alaska; 5

560K 36.4K 1.2K
                                    

DENGAN langkah pelan Alana keluar dari sebuah ruangan sepi itu. Bukan ruangan rahasia hanya sebuah kelas yang belum dihuni. Ia baru saja menaruh sejumlah tissue, roti, dan juga yakult di kolong meja seseorang. Hal itu sudah menjadi hal wajib yang ia lakukan setiap pagi. Jadi, bisa dibilang Alana bukanlah tipe cewek yang suka terlambat ke sekolah, karena misi setiap paginya itu. Sengaja ia memilih yakult karena ia tau Alaska itu bukan tipe orang yang menyukai makanan atau minuman berbau manis.

Mengucek satu salah matanya dan tetap berjalan menuju kelasnya, IPA 6. Saat itu koridor SMA Angkasa belum lah terlalu ramai tetapi tidak bisa dibilang sepi juga. Sekarang masihlah pukul 06.16, anak-anak mulai memadati sekolah kira-kira pukul 06.30.

Jujur saja, Alana masih sangat mengantuk, semalam ia ke club pulang pada pukul 1 malam, dan bangun pada pukul 5 pagi. Sebenarnya ia bukan tipe yang sering mengisi malamnya ke tempat bising itu, hanya kalau ada masalah, ajakan atau acara teman-temannya yang diadakan di sana.

"Woy!" Alana memejamkan matanya sebentar menetralisir jantungnya yang hampir keluar karena kekagetannya.

"Bisa gak sih lo gak teriak?"

"Yee maapin, tumben datangnya cepet."

"Si kampret, lo aja yang tumben dateng cepet gue mah udah kayak gini dari dulu datangnya." Viona terkekeh mendengarnya karena dulu ketika SMP Viona tau kalau awal Alana menjadi brandalan seperti ini karena ketahuan memanjat pagar sebab hampir setiap hari cewek itu terlambat.

"Jangan samain gue dengan yang dulu yah,"ujar Alana seakan tau apa yang ada dipikiran Viona.

"Iyain. btw, lo habis ke kelas Alaska lagi?" Alana mengangguk, "ngasih roti dan antek-anteknya juga?" cewek yang ditanya itu kembali mengangguk, "lo udah sarapan?"

"Udah, tenang aja, gue masih mikirin diri gue kok."

"Yee siapa tau lo buta karena cinta sampe lupa ama diri lo, tapi ngomong-ngomong yah lo kan emang udah buta karena cinta."

"Eh sialan si jakun ayam."

Kedua orang tersebut berjalan hingga melewati tikungan yang akan membawa mereka ke kelas. Tetapi apa ini nasib baik atau buruk untuk Alana, ia malah tertabrak oleh seseorang hingga ia hampir saja mencium lantai. Untuk keadaan yang tidak terlalu ramai ini, Alana sedikit bersyukur setidaknya anak-anak belum ada yang lewat disini hingga tak melihat bagaimana na'asnya dia sekarang. Selain sakit, kan malu juga kalau dilihatin banyak orang.

Alana meringis saat badan seseorang yang lebih besar darinya dengan bebas menubruknya hingga seperti ini. Ia sedikit mendongak matanya menangkap sosok Alaska yang tengah terdiam melihatnya, cowok itu tidak mengeluarkan reaksi sampai Regan mendorong bahunya pelan. Cowok kidal itu akhirnya mengulurkan tangannya membantu Alana yang sudah akan melompat-lompat kesenangan. Bayangkan saja, untuk pertama kalinya tangannya digenggam oleh tangan besar seorang Alaska. Ada sedikit rasa bersyukur di dalam hati Alana karena tidak keceplosan mengumpat tadi, setidaknya ia bisa pencitraan di depan cowok yang ia taksir.

Seakan mengerti keadaan Viona membuka suara. "Eh, Lan, lo gak papa kan? apanya yang sakit?"

"Eh, oh gak kok gak."

"Halah bohong banget lu. Ska, kalo gue minta ganti rugi bisa gak nih?" pertanyaan dari Viona mempu membuat Alana mendelik kesal, dipikir ia itu barang apa?

"Iya tuh, Ska. Masa lo abis nabrak anak orang gak ganti rugi sih minta maap aja nggak," timpal Chandra asal jeplak.

"Tau nih, bisa kali bentar pulang lo anterin sahabat gue, itung-itung permintaan maap lo ke dia."

"Iya Ska, kasian tuh lututnya Alana memar dikit."

"Waduhh ia bener, noh, kasian tuh. Anterin pulang gak papa kali, cewek cantik itu, Ska."

