alaska; 27

439K 30.3K 3.9K
                                    

HARI ini rasanya panas sekali.
Setelah upacara panas-panasan bukannya langsung masuk ke kelas malah disuruh untuk berdiri di lapangan akibat tidak melaksanakan upacara dengan tertib. Tidak anak kelas sepuluh dan sebelas, anak kelas duabelas pun yang notabenenya kelas akhir malah lebih parah tidak tertibnya. Apalagi, barisan kelas sepuluh bagian belakang yang isinya hampir semua diisi anak Batalyon yang enak-enakkan berteduh di bawah pohon rindang.

Anak-anak Batalyon yang dicap sebagai trouble di sekolah ini baik kelas sepuluh sampai duabelas memilih ngadem di barisan yang memiliki tempat yang teduh sebab selain tidak terkena sinar matahari juga bisa enak-enakkan duduk atau pun bercerita.

Guru piket yang bertugas menjaga barisan saat upacara tak sengaja melihat sekelompok orang tersebut langsung melaporkan hal ini kepada kepala sekolah yang saat itu menjadi pembina upacara.

Mungkin, untuk hal seperti ini bukanlah masalah yang besar bagi mereka-mereka itu. Namun, tidak jika ketua mereka sudah diseret oleh kepala sekolah untuk mempertanggung jawabkan para bawahannya.

Alaska menghela nafas sebentar. Tunggu saja, sebentar lagi pasti namanya akan dipanggil bersama Adrian juga Gandhi.

Kalau tau begini harusnya mereka tidak upacara saja sekalian.

"Gandhi Pratama, Adrian Bahri Kusuma, Alaska Tahta Wardana. Sini kalian!" tepat, seperti Alaska duga.

Dengan menggosok wajahnya kesal, Alaska terpaksa ikut maju ke tengah lapangan ditonton oleh ribuan murid sekolahnya ditambah guru-guru yang masih berkerumun.

Pasti mereka-mereka semua yang tengah menonton sudah sangat familier melihat tiga orang tersebut dipanggil oleh kepala sekolah. Untuk para siswi, kejadian seperti ini pasti menjadi hal yang paling mereka nanti. Sebab kapan lagi bisa melihat visual Batalyon lebih lama?

Alaska kini berdiri di antara Adrian dan Gandhi. Tiga cowok tersebut berdiri di bawah terik matahari dan tepat di depan kepala sekolah.

Cewek yang tengah duduk enak-enakkan di kelas IPA 6 seraya memakan snack langsung tiba-tiba berdiri saat mendengar nama Alaska dipanggil. Padahal pikirannya sedang berkelana memikirkan Mamanya yang tak kunjung menjawab pertanyaannya, yang mengapa istri kedua Papanya bisa ada di rumahnya saat itu.

Kembali dengan seorang Alana Juwanda, cewek yang paling malas yang namanya upacara, alasan sakit atau piket pada guru patroli saat kedapatan tidak berbaris padahal nyatanya ia malah santai-santai di kelas, menyalin tugas atau live di sosial media Instagram.

Dengan sepatu merahnya ia berjalan keluar kelas. Bersandar pada pembatas, melihat ke bawah di mana barisan murid kelas sepuluh hingga duabelas masih tertata rapi dan tiga orang cowok di tengah lapangan yang tengah push up.

Menatap kesal dengan kepala sekolahnya kemudian ia berjalan cepat menuju kantin. Kalau melihat Alaska seperti itu, seluruh sistem yang ada pada tubuh Alana seakan menyuruhnya untuk segera melakukan ini itu untuk Alaska. Misalnya, sekarang cowok itu tengah dihukum, Alana harus cepat ke kantin membeli minum untuk cowok itu.

Setelah membeli minum dan berjalan menuju lapangan, perlahan para murid mulai berhamburan mencari kelas masing-masing. Mata Alana menyipit tatkala ia melihat Alaska yang tengah duduk selonjor di lapangan bersama anak-anak Batalyon yang banyaknya minta ampun.

"Alaska!" seruan itu cukup membuat beberapa pasang mata menoleh ke arahnya begitupun dengan Alaska.

Cowok yang dipanggil namanya itu memilih untuk menghela nafas sebentar kemudian berdiri dari duduknya. Alana yang melihat Alaska hendak pergi, langsung bergerak menemui cowok itu.

ALASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang