107: 103/60

1.8K 310 70
                                    

Judul per chapter makin aneh aja, nih keknya...

Kemarin tanggal, sekarang tensi

--"

(Itu tensi Pitik pas terakhir check up di RS)




Hey,

Happy 20k readers! 🎉🎉

Pitik tahu 20k itu terjadi amat cepat karena chapternya juga amat banyak, udah 107 ini...

Tapi makasih aja bwt semua yang udah baca, baik yg keliatan ataupun nggak.

But, I appreciate you all

Gomapda~




○●○

Jepang...

Soonyoung melirik tiket pesawat yang berada di tangannya bergantian dengan pintu masuk bandara berulang-ulang.




Ya, ini hari-h berangkat ke Jepang.

Kemarin saat semuanya sudah pulang— terutama Jihoon —ia sudah membereskan barang-barangnya yang masih tersisa di kantor.

Yang tersisa hanya beberapa buku pedoman dan kursi, lalu meja, sofa, dan properti kantor lainnya.

Laporan-laporan ke belakang sudah tersusun rapi di sebelah rak buku.

Dirinya dan Jihoon yang sudah melakukannya pada beres-beres sebelumnya.





Soonyoung menghela nafasnya berat.

Sebenarnya masih 1 jam lagi sebelum keberangkatan.

Eum, tidak pas 1 jam.

Mungkin lebih beberapa menit.





Masalahnya di sini adalah ia tidak bisa melihat Jihoon untuk terakhir kalinya.

Hari ini pukul 10 tepat, ia akan pelantikan.

Bandara cukup jauh dari pabrik. Sekitar setengah jam bahkan dengan taksi.




Soonyoung melirik jam di ponselnya yang sudah menunjukkan jam 9 tepat.

Jihoon pasti sedang siap-siap sekarang.







"Soon!"

Soonyoung menoleh.





Ya, barusan itu Jihoon— sedang terengah-engah karena cepat-cepat berlari dari taksi.

Soonyoung langsung meninggalkan kopernya di tempat, berlari, berhambur memeluk Jihoon.






Jihoon mengerjap pelan. Ia masih mengenakan pakaian kerja namun basah oleh keringat.

Soonyoung mengelus-elus punggungnya pelan, melampiaskan semua perasaannya.






Ia tidak akan bisa memeluk tubuh ini untuk setahun ke depan.

Sampai ia kembali lagi.







Jihoon balas memeluknya. Ia juga tengah melampiaskannya.

Rasa sedih...

Kekecewaan...

Kebahagiaan...

Semuanya bercampur menjadi satu.








"Aku akan sangat merindukanmu," bisik Soonyoung lembut di daun telinganya.

Jihoon terdiam.









Perlahan ia menghentikan pelukannya dan mendorong Soonyoung agar tidak lagi memeluknya.

Dengan segenap kekuatannya, ia berdiri tegap di hadapan Soonyoung, menatapnya tepat di kedua matanya.







"Sebelum kau pergi, bolehkah aku meminta sesuatu darimu?" ujarnya.

Soonyoung menangkap kata-kata Jihoon kemudian mengangguk, mengiyakan apapun yang akan dikatakan Jihoon.







Apapun.







"Mari menyudahi hubungan kita."







Walaupun rasanya akan sakit.







Alih-alih, memasang raut marah, Soonyoung tersenyum.

Ia mengangguk pelan.






Jihoon sendiri masih menatapnya, menyakinkan dirinya apakah Soonyoung setuju atau tidak.

Dan kekasihnya itu setuju.

Itu artinya, yang berada di hadapannya ini sudah mantan.







"Tidak apa," balas Soonyoung kemudian.

Soonyoung bahkan tidak menanyakan alasannya dan langsung setuju.

Entah ia paham atau tidak.







"Kau tidak apa-apa?" tanya Jihoon kali ini semakin ragu.

Namun Soonyoung mengangguk mantap.

"Bukankah aku sudah setuju untuk mengabulkan permintaanmu?"









"Maaf," ujar Jihoon setelah hening beberapa saat.

Soonyoung kembali tersenyum, sebisa mungkin senyum paling bahagia yang dimilikinya.







Mungkin ini akan menjadi sebuah hari yang panjang untuk melepaskan seseorang.

Baik itu untuk Soonyoung...




... maupun Jihoon sendiri.









"Sekarang, bolehkah aku meminta sesuatu darimu?" tanya Soonyoung balik.

Jihoon tidak menjawab. Ia hanya menatap Soonyoung sendu.

"Aku tidak akan memintamu menungguku."







Jihoon menelan ludahnya sejenak.







"Tapi biarkan aku melakukan ini."

Soonyoung mengulurkan tangannya dan memegang pelipis Jihoon erat.








Sekilas, Jihoon bisa merasakan sebuah kecupan di dahinya.

Sangat singkat.







"Terima kasih," ujar Soonyoung kemudian.

Ia langsung berbalik dan berjalan menghampiri kopernya.





Untung saja masih utuh di sana.





Kedua kakinya berjalan cepat memasuki bandara, meninggalkan Jihoon berdiri di depan sana seorang diri.









Jihoon menghela nafasnya pelan. Ia berbalik dan berjalan ke depan, menyetop taksi untuk segera tiba di kantor.

Ia masih harus menjalani pelantikan.






○●♡●○

tbc



(ಥ_ಥ)

btw, Pitik deja vu dan keinget Until we meet again...

[√] You Never Know | SoonHoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang