44: Please expect... pt.2

2.4K 375 6
                                    

Sudah 24 Desember...

Ya, sudah lama sejak Soonyoung memberikan PR bahwa ia harus belajar soal pemasaran juga.

"Memang bukan bidang kita tapi kita harus tahu biarpun sedikit."
Itu yang dikatakan Soonyoung.

Ini untuk mengantisipasi hal-hal seperti rapat besar lalu.
Saat mengajukan sebuah produk harus disertai alasan logis yang bisa membuat semua orang yakin.

Soonyoung berhasil melakukannya kemarin.







Jihoon duduk menghadap jendela, memandangi salju-salju kecil yang perlahan turun ke jalan.

Di luar sangat dingin hingga ia memilih untuk berada di dalam kamarnya, bergulung dalam selimut.
Kalau sedang lapar atau haus, ia memilih untuk menghangatkan sup kalengan atau menyeduh teh.

Benar-benar hari-hari penuh kemalasan.

Setiap malam Jihoon menyicil materi pemasaran, tenggelam dalam semua istilah asing di otaknya.

Dia belum pernah sama sekali berpikir soal bidang ini.
Ekonomi, sosiologi, semua ini tergolong baru baginya.

Soonyoung tidak bilang untuk menghafal semuanya, hanya dalami saja hingga paham betul.



Tok! Tok! Tok!

"SIAPA?" teriak Jihoon saat mendengar suara ketukan pintu di luar.

"Jeon Wonwoo," balas yang diluar pelan.

Jihoon segera memakai sandal lantainya dan berjalan menuju pintu.
Lantainya sungguh dingin.



Cklek!

"Hai!" sapa Wonwoo.

"Mengapa kau tiba-tiba mengetuk pintu?" tanya Jihoon bingung.

"Aku ingin masuk, di koridor dingin."
Wonwoo langsung berhambur masuk ke kamar Jihoon dan berbaring di ranjangnya.


"Ah, lebih baik," ujar Wonwoo setelah menarik selimut yang tadi ditinggalkan Jihoon begitu saja di atas ranjang.

"Biasanya kau ke mari kalau ada sesuatu."
Jihoon menyusul Wonwoo dan duduk di sebelahnya.

"Hanya ingin berkunjung," balas Wonwoo lalu menelan ludahnya.

Jihoon menatapnya sarkastik.

"Oke baiklah. Aku ingin bercerita tentang Mingyu mengajakku berkencan di pohon natal besar nanti malam."





"Oh."

"Bukan oh, tapi OH ASTAGA, apa yang harus kulakukan?" heboh Wonwoo sendiri.

"Biasa saja, toh, kau sudah pacaran lama dengannya."







"Belum."

Jihoon terbelalak.

"Ja-jadi se-selama ini—"

"Belum. Dia belum bilang apa-apa," balas Wonwoo lesu.






"Aku kira kalian sudah—"

"Kalau sudah aku akan berguling-guling sepanjang koridor tidak peduli musim apapun itu."

"Aku bertaruh kau akan melakukannya besok pagi."

"Tidak MUNGKIN!"

Wonwoo sepertinya sedang frustasi karena cinta sekarang.

"Bantu aku!!" mohon Wonwoo melingkarkan tangannya di leher Jihoon.

"Oh, astaga, hentikan," balas Jihoon mendorong Wonwoo agar menjauh.




"Bagaimana bila ia tidak menganggap hubungan ini? Bagaimana bila ia hanya main-main saja? Bagaimana bila dia—"

"Stop!" potong Jihoon langsung membekap mulut Wonwoo.

"Dia sudah menyukaimu sejak SMU tidak mungkin dia hanya main-main."

"Mungkin SAJA."
Wonwoo membuat Jihoon ingin membekap mulutnya saja selamanya.

"Cukup, jangan menaikkan nadamu di kata terakhir begitu. Santai saja!"




"Bagaimana kalau ia tidak meresmikan hubungan ini?"

"Kau sedang berharap sekarang?"

Wonwoo mengangguk pelan.

Jihoon menepuk dahinya pelan.

"Positive thinking saja. Mungkin dia ingin langsung menikah—"

"TIDAK, tidak, tidak, tidak!"

Wonwoo sekarang malah menarik selimut Jihoon agar hanya menutupi tubuhnya sendiri.
Kedua tangannya meremas selimut itu kuat-kuat.












"Yak! Jangan menghancurkan selimutku!"

"KAU MERUSAK SUASANA!"








Temannya ini benar-benar...

○●♡●○

tbc











Pitik senang bisa masuk ranking fanfiction hehehe

HUH HAH HUH HAH HUHU HAHAH
🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒

Terima kasih pada semua pihak yang sudah mendukung Pitik selama ber-wattpad-ria sampe kadang2 lupa waktu /jangan ditiru/

Sayang kalian semua~~
😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘

[√] You Never Know | SoonHoonDonde viven las historias. Descúbrelo ahora