Alana beranjak turun dengan modus memegang pundak Alaska. Merapikan poninya yang sempat terkena angin. Inginnya cewek itu berlama-lama menanyakan ini itu kepada Alaska tetapi melihat mobil hitam yang keluar dari pagar rumahnya membuat Alana harus bergerak cepat masuk ke dalama rumahnya.

"Makasih. Hati-hati, kalau bisa kamu jangan ikut tawuran. bye." Alana memberikan senyum terbaiknya seraya menepuk-tepuk punggung tangan Alaska yang sedang memegang gas motor.

Cewek itu berjalan meninggalkan Alaska yang tengah fokus mengarahkan tatapannya ke kaca spion motornya. Jujur saja sedari tadi ia merasa sedang, diikuti?

-oOo-

"Ma, ma, udah ma, papa udah pergi lagi nanti dia bakal balik kok, ma please dengerin aku." Alana berusaha menahan gerakan mamanya yang superaktif ingin lepas dari rangkulannya itu.

Kinara, Wanita paruh bayah yang tengah menangis di dalam pelukan Alana itu terus meracau, segala cara ia lakukan agar bisa berlari mengejar mobil yang baru saja keluar tadi. Mobil hitam tersebut milik Papa Alana. Fariz Wirawiguna, lelaki paruh bayah yang Alana banggakan. Tetapi itu dulu, saat Papanya belum menikah dengan perempuan lain. Alana benci mengingat hal tersebut, apalagi alasan mengapa Papanya berbuat seperti itu.

Klise saja, Fariz menikahi Kinara karena terpaksa sebab Kinara telah hamil lebih dulu. Bisa dibilang Alana adalah sesuatu yang tidak sengaja dibuat dan tidak diinginkan.

Alana bisa apa saat mengetahui alasan itu. Ia hanya bisa diam dan pasrah akan keadaannya. Setidaknya Papanya itu tidak benar-benar melupakan ia dan Mamanya, terbukti dengan Fariz yang kadang kala berkunjung ke rumah yang ditempati anak dan istrinya hanya untuk mengecek keadaan kedua wanita tersebut. Biaya kehidupan Kinara dan Alana pun, masih ditanggung oleh Fariz.

Setelah kejadian yang meretakkan keluarga kecil Alana tersebut, semuanya berubah. Dunia Mamanya seakan kiamat, Kinara lebih memilih menangis di kamar berhari-hari, jika Fariz datang ia seakan tidak ingin melepaskan lelaki itu pergi. Jadi, Alana harus siap mental jika Papanya pulang dari kunjungan, karena ia tau Mamanya akan berubah bagaikan monster yang ingin menerkam mangsanya. Dan saat seperti itulah Alana harus merelakan tubuhnya yang menjadi sasaran jika Mamanya meracau hebat.

Sedangkan di tempat yang berbeda tetapi di waktu yang bersamaan ke tiga cowok yang baru saja memarkirkan motor mereka di halaman rumah besar bercat putih itu berjalan menuju pintu hendak menekan bel rumah tersebut.

Kelihatannya hanya ada Alaska beserta kedua saudaranya di dalam. Terbukti dengan terparkir rapinya mobil hitam range rover milik Arka, dan motor besar milik Alaska. Di samping motor hitam Alaska sudah berjejer rapi juga motor Chandra, Regan, dan Tora.

Ketiga cowok itu hendak bersantai di rumah penuh ketenangan milik Alaska. Memang kalau hendak berkumpul di rumah teman, ketiga teman Alaska itu kompak memilih rumah Alaska saja selain karena free wifi dan bisa main PS di rumah itu juga tersedia khusus tempat gym-nya. Bagaimana tidak tersedia kalau rumah dipenuhi oleh kaum adam.

"Mau ngapain lo pada ke rumah gue?"

Bukannya yang keluar Alaska melainkan bocah setinggi bahu Chandra. Itu Cakra, adik Alaska yang mulutnya ketus sebelas duabelasan Alaska. Tapi, kalau Alaska versi yang tidak banyak bicara kalau Cakra versi kebalikannya.

"Mau nyariin kakak lo."

"Kakak gue ada dua, lo cari yang mana?" benar-benar, menguji kesabaran Chandra, Regan dan Tora walaupun telah lama mengenal Cakra tapi tetap saja anak itu masih sama, sama-sama nyebelin. Selain bahasanya yang memakai lo-gue anak itu juga seperti tak ada rasa takutnya dengan Chandra yang notabenenya memiliki wajah seram karena pengaruh rambutnya itu.

"Mau ngapain lo nyari Si Alaska?"

"Kepo bat lo yah," ujar Regan kesal "Woy, Ska! keluar woy adek lo ngalangin nih."

Tidak hanya Regan yang berteriak seperti itu, Tora dan Chandra pun ikut berteriak hingga yang dipanggilpun keluar dengan kaos hitam yang melekat pas di tubuh proposionalnya.

Baru saja Alaska hendak bertanya apa maksud ke datangan teman-temannya itu. Sebuah panggilan masuk di ponsel Tora.

"Halo?"

"Apa?!"

Wajah gembira Tora berubah menjadi panik saat panggilan itu diakhiri.

"Napa, Tor?"

"Si Gandhi dikroyok."









TBC.
Jangan lupa voment :)






nisaafatm

ALASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang