Part 16

4.4K 173 1
                                    

Clara berada di rumahnya sejak sejam yang lalu. Setelah dari rumah Cesi, Clara langsung pulang karna ia perlu mengistirahatkan badan serta hatinya.

Clara menimbang hp di tangannya. Clara bingung. Ia ingin sekali menelfon Rio. Tapi, ia belum sanggup mendengar suara laki-laki itu.

Akhirnya Clara mendial nomor Rio.

"Halo. Ada apa Cla?"
Suara Rio melembut menggetarkan hati Clara. Clara berdehem menetralkan suaranya agar terlihat biasa saja.

"Kau sudah sampe bandara?"
"Udah ko. Suara mu? Kau sakit?."
"Tidak, hanya sedikit gatal pada tenggorokanku"
"Ada apa meneleponku?"
"Tidak ada. Hanya ingin menelpon. Kapan kau pulang?"
"Bahkan aku belum melakukan penerbangan Cla dan kau sudah bertanya kapan aku pulang. Kau merindukanku?" Rio terkekeh

Clara meredam suara tangisan saat mendengar kekehan Rio. Jika suatu saat ia berpisah dengan Rio. Apa ia akan sanggup?

"Cla, hei. Ada apa? Kau menangis?"
Clara sudah tak sanggup, ia menutup sambungan telepon itu secara sepihak. Clara menatap poto pernikahannya dalam. Ia terisak keras di rumah itu. Suara tangisanya menggema di penjuru kamar yang sunyi itu.

Clara menghapus air matanya kasar. Masih terlalu pagi untuk menangis. Bunyi ringtone hp Clara memecah keheningan kamar itu. Nama Mommy tertera di sana. Ia bingung harus mengakatnya atau tidak. Clara tak mungkin mengangkat telepon dalam keadaan seperti ini. Suaranya pasti akan berbeda dan akan mengundang pertanyaan mommy.

Akhirnya Clara memutuskan untuk tidak mengangkat telepon itu dan bergegas ke dapur untuk memasak makanan. Clara tak lapar, hanya saja mungkin dengan memasak ia bisa menghilangkan sedikit pikiran di kepalanya. Siapa tau setelah Clara masak, ia akan lapar dan memakan makanan yang dimasaknya.

°°°

Rio menatap layar benda tipis itu dengan heran. Beberapa detik lalu ia mendengar suara sang istri, tetapi setelah itu Clara mematikan teleponnya secara sepihak. Tidak salah memang, tapi ada sesuatu yang tak beres di sana. Rio yakin.

"Yo"
Rio menoleh dan terlihat orang yang memanggilnya tadi. Rafa.
"Kenapa raf?"
"Gapapa, kau terlihat melamun makanya kutegur. Ada masalah lagi? Tentang Clara atau Catrine??."

Pertanyaan itu berhasil membuat Rio membeku, sahabatnya satu ini memang selalu mengetahui kisah hidup Rio. Bahkan Rafa mengetahuinya melebihi Clara yang berlabel istri Rio.

"Kau salah yo. Kau harusnya jujur dengan Clara walaupun sulit. Aku yakin Clara akan mengerti. Lagian kau menikahi Catrine hanya sementara bukan?. Hanya sampai kakamu benar-benar siap menerima Catrine dan anaknya kan?."
"Aku tak tau raf, semuanya begitu sulit. Aku merasa aku begitu brengsek. Terlalu pengecut hanya untuk jujur ke istriku sendiri."
"Cobalah untuk berbicara dengan kakamu. Kita akan terbang ke NewYork hari ini. Sesampainya di sana kau bisa mendatangi kakamu dan meminta dia untuk kembali dengan Catrine. Bagaimanapun Chika membutuhkan ka Ray buka kau Rio."
"Itu sudah ku rencanakan jauh-jauh hari ketika aku tau kita akan terbang ke negara itu Raf. Dan aku berharap Ray bisa kembali ke Indonesia secepatnya dan bertanggung jawab atas Catrine. Kasihan perempuan itu."

Bunyi dari pusat informasi menghentikan pembicaraan mereka dan mengharuskan keduanya segera beranjak ke pintu khusus pilot untuk menjlankan pekerjaan mereka sebagai supir besi terbang yang bertanggung jawab atas penumpang yang mereka bawa agar selamat sampai tujuan.

Rio harus fokus dan melupakan semua masalahnya dulu. Sesampainya di sana ia berjanji akan menemui kaka bejatnya itu dan meluruskan semua masalahnya.

Semuanya belum terlambat bukan?

ClaRioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang