"TADI di kelas kalian lagi pada ceritain apa sih? Kayaknya heboh banget, sampe si curut mukul meja gitu?"
Mobil putih yang memuat dua orang gadis itu melaju cepat membelah jalanan kota yang nampak lenggang. Seraya menyetir dengan fokus masih di jalanan Stephany bertanya kepada cewek di sampingnya ini. Ia sesekali menoleh agar dapat melihat ekspresi Alana.
Serius, tadi saat ia akan masuk ke kelas Alana ia melihat cewek ini tengah berbincang dengan dua sahabat kampretnya di kelas. Hanya tersisa mereka bertiga di kelas itu. Anak-anak lain sudah lenyap kembali ke habitat masing-masing.
Viona dengan ekspresi melototnya, Renata yang memukul meja histeris dan Alana yang duduk dengan kaki dinaikkan di atas meja. Ia bercerita dengan senyuman bangga tak lupa ciri khasnya yang memegang kipas saat sedang berhasil melakukan sesuatu.
"Kalo gue cerita lo gak bakal percaya, steph."
"Aelah, cerita aja keles, kepo nih gue." Stephany memutar stir mobilnya kemudian sekilas menoleh ke arah Alana.
Cewek yang tengah memperbaiki poninya di kaca mini itu berbalik ke arah Stephany dengan antusias. "Kalo gue ceritain ini, lo janji gak ngumbar, gak ngerem mendadak, dan gak kaget."
"Sip."
"Tapi entar aja deh, gue takut nyawa gue melayang."
"Sialan lo, bangsat!"
Alana terkekeh mendengar itu. Astaga, apakah rasa keingin tahuan Stephany sebesar itu? Ia ingin tertawa namun tak jadi saat mengingat ada sebuah kripik pedas di dalam tasnya. Astaga, Alana suka itu. Jadi, ia memilih untuk segera menghabiskan makanan itu terlebih dahulu sembari menunggu mobil Stephany terparkir rapi di parkiran supermarket.
Lagu milik Dua Lipa yang sedang naik daun mengalun, mendominasi suasana di mobil ini. Sesekali Stephany ikut bernyanyi dan sedikit berjoget saat reff lagu. Alana memukul kepala cewek itu. Ia sempat berfikir, bagaimana kondisi Adrian setelah berpacaran dengan cewek ini.
"Jangan mandang gue kayak gitu, kampret."
"Idih merasa amat gue perhatiin."
"Pret, padahal beneran."
Kedua orang itu tertawa bersama. Walau saat ini Alana sedang dirundung masalah dengan keluarganya setidaknya bersama teman-temannya Alana dapat merasakan kebahagian.
"Gak lama lagi gue 2 tahunan sama Adrian," papar Stephany.
"Waw! Gila, tumbenan banget hubungan lo bisa panjang kayak gitu."
"Sialan, minta dibacok nih anak."
"Lo udah mau 2 tahun sedangkan gue ngerebut hatinya aja belum."
"Makanya nyari cowok tuh jangan yang es batu," Stephany berujar seraya memarkirkan mobilnya. Setelah itu ia keluar dari mobil disusul oleh Alana yang tengah menggerutu.
Hari ini Alana pulang bersama Stephany. Niat awal dari rumah memang tidak ingin membawa mobil agar bisa meminta tebengan sama Alaska namun na'asnya ban motor cowok itu kempes lagipula kalaupun tidak kempes Alaska tidak akan mau memberinya tumpangan dengan alasan seperti itu.
Dan pada akhirnya, Alana ikut dengan Stephany yang saat itu sedang berada di parkiran bersama Adrian. Adrian membawa mobil juga hari ini jadi Alaska ikut dengan cowok itu bersama teman-temannya yang lain, yang motornya kempes juga. Alana berasumsi ini pasti kerjaan kakak kelas mereka lagi.
Mungkin, besok akan terjadi peperangan lagi di sekolahnya.
Saat sedang berjalan mengitari rak makanan Alana mengambil beberapa snack pedas setelah itu kembali mengekori Stephany yang berjalan ke area rak pembalut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASKA
Teen Fiction[SUDAH TERBIT DI COCONUTBOOKS (Bintang Media)] Alaska Tahta Wardana, cowok jangkung berwajah tampan, pandai dalam hal adu fisik maupun otak, Bad boy namun menjadi kesayangan para guru, pelit ekspresi tetapi menjabat sebagai ketua geng besar di sekol...