Alaska tau ia sedang dipojokkan, andai saja pagi tadi ia tidak menerima pesan dari Adrian kalau cowok itu hendak bertemu dengannya di basecamp rahasia Batalyon pasti ia tidak akan cepat-cepat seperti ini hingga menabrak Alana.

Mendengus seraya memandang kesal ketiga sahabatnya. "Hmm, dia tanggung jawab gue pulang sekolah." suara berat Alaska serasa nyanyian merdu di telinga Alana. Lihatkan kata-katanya indah gitu, sampai-sampai Alana ingin terbang sekarang juga.

'Jangankan pulang sekolah aja, sampai akhir hayat pun aku mau kok jadi tanggung jawab kamu,' ujar Alana dalam hatinya.


-oOo-


"Heh, jangan pada ribut lo semua kalo Bu Wiwi dateng kita nggak jadi freeclass, bebek," ujar Tian ketua kelas IPA 6 yang tengah duduk di pojokkan bersama komplotannya. Bukannya sedang menonton hal yang berbau mesum, cowok-cowok itu sedang bermain kartu.

Barusan cowok berkumis tipis itu mencari Bu Ilmi di ruang guru, dan ternyata guru berwajah oval itu tidak dapat masuk hari ini karena ada urusan mendadak. Sontak saja hal itu menjadi kabar baik untuk seluruh penghuni kelas IPA 6.

Freeclass seperti ini murid-murid mulai mencar ke rombongan mereka. Ada yang memilih ke kantin, perpustakaan, gossip, main kartu di pojokkan, hingga membuat boomerang berkali-kali dengan gaya mengedipkan mata atau menjulurkan lidah. Hal itulah yang sedang dilakukan Alana dan Renata saat ini sedangkan Viona memilih mengelilingi kelas meminta sumbangan seperti biasa. Padahal Viona itu bukan orang kalangan bawah yang kesusahan uang, tetapi prinsipnya selagi dapat sumbangan, uang dikantong gak boleh dipecahin.

"Eh, denger-denger Batalyon mau ikut tawuran lagi loh." Alana mengangkat keningnya meminta penjelasan lebih.

"Gue taunya dari Regan." cewek yang mendengarkan itu mengangguk-angguk mengerti.

"Lo itu sebenarnya deket ama Chandra apa Regan sih?"

"Gak dua-duanya."

"Sok banget dah, ngaku aja masih gagal move on kan loh dari si Regan."

"Sa ae lo kuping anoa."

Memang sudah tidak bisa ditutup-tutupi lagi kalau Renata itu mantannya seorang Regan, anak Batalyon yang sifatnya sebelas duabelasan dengan seorang Alaska. Untuk kelanjutan hubungan mereka hal itu masihlah menjadi tanda tanya.

Alana sedikit mengerjab saat sinar matahari menembus matanya. Saat ini kedua cewek itu tengah memandang lapangan di bawah sana yang menampakkan rombongan anggota PMR yang sedang bertugas. Mata Alana tampak sayu saat melihat sosok yang mampu membuat mood-nya turun dalam sesaat.

"Lan, harusnya tuh lo bolehin kita buat ngelabrak tuh cewek, supaya lo bebas buat ngedeketin Alaska." pandangan Renata juga tampaknya jatuh kepada sosok itu.

"Gak usah, Ta."

"Coba deh lo pikirin kalo kita ngelabrak dia, dia kan bisa stres tuh terus keluar deh dari sekolah dan lo bebas bareng Alaska. Tapi kalau kita biarin kek gini-gini aja, suatu saat dia ngebalas perasaan Alaska dan pada akhirnya mereka jadian, dan lo? gue hanya gak mau perjuangan lo sia-sia, Lan."

"Gue hanya gak mau nyakitin cewek yang dicintai Alaska."

Renata menggeleng-geleng melihat cewek di sampingnya ini. Ingin membalas lanjut tetapi bel pulang telah berdering dengan kerasnya seantero sekolah. Terlihat Alana menarik tasnya dengan semangat tak lupa cewek itu memperbaiki penampilannya sebelum keluar kelas.

"Gue duluan yah, lo gak usah cemas percaya sama gue, Alaska pasti bakal jatuh ke gue."

Kemudian setelah itu Alana berjalan keluar kelasnya dengan semangat, menyisahkan Renata yang memandang punggungnya dengan tatapan sayu seakan ia sangat mengetahui bagaimana punggung tersebut menanggung beban yang sangat berat.












TBC.
Jangan lupa vomentttt :)))))









nisaafatm

ALASKAWhere stories live. Discover